I

1.7K 178 57
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*** 

Ji Ryuka

Sialan!

Tak terhitung berapa banyak umpatan yang sudah terlontar dari mulut pedasku malam ini. Semuanya berkat bus yang menurunkanku di kota ini sepuluh menit yang lalu, saat waktu menunjukkan tepat pukul sepuluh malam. Tak hanya itu, hujan lebat turut menyambut kedatanganku ke kota Daegu untuk pertama kali inisesuai perkiraan. Beruntung ada pepatah yang memberiku inisiatif untuk menyiapkan payung sebelum hujan.

Sedari tadi, aku hanya duduk di sebuah halte dengan manik yang masih setia memandangi rintik hujan yang jatuh di segala penjuru. Belum juga berani mengambil langkah untuk beranjak menuju tempat tujuan, yaitu rumah baru yang akan kutinggali selama menetap di sini.

Sambil menunggu hujan ini berhenti, biar kukenalkan diriku.

Ji Ryuka, itu namaku. Umurku dua puluh tiga, tahun ini. Kedatanganku di kota asing ini tak lain karena di sinilah aku akan melanjutkan studiku. Sudah, itu saja. Tak ada yang istimewa dalam hidupku untuk bisa diceritakan lebih jauh. 

Bicara soal status, aku harap tidak akan ada yang akan bertanya lagi soal itu. Karena sejatinya semenjak lulus SMA, aku selalu sendiri. Jangan menganggap aku mengenaskan! Aku baik-baik saja meski tidak punya pacar. Sungguh!

Well shit!

Hujan masih juga tak kunjung reda. Aku juga tidak tahu harus mulai melangkah ke mana. Sepi. Tak ada orang yang bisa di tanyai di sini. Satu-satunya petunjuk untuk menuju rumah baruku hanya lewat GPS di ponsel, dan sialnya aku sama sekali tidak mengerti bagaimana membaca citra gambar ini.

Lebih dari sepuluh menit aku duduk di kursi halte bus, celangak-celinguk mengamati situasi. Tetap saja, hanya ada rinai hujan sejauh mata memandang. Aku akan semakin sial jika hanya duduk menunggu hujan yang tampaknya tidak akan berhenti hingga pagi menghampiri. Maka dari itu, kuputuskan untuk mulai berjalan meninggalkan halte.

Tas ransel berisi berbagai perabotan bertengger di punggungku. Sebelah tanganku memegangi payung transparan yang kubawa dari rumah, sedang tangan yang lain menggenggam ponsel berpendar itu. Aku meninggalkan halte dengan was-was.

Bagaimana tidak? Menerobos hujan di tengah malam seperti ini jelas bukan situasi menguntungkan untuk gadis sepertiku. Bagaimana jika ada penjahat kelamin menculikku? Atau pembuhuh berantai yang menebas kepalaku tiba-tiba? Atau malah hantu yang bisa kapan saja muncul di hadapanku?

Aku menelan ludah susah payah akibat isi kepalaku yang terus berasumsi buruk. Terus melirik ke kiri dan kanan dari sudut matamemastikan bahwa diriku tetap aman.

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang