XVII

288 44 20
                                    


Suara itu bukan mimpi, aku masih dapat mengingat siapa pemilik suara itu. Suaranya bukan sebuah mimpi itusangat jelas dan tak satupun katanya terlewat di indra pendengaranku yang sepertinya sudah bekerja dengan baik.

Selang beberapa detik indra sana penglihatanku rupanya juga mulai menunjukan fungsinya. Mataku mulai terbuka perlahan semuanya terlihat begitu kabur. Samar bisa kulihat seorang pria berdiri si sampingku dengan kedua tangannya yang menggengangam sisi tanganku yang tak di infus.

Lidahku masih kelu untuk dapat bicara dengannya, aku tau dia adalah Yoongi. Satu-satunya alasan kenapa aku di sini.

Mataku kini bisa melihat wajahnya dengan jelas, namun entah apa yang membuat bibirku terganjal hingga tak mampu terbuka begitu pula tubuhku, aku seperti membeku.

Dia melepas genggamanya begitu menyadari bahwa mataku tak lagi terkatup, sejenak aku mendapati ekspresi terkejut dari wajahnya.

Mata kami bertemu namun dia begitu panik, aku berusaha berkomunikasi kendati mulutku terkunci rapat dan semakin keras usahaku membukanya kepalaku justru seakan dihujani ribuan baru.

Pada akhirnya dia mengakhiri kontak mata itu, kakinya mundur menjauh perlahan. Tampa ku mengerti kenapa dia harus pergi, aku menginginkannya kembali, ingin bicara dengannya, ingin mendengar bagaimana cara ia bertutur kata padaku.

Yoongi membalik badannya, benar-benar siap angkat kaki dari ruangan asing ini tampa mengucapkan sepatah katapun padaku, tampa membuatku sempat mengucapkan sesuatu dari lidahku yang masih kilu.

Pandanganku masih pada punggungnya yang semakin menjauh, berharap dia akan membalik badannya dan kembali ke sisiku. Walau pada kenyataannya dia tak sekalipun melakukannya.

Air mata tiba-tiba lolos begitu saja begitu melihatnya sampai pada knop pintu. Tak habis pikir hanya seperti ini yang dia lakukan setelah semua ini terjadi. Sedangkan dia menjadi satu-satunya alasan mengapa aku sampai se tragis ini.

"Y...Yoon..gi.. Yoongi..." seruku dengan suara amat parau juga pelan, pun tak mampu mencegahnya menghentikan langkahnya untuk keluar dari tempat ini.

Air mataku semakin deras melihatnya kini telah menutup pintu dan tenggelam di dalamnya. Akibatnya kepalaku semakin sakit setelah menahan semuanya.

Aku mencoba menggerakan tubuhku, namun tak membuahkan hasil. Tubuhku bahkan tetap pada posisinya tak bergerak barang satu sentimeter saja.

💔💔💔💔💔

Sudah hampir dua pekan sejak aku berhasil melewati masa koma akibat kepalaku yang cidera itu. Sesuai harapan aku dapat meninggalkan rumah sakit tiga hari yang lalu kemudian pergi ke universitas pagi ini.

Terkadang ada suatu pertanyaan yang menelusup kedalam kepalaku, bagaimana luka yang ditimbulkan botol kaca itu begitu sulit di trima nalar. Membuat saraf-sarafku mati rasa selama dua hari? Separah itukah? Dan sesederhana itukah pelaku dari semua itu menunjukan rasa bersalahnya? Bahkan sampai detik ini aku masih belum melihat barang hidungnya.

Aku baru akan berdiri setelah menali sepatu, seseorang menepuk kedua bahuku membuat berjingkat kaget dan mengamati pelaku di belakang.

Laki-laki dengan pakaian casual serta senyum kotak berdiri di belakangku, menyengir jail. Merasa berhasil mengagetkan ku.

"Sudah siap belajar lagi, Nona Ji Ryuka," serunya dengan memperlihatkan kunci mobilnya padaku. Taehyung nampak lebih antusias mengantarku ke universitas ketimbang aku sendiri yang akan pergi dan menghadap dunia perkuliahan.

Dirinya meraih pergelangan tanganku, membawaku berdiri dan beranjak dari tempat aku berpijak. Tangannya mengait di pergelanganku menuju mobilnya yang terparkir pada jalan sepetak di depan halaman rumah.

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang