VII

424 67 29
                                    

DORR.. DOR.. DOR..

Ujung pistol di tanganku mengeluarkan asap segera setelah tiga peluru terlepas mengenai target di depan, aku meniup mulut pistol yang masih berasap itu dengan penuh penghayatan. Tersenyum puas dengan yang telah ku lakukan.

Kali ini aku tidak menggunakan manusia sebagai objek sasaran untuk ditembus peluruku. Foto-foto manusia di depan sana yang ku maksut. Hanya sekedar pemanasan sebelum pistolku benar-benar melepaskan peluru pada kepala, perut dan dada mereka.

Dan selain diriku yang dapat berbangga hati karna telah menembak target dengan baik, agaknya seseorang ikut terkesima dan memberi tepukan tangan penuh sanjungan di belakang.

Aku tak perlu memutar balik badan untuk mengamatinya, orang itu segera sampai di sampingku begitu selesai dengan tepukan tangannya.

Netranya ikut mengamati beberapa foto yang jaraknya lumayan jauh, sesekali ia menyipingkan mata. Kedua tangannya yang disembunyikan di balik punggung semakin menambah kesan bapak-bapak yang sudah tampak jelas dari kerutan di beberapa bagian wajah.

"Kemampuan menembakmu memang tak bisa diragukan Yoongi Shin," ucapnya penuh pujian. Layaknya orang terkagum-kagum kebanyakan.

"Kemampuan mengenal target semakin hari semakin baik, kau bisa membedakan ciri-ciri mereka dengan sekejap... "

"... kau memang pantas menjadi pembunuh dengan bayaran tinggi." Ia menepuk bahuku bersama mulutnya yang tak henti melontarkan kebanggaannya pada anak ini.

Jangan berfikir dia ayahku. Sebut saja laki-laki di sampingku ini adalah orang yang cukup baik hati memungutku dari jalan sebelum aku berakhir menjadi pengemis.

Lalu mendidikku. Dan sekali lagi jangan berfikir dia mendidikku tentang pelajaran sekolah yang menyebalkan. Lebih dari itu dia mendidikku menjadi pembunuh, memasukanku ke dalam organisasi pembunuh bayaran gelap incaran para polisi.

Aku berpikir dia sudah gila karna memawariku pekerjaan menjadi seorang pembunuh. Namun ternyata aku lebih gila lantaran aku benar-benar menerimanya.

Semakin gila, karna aku begitu menikmati sensasinya. Katakan dia berhasil mendidikku menjadi seganas mungkin dan mematikan fungsi hati untuk berbelas kasih pada siapapun yang harus ku bunuh.

Kendati sebenarnya ada satu kelemahanku yang nyaris membuatku hampir gagal saat melaksanakan pekerjaan.

Prosopagnosia.

Sebut saja penyakit kampret yang nyaris membuatku sakit jiwa. Banyak cobaan hidup yang harus ku lalui dengan menyakitkan lantaran penyakit menyebalkan yang tak bisa membuatku mengenali orang-orang. Bahkan aku sendiri.

Biar ku perjelas. Otakku kehilangan fungsi untuk mengingat wajah seseorang, istilah mudahnya aku buta wajah. Membuat tantangan tersendiri saat aku mendapatkan pekerjaan.

Aku harus terpaksa menguntiti calon korban selama beberapa hari, menghafal segala macam tentang orang yang harus ku bunuh. Mulai dari fisiknya, cara berjalannya dan kebiasaanya. Demi meminimalisir salah sasaran dan membuatku membunuh orang yang bukan seharusnya.

Im Myungsik. Laki-laki itu melakukan cara lain untuk membantu mengatasi kelemahanku itu. Dia akan memperlihatkanku sebuah foto, kemudian memintaku mencari foto yang sama di antara foto-foto yang di tempelkan pada dinding dan aku harus menembaknya.

Dari awal aku tidak mendapatkan banyak kesulitan. Satu atau dua kali gagal, tapi aku akan dengan mudah dapat mengatasinya. Sensasinya nyaris sama seperti saat bermain game di warnet saat aku masih muda.

Bahkan saat ini aku sudah cukup mahir dalam melakukan permainan itu secara nyata. Aku nyaris tidak pernah melakukan kesalahan dari awal melakoni pekerjaan itu hingga hari ini juga. Tak pernah salah dalam menembak target.

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang