V

483 105 43
                                    


Ji Ryuka

Aku sudah membuat dompetku menangis. Lihatlah dompet malangku yang semakin kurus karna isinya harusku tukar dengan dua kantung belanjaan yang ku jinjing dengan kedua tanganku.

Aku bahkan sudah menghabiskan separo uang yang ibu panti berikan sebagai pesangon selama beberapa bulan. Merasa bersalah tentunya. Aku mengingat kembali wajah wanita yang mulai menua itu tersenyum padaku dan menyodorkan sebuah amplop berisi beberapa uang. Beliau memaksaku menerimanya. Setelah itu memelukku dan memberi ciuman di dahi. Sama seperti yang selalu beliau lakukan pada adik-adikku di panti.

"Trimalah beberapa lembar uang ini ! Maaf aku hanya bisa memberikan ini dan trimakasih sudah mau menetap di sini dan membantu merawat adik-adikmu. Sekarang pergilah! Gapai cita-citamu, Ji Ryuka. Anakku! Semoga tuhan selalu memberkatimu," ucapnya kala itu sebelum aku mengucapkan kalimat perpisahan dan pergi meninggalkannya.

Rindu. Ya! Aku rindu dengan beliau juga adik-adik panti yang belum satu minggu aku tinggal.

Langkahku yang susah payah karna belanjaan sebanyak itu membawaku menghampiri Lee Taehyung yang tampak baru usai menerima telfon.

"Tae!"

Dia berjingkat kaget setelah aku berseru. Lantas mengalihkan pandangannya dan menatapku.

"Sudah selesai ya?" Tanyanya sebelum pandangnnya itu teralih pada dua kantung belanjaan yang ku jinjing bersamaan. "Woahhh banyak sekali belanjaanmu," komentarnya mengikuti.

"Semua ini keluar dari daftar belanjaan! Keparatlah! Kenapa aku bisa membeli ini semua," kesalku pada diri sendiri. Dengan kedua tangan yang mencoba mengangkat kedua kantung berat itu.

Taehyung terkekeh lucu. Sehabis tangannya memasukan kembali ponselnya ke dalam saku, tampa izin ia menyambar dua kantung besar itu.

"Aigoo! Sepertinya ini lebih berat dari pada beban hidupmu," katanya sembari mulai melangkah keluar.

Ku ikuti langkahnya hingga sampai pada mobil yang tadi kami naiki untuk sampai ketempat ini. Pria itu dengan ringannya menaruh dua benda itu di jok belakang lantas menempati kursi kemudi. Barulah disusul diriku yang baru saja mendaratkan pantat pada kursi di sebelahnya.

Mesinnya mulai menyala. Namun sebelum kami benar-benar melaju ia berujar sesuatu. "Hasil otopsi Korban sudah keluar. Kau tidak keberatankan kalau harus ke kantor dulu?"

"Jinjja? Kalau begitu ke kantor polisi sekarang!" Aku berseru penuh semangat tiba-tiba ikut penasaran dengan hasilnya.

ØØØ

"Ya! Ya! Ya! Bagaimana? Siapa sebenarnya dua orang itu? Katakan siapa?"

Lee Taehyung kala itu cukup serius. Baru saja dia membuka pintu kaca pria itu langsung berlari menuju beberapa rekannya yang nampak sedang mendiskusikan sesuatu.

Dia bahkan meninggalkanku di belakangnya. Nampak semangat empat lima terpancar dari matanya terlihat ingin segera membekuk sang pembunuh berdarah dingin itu begitu ia mengatahui hasil otopsi yang di tunggu-tunggu.

"Lihatlah! Opsir ini nampak asik berkencan dengan saksi kunci kita."

Aku mendengar jelas kalimat dari salah seorang yang Taehyung hampiri. Si musuh bubuyutan dari Taehyung sendiri. Park Sehun. Yang dengan lantangnya berucap seenaknya.

Taehyung sebagai orang yang disindir menampilkan sorot mata tidak terima. Agaknya siap memulai perang dunia. "Yya! Mbah surip! Apa tidak sebaiknya kau tutup mulutmu? Katakan saja kau iri dengan posisiku bukan?"

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang