Pantulan di cermin memperlihatkan wajah pucatku dengan sejelas-jelasnya, mulutku bagai tak ada bedanya seperti bibir mayat yangmemucat, mata ini juga memerah seperti mengalami iritasi, jangan lewatkan juga bagaimana aku melawan rasa sakit di perut yang sudah seperti di tikam puluhan pedang saja.
Semenjak pergi dari rumah Yoongi, aku tak pernah merasa baik-baik saja. Tubuhku selalu ingin jatuh tersungkur, kepala ini seperti di hujani ribuan batu. Sungguh menyiksa. Dan aku sendiri tidak bisa mendiagnosa diriku saat ini. Mengingat ilmu kedokteran di otaku masih terbilang minim.
Telingaku merdengar bel pintu berbunyi. segera itu membuyarkan pikiranku, lantas ia beranjak pelan-pelan dari depan kaca di kamarku, menuju tempat dimana bel itu berbunyi.
Pelan namun pasti, aku akhirnya bisa berdiri di depan pintu, tanganku membuka benda tersebut. Menampakan dua insan tengah tersenyum menyapaku.
"Hai.. Cha! Kook!" aku menyapa duluan, menyambut kedatangan Jungkook dan Chasi. Mereka memang ada janji berkunjung kemari.
Dua orang yang semula tersenyum hangat itu berubah menampilkan wajah khawatir, begitu mata keduanya mendapatiku wajah pucatku dan senyum yang terkesan lesu.
Chasi selaku sahabat paling dekatku, memegang kedua bahuku dan menuntunya menuju kursi di ruang utama. Aku terlihat mengenaskan. "Aigoo! Kau sakit apa eoh? Lihatlah! Lemah sekali dirimu Ryu!" lirih Chasi dengan nada khawatirnya.
Pantatku berhasil duduk di samping Chasi yang masih setia memegang pundakku. Cukup beruntung karna masih memiliki seorang sahabat yang masih perduli padaku. "Entahlah Cha, tidak biasanya begini." jawabku cukup pelan.
"Kau belum sarapan?" Aku menggeleng. Bahkan tenagaku tidak mampu untuk sekedar membuat makanan pengganjal lapar. "Biar aku buatkan sarapan untukmu!" Tampa menungguku menyetujuinya dia mengangkat tubuhnya hendak pergi. Berheti sebentar menatap Jungkook yang belum membuka mulut.
"Heh! Jung! Jaga dia, jangan mengikutiku, atau ku colok matamu!" Chasi menunjuk netra Jungkook dengam jari telunjuknya sebelum melangkah ke dapur.
Pria itu menurut saja, ia lantas memilih mendaratkan pantatnya pada sofa di depanku, membiarkan kekasihnya Chasi pergi tampa memprotes banyak lagi.
Aku masih dalam keadaan semula, lesu, pucat, dan tak bertenaga. Membuat Jungkook di depanku harus menatap iba.
"Ryu! Sejak kapan kau seperti ini? Kakimu di perban, wajahmu pucat. Sebenarnya kau kenapa?" Jungkook yang pemasaran memutuskan langsung bertanya tampa adanya basa-basi.
"Ceritanya sangat panjang Kook." jawabku sebenarnya enggan bicara sebab terlalu lesu.
"Sepanjang?"
"Sepanjang Busan ke Daegu." jawabku lagi-lagi masih alakadarnya.
Mengerti kondisiku, dia lantas berujar, "iya! Iya! Ceritakan nanti saja!"
"Cepat sembuh! Kau ketinggalan banyak kelas, kau juga ketinggalan moment bagaimana aku membuat banyak orang terkesan padaku, sampai-sampai Chasi cemburu." Ia mulai bercerita dengan wajah polosnya. Mengundang bibirku untuk melengkung membentuk bulan sabit saat merespon ceritanya.
"Aku tak sabar ingin mendengarnya Kook! Tapi kau tau, aku punya bahan perbincangan kecil."
Jungkook memajukan badannya, menatap sorot mata seriusanya. "Ayo katakan!" antusiasnya.
"Kau tenyata benar, tetanggaku itu punya gummy smile! Lucu sekali!" kataku, mendadak sedikit lebih bersemangat saat menceritakan sambil mengingat senyum gusi milik Shin Yoongu.
Respon Jungkook cukup tercengang. Mata bulatnya melotot padaku seolah tak percaya. Seperti mendengar kabar bahwa ada orang bangkit dari kubur.
"Ini pertanyaan inti Ryu! Siapa namanya?" tanya Jungkook memasang wajah super serius. Seakan bersiap siaga dengan apapun jawabanku
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SWEET AGENT
Fanfiction[BTS FANFICTION] Summary: Dia Yoongi, di cerita ini kamu akan memanggilnya si pembunuh bayaran berhati dingin yang tak pernah gagal dalam setiap misinya. Lalu kemudian, cerita aneh ini di mulai saat beberapa hari yang lalu seorang gadis dari Seoul...