XIII

293 57 29
                                    

"Hah?" Aku menatap pria tampa nama tadi meminta penjelasan lebih padanya.

"Ya! Aku masih ingat bagaimana dramatisnya hyung ini membawa pasien Seokjin kemari." terang pria tadi sembari melirik Yoongi di sebelahku, sementara Yoongi yang menjadi bahan perbincangan nampak tenang menatap lurus kedepan.

"Benarkah? Coba ceritakan!" kataku dengan wajah antusias, siap mendengarkan pria itu.

Namun agaknya Yoongi harus menghalang-halangiku. "Tidak! Jangan di ceritakan!" cetusnya melarang pria itu bercerita.

Karna masih penasaran dan ingin mendapatkan cerita menarik tentang Yoongi. Mungkin bisa ku jadikan bauan untuk mengolok-oloknya nanti.  Otomatis ku alihkan pandangan pada Yoongi. "Kenapa? Apa masalahmu!" Sinisnku menunjukan wajah songong.

"Yang akan di ceritakan itu aku!" tegas Yoongi tak mau kalah.

"Lalu kenapa?"

"Ya, aku tidak mengijinkannya!"

Menyebalkan. Sebenarnya terbuat dari apa pria ini? Jangan-jangan dia memang olaf versi segala musim. Tapi siapa juga yang perduli, aku lebih ingin tau bagaimana pria itu dulu.

Aku kembali menatap pria yang belum juga bercerita. "Ceritakan saja! Jangan perdulikan manusia ini!" ucapku membeberkan senyum.

Pria itu mengambil nafas, akhirnya bersiap untuk bercerita sesuai keinginanku. "Jadi dulu saat aku awal-awal bekerja sebagai perawat disini, hyung ini datang dengan wajah babak belurnya kemudian dia..." Jelas pria tadi yang belum sempat di selesaikan. Dan lagi-lagi Yoongi lah pelakunya.

"YA! BERHENTI BICARA ATAU KU GOROK LEHERMU NA JIMIN-SSI?!" raung Yoongi memotong cerita pria dengan nama lengkap Na Jimin.

Aku berdecak sebal. Bisa-bisanya dia bertriak seperti itu. Segera ku alihkan pandangan pada Yoongi dengan tatapan sinis. "Ya! apa-apaan kau ini?!" gertakku tak triama.

"Hentikan!"

Bukan aku kalau tidak tetap bersikukuh tetap ingin mendengarkan dongeng menyenangkan dari Jimin."Tidak lanjutkan!"

Agaknya Yoongi masih belum menyerah. "Aku bilang hetikan!"

Memang seberapa memalukannya dia dulu? Aku malah semakin menggila karna penasaran.

"Hei! Pria tampan, abaikan pria jelek di sampingku ini! Lanjutkan ceritamu!" celetukku tidak lupa bumbu-bumbu penghinaan di dalamnya.

"Ya! Ku cekik lehermu itu Ryuka-ssi!"

Aku kembali menatap Yoongi dengan tatapan bengis, menaikan daguku nampak menatangnya. "Cekik saja! Aku akan menghantuimu saat aku mati!"

Pria itu merotasikan bola matanya. "Kau tak perlu mati untuk menghantuiku, kau setiap hari juga sudah menghantuiku." Ujar pria itu mempertahankan nada bicaranya yang terkesan angkuh.

Oke. Jadi apa maksutnya jika aku sudah menghantuinya? Kenapa aku salah tingkah. Tapi ya sudahlah, pria di sampingku memang aneh bin ajaib. Jadi dari pada semakin panjang aku menyudahi berdebatan tak ada guna itu, kemudian kembali menatap Jimin.

"Lanjutkan!" perintahku nmembuat Yoongi langsung mengendus sebal.

"Hyung ini datang dengan wajah babak belur, menyeret pasien Seokjin yang terus memberontak dan memaki-maki dirinya, menyebutnya sebagai pembunuh..." terang Jimin yang sebenarnya belum selesai, pria itu mengambil nafas untuk kemudian berdongeng kembali. "Tak hanya itu! Hyung ini juga sempat-sempatnya menangis haru di depan resepsionis meminta supaya pasien Seokjin bisa di rawat disini,

Saat itu dia bilang tak memiliki uang untuk membayar biaya perawatan temannya itu, kau taukan rumah sakit ini tidak gratis? Tapi dia tetap memaksa, bertriak-triak, sempat aku mengira keduanya menderita gangguan mental."

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang