VIII

363 65 28
                                    


Empat hari penuh, aku tidak bisa tidur dengan nyaman, makan dengan kenyang, atau bersantai dengan tenang. Semuanya terasa menakutkan semenjak kehadiran buku merah tua. Keparat memang, siapa yang sudah menakut-nakutiku seperti ini. Lihat saja, jika ketahuan aku berjanji tidak akan sungkan mengobrak-abrik wajahnya. Empat hari pula aku selalu merasa di ikuti atau di intai, perasaanku berkata sepasang mata sedang mengawasiku dibelakang. Mungkin karna terlalu takut atau memang benar adanya.

Dari awal aku tidak memiliki niatan melapor kepolisi, naluriku berkata mungkin itu hanya orang-orang kurang kerjaan yang sengaja menakutiku dan malah membuatku takut sungguhan.

Namun setelah mendapatkan firasat bahwa aku di ikuti, pagi ini juga aku akan membawa dua benda itu kekantor polisi, setelah berulang kali memikirkannya, bermacam alasan juga mendorongku untuk segera bergegas kesana. Pertama, tidak ada yang mengetahui alamatku kecuali obsir Taehyung. Selain itu kupastikan tidak ada lagi.

Kedua, pengirim dua benda itu jelas tau tentang diriku, namaku, asalku bahkan tanggal lahirku. Maka dari itu aku tak perlu ragu-ragu melaporkannya kepolisi, meskipun ada sepenggal kata di buku itu untuk tidak melapor kepolisi.

Aku tak akan menggubrisnya, lagi pula aku yakin pengirimnya hanya orang yang sengaja ingin menakutiku. Dia ingin main-main? Hahaha seharusnya dia melihat siapa yang ingin di ajak main-main ini, aku ini orang pintar toh aku mempunyai teman seorang polisi.

Tampa banyak pikir lagi, aku langkahkan kakiku memasuki kantor polisi dengan buku ancaman tersebut di tangan kananku, mataku melirik kesana kemari mencari sosok Taehyung yang sudah ku percayai dapat memecahkan kasus ini.

Seperdetik kemudian, mataku sudah menemukannya sedang asik bercengkrama dengan Detektif Ji. Aku berjalan mendekat.

"Taehyungie, Detrktif Ji!" Seruku memanggil nama kedua orang tersebut. Mereka menoleh.

"Aigoo, Nae sarang! Apa yang membuatmu kesini? Kau merindukanku?" Tentu saja kata itu keluar dari mulut Taehyung. Sumpah aku ingin mengaruk wajahnya.

Niatku yang tadi ingin menemui Taehyung, kini ku ubah menjadi Detektif Ji yang nyatanya lebih konsisten dari pada laki-laki yang sedang menyengir ini, "Detektif Ji, seseorang mengirimkanku ini, sebuah ancaman."

Detektif Ji tertegun, lantas dengan cepat menyambar buku merah tua itu, "Di dalam buku ini Ryu?"

"Ne, ada pisau lipat juga di dalamnya."

"Mwo?" Detektif Ji ternganga, dia membuka halaman pertama, menemukan sebuah pisau lipat yang ku maksut, barulah ia mulai membaca kalimat itu dengan seksama.

"Ini sebuah ancaman!" seru Detektif Ji.

"Tunggu aku pernah melihat buku seperti ini." Taehyung ikut mengamati, "Ya benar! Buku seperti ini sangat mirip dengan buku yang pernah aku lihat di kamar mendiang Jeongwoo, warna dan tebalnya juga sama." Lanjutnya kali ini dengan wajah yang super serius, merebut buku itu dari tangan Detektif Ji, membolak-balikannya.

Detektif Ji tak kalah serius, "kau yang benar?"

"Aku sangat yakin aku memiliki ingatan yang kuat."

"Kita ke kediaman mendiang Jeongwoo sekarang! Kau boleh ikut Ryu!"

Aku mengangguk mengerti, Detektif Ji segera mengambil kunci mobil lalu melangkah keluar dengan keren di ikuti aku dan Taehyung di belakang.

"YA!! KALIAN MAU KEMANA TAMPA AKU?" Sebelum kami sempurna membuka pintu keluar, sebuah triakan membuat kami berbalik badang bersamaan. Itu opsir Sehun, sedang berlari menghampiri kami, "aku ikut!"

"Tidak bisa! Kau tidak tau urusan apapun!" cela Taehyung begitu saja, mengundang adu mulut untuk kesekian kalinya.

"Kenapa jika aku tidak tau? Dua gadis itu bisa meberitahuku kan?" bantah sehun, "Lagi pula kalian pasti butuh aku nanti, jadi aku ikut!" lanjutnya bersikeras.

THE SWEET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang