Enam

4.4K 235 6
                                    

Satu minggu setelah kejadian di rumah sakit, Adiba 'tak lagi menghubungi Neza ataupun datang ke restorannya.
Neza bisa bernapas sedikit lebih lega, ia berpikir kalau Adiba sudah menyerah dan tidak akan memintanya untuk menikahi suaminya.

Akan tetapi, dugaannya itu terbantahkan, ketika di suatu waktu yang terbilang masih pagi, suara bel berulang kali berbunyi, Neza yang tengah duduk santai di ruang tengah bersama ponselnya, celingak-celinguk mencari pembantunya.

"Ke mana sih, Bik Ijum," gumam Neza sambil berjalan ke ruang tamu. Sesaat kemudian, pintu dibuka.
Neza melihat siapa yang ada di depan matanya kini terpaku tanpa kata.

Dilihatnya kembali pemilik wajah ayu itu kini tengah berdiri tepat di hadapannya. Dan berdiri di sisi kirinya, wanita paruh baya yang terlihat sudah lebih sehat dari terakhir kali mereka berjumpa.
Pupus sudah harapan Neza,

"Benar-benar Mbak Adiba ini, sangat tangguh dengan keinginannya. Lihatlah, sekarang dia main keroyokan dengan membawa ibu mertuanya. Nggak iya ini!" gerutu Neza dalam hati.

"Assalamu'alaikum!" ucapan salam membuyarkan keterpakuan Neza.

"Wa ... wa'alaikumussalam," jawab Neza tergagap-gagap, karena dibangunkan dari lamunannya dengan tiba-tiba.

Segera ia menjabat tangan wanita yang kini tengah mengejar cintanya. Bukan untuknya, tapi untuk suaminya. Dan setelah itu, Neza meraih tangan ibu mertua Adiba, dijabat dan diciumnya dengan takzim,

"Ibunya ada, Mbak Neza?" tanya Adiba

"Eh, Ibu? Ada ... Ibu ada, kok, di dalam. Mari, silakan masuk." Sesampainya di dalam, Neza mempersilakan mereka untuk duduk. " Silahkan duduk dulu, saya panggilkan Ibu."

Adiba dan ibunya mengangguk dan duduk bersebelahan.
Saking gugupnya, Neza bahkan tidak ingat untuk menanyakan kabar keduanya, terlebih pada ibu mertua Adiba yang baru keluar dari rumah sakit. Neza masih belum bisa mengontrol rasa terkejut sekaligus 'tak percaya dengan kedatangan mereka.

"Ck, bahkan sekarang, Ibuku yang dicari. Mbak Diba memang cerdas, setelah kutolak sekarang mau merayu lewat Ibu." Neza semakin menggerutu, sifat manja dan kekanakan yang sudah lama hilang kini tiba-tiba muncul lagi.

"Bu." Neza memanggil ibunya yang tengah duduk santai menikmati secangkir teh di halaman belakang.

"Kenapa, Za?" jawab ibunya setengah terkejut.

"Ada tamu."

"Siapa?"

"Yang mau jadiin aku adik madunya!"

Uhuk ... uhuk ....

Ibu Neza tersedak teh yang baru saja hendak ia telan.

"Yang benar, Za?"

"Iya, Bu. Nanti, kalau ibunya Mbak Diba minta Ibu setuju untuk aku dijadiin mantunya, Ibu tolong tolak, ya, pakai alasan apa saja, terserah Ibu. Yang penting Ibu tolak saja. Ya, Bu? ya, ya?" pinta Neza dengan memohon.

Ibu Neza bukannya gelisah tapi malah terkekeh melihat tingkah Neza yang seperti anak kecil.

"Kamu kenapa, Za Rengekanmu kayak Salsa waktu minta dibelikan coklat."

"Udah, ah! Pokoknya Ibu harus ikuti apa kata Neza!"

"Iya. Ya sudah, ayo ke depan. Nggak sopan ninggalin tamu lama-lama!" sahut ibu Neza seraya berjalan menuju ke ruang tamu.

Sesampainya di depan, ibu Neza diam terpaku melihat siapa yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
Tidak kalah terkejut, wanita paruh baya yang sedang bertamu itu pun langsung bangkit dari tempat duduknya,

Dilamar Jadi Adik Madu [Terbit]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang