22

7.9K 319 29
                                    

"Alhamdulillah ... Mbak Adiba hamil." Dokter Raisa menjelaskan.

Tapi, sejenak kemudian ia terdiam. Lagi-lagi dahinya mengernyit.

.

.

Di sepanjang jalan pulang, senyum terus mengembang di bibir Adiba. Seraya mengelus-elus perutnya. Kata-kata Dokter Raisa terus menggema di telinga.


Tidak dengan Arga, ia justru menampakkan wajah kekhawatiran. Ada bahagia, tapi lebih iba dan gelisah. Teringat penjelasan Dokter Raisa sesaat sebelum mereka pulang. Tanpa sepengetahuan Adiba, Dokter Raisa menjelaskan, bahwa kandungan Adiba dapat membahayakan dirinya sendiri. Penyakit yang pernah diidapnya membuat rahim tidak berfungsi dengan normal. Ada kemungkinan janinnya tidak akan berkembang. Tapi, melihat bagaimana bahagianya Adiba, Dokter Raisa tidak tega mengatakan, dan lebih memilih bicara pada Arga agar ia yang menjelaskan pada Adiba perlahan.

"Do'a Ummi terkabul, Bi," ucap Adiba dengan netra yang tak henti menitihkan bulir bening bahagia.

Arga tersenyum. "Alhamdulillah," jawabnya.

Arga berusaha terlihat sebahagia mungkin di depan Adiba. Meskipun sebenarnya, ia tengah memikirkan bagaimana cara untuk menjelaskan, bahwa kandungannya dapat membahayakan nyawanya.

"Abi, kira-kira bayi kita laki-laki atau perempuan, ya?" Adiba menggelayut manja di lengan Arga yang tengah menyetir. Rasa bahagia membuatnya berbunga-bunga.

"Apa saja, Mi. Yang penting sehat." Arga mengelus pucuk kepala Adiba. Lalu mengecupnya, pelan. Ia berusaha menyembunyikan yang sebenarnya. Rasanya tidak tega menghempasakan harapan Adiba yang tengah membumbung. Perlahan, ia akan mencoba menjelaskan.


.

Tidak ada Neza yang biasanya menyambut saat suami dan kakaknya baru pulang dari bepergian. Hanya ada Mbok Darmi yang membukakakn pintu.

"Neza mana, Mbok?" tanya Adiba.

"Ada di kamar, Non. Dari tadi nggak keluar. Mungkin tidur."

"Emh ... ibu hamil kok pagi-pagi tidur. Mulai sekarang, aku akan menjadi teman jalan-jalan paginya. Bukan hanya menemani, tapi juga demi kandunganku juga." Adiba yersenyum lebar. Mbok Darmi terlihat bingung.

"Adiba hamil, Mbok." Adiba melonjak dan memeluk Mbok Darmi erat. Rasa bahagia yang membuatnya tidak sabar ingin mengumumkan pada semua orang.

Mbok Darmi juga menangis haru, selama di rumah itu, ia tau bagaimana besar keinginan majikannya untuk memiliki keturunan.

Sesaat kemudian, teringat Neza. Ia sudah tidak sabar untuk mengabari adik madunya itu.

"Aku mau ke kamar Neza dulu, ya, Mbok." Tapi, belum sempat Adiba beranjak, "Mi, Abi mau lihat Neza dulu, Ummi istirahat, ya. Ingat kata Raisa tadi, harus banyak istirahat," ucap Arga yang baru masuk setelah memasukkan mobil ke garasi. lalu membelai mesra pipi Adiba.

Adiba mengangguk. Ia baru ingat, pagi tadi Neza seperti kurang baik-baik saja. Mungkin Arga tengah berusaha membujuknya.

"Nanti aja, deh," gumamnya. Lalu ke dapur menyimpan bahan dapur yang sempat ia beli dalam perjalanan pulang tadi.

Dilamar Jadi Adik Madu [Terbit]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang