Sepasang mata tampak berbinar bahagia, rasa haru dan bahagia tak bisa di sembunyikan dari wajah ayu bermata teduh itu. Dibacanya berulang-ulang sebaris kalimat yang di kirim via WhatsApp oleh seorang wanita yang di harap mau menjadi saudarinya.
Segera ia menghamipiri suaminya di ruang keluarga yang tengah duduk manis menikmati secangkir kopi buatan istri tercinta.
"Bi ... coba baca, ini." Adiba menyodorkan smartphone miliknya ke hadapan Arga.
Sejenak Arga tertegun membaca pesan dari nomor kontak yang di beri nama 'Neza'. Ia menghela napas berat, lalu di tatap wajah istrinya yang tengah berbahagia itu.Berbeda dengan kebanyakan seorang istri yang merasa sedih akan dimadu, tapi ini justru kebalikannya.
Arga yang sejak awal menolak keinginan Adiba agar ia menikah lagi, tapi tak punya pilihan kala sang istri terus menerus memaksa dan sampai mengancam akan berpisah.
Adiba, seorang istri yang nyaris sempurna, dan hanya satu kekurangannya, 'belum bisa memberinya keturunan'. Meski sebenarnya, Arga tak pernah mempermasalahkan itu. Tapi Adiba selalu berujar 'Adiba ingin membalas kebaikan Abi dan Ibu'."Bi! Kok diam saja? Baca, Bi! Neza bersedia menikah sama Abi ... Alhamdulillah ...," ucap Adiba.
Arga justru terpaku, ia tidak berkeinginan untuk menikah lagi, istrinya sudah cukup sempurna baginya. Tapi mau bagaimana, ia terlanjur setuju dengan rencana yang dibuat olehnya.
Tanpa menjawab sepatah kata, Arga meraih tubuh Adiba ke dalam pelukan, di benamkan wajah istrinya dalam dada bidangnya. Perasaan campur aduk kini tengah menyelimuti pria jangkung berjanggut tipis itu.
"Mi ...," ucapnya lirih,
"Haruskah ini diteruskan? Haruskah Abi menikah lagi, Mi?" tanya Arga.Adiba melepas rengkuhan Arga, dahinya mengernyit melihat setitik embun di sudut mata suaminya.
"Abi nangis?" tanya Adiba kebingungan.
"Abi takut, Mi. Abi takut akan menyakitimu,
Abi sangat mencintaimu.
Abi takut jika tidak mampu adil bila menikah lagi.
Abi takut jika Abi tidak mampu menjalankan syari'at ini.
Abi takut, Mi! Berat pertanggung jawabannya, di hadapan kalian, dan terutama di hadapan Allah!""Bi ...." Adiba menangkupkan kedua tangan di kedua pipi Arga. "Ummi yakin, Abi pasti bisa. InsyaAllah, kita akan jalankan rumah tangga kita ini sama-sama. Kita akan terus saling mengingatkan satu sama lain, kita akan menggapai ridho Allah sama-sama. Ini bukan hanya demi Ibu saja, Bi. Tapi juga untuk kita, nama Abi butuh penerus, siapa yang akan mendoakan kita ketika kita telah tiada? Siapa yang akan meneruskan usaha Abi yang sudah Abi bangun selama ini? Yakin lah, Bi! Biidznillah ... Abi pasti bisa!" tutur Adiba meyakinkan.
Arga mengangguk dalam kebisuan, ia masih ragu dengan apa yang akan dijalaninya. Hanya bermodal dukungan sang istri Arga berusaha untuk yakin bahwa ia mampu.
"Astaghfirullah, sampai lupa nggak balas pesan Neza!" seru Adiba seraya menepukkan telapak tangan ke dahinya.
***
Neza sedari tadi merasa resah, berjalan mondar mandir seperti setrika.
Sudah hampir tiga puluh menit pesan darinya bercentang dua warna biru. Itu artinya sudah dibaca, tapi kenapa tak kunjung mendapat balasan."Aduh! Malu banget aku kalau memang Mbak Diba udah batalin niatnya, serasa kaya Aku yang minta di madu ini. Duh, gimana ya?" gumam Neza yang tengah menunggu jawaban.
Tak lama kemudian suara dering pesan terdengar.[Wa'alaikum salam warahmatullah ... tentu Neza, itu masih berlaku, dan aku sangat menanti jawaban ini darimu. Mas Arga akan segera mememuimu, terimakasih Neza!] emot love dan kecupan berderet di ujung kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar Jadi Adik Madu [Terbit]✓
RomanceBlurb: Menjadi single parent bukanlah perkara yang mudah bagi Neza. Terlebih harus merasakan trauma atas pengkhianatan Ferdi, mantan suaminya. Bertahun kemudian, Ferdi kembali untuk meminta rujuk. Bersamaan dengan kedatangan Adiba, yang melamar untu...