Sebelas

4.7K 261 7
                                    

Tidak seperti biasanya, pagi ini Neza bangun lebih awal, semalam tidurnya benar-benar tidak nyenyak, bukan karena Arga, tapi karena memang belum terbiasa, tidur di tempat yang masih terasa asing baginya.

Usai sholat subuh, Neza ke dapur. Terlihat Mbok Darmi sedang berkutat di sana.

"Pagi, Mbok," sapa Neza.

"Eh, Non, udah bangun?" tanya Mbok Darmi sedikit canggung, mungkin karena baru kenal.

"Non udah lapar?" lanjutnya kemudian.

"Belum, Mbok masak apa?"

"Ini, lagi goreng pisang, sama mau bikin nasi goreng, juga roti panggang, Non."

"Neza bantuin, ya?"

"Nggak usah, Non duduk aja, ya. Mbok bikinin teh, mau?"

"Boleh, deh!"

Neza menarik kursi dan duduk di samping kitchen set tempat Mbok Darmi memasak, menyeruput secangkir teh manis di temani sepiring pisang goreng keju yang masih mengepul asapnya.

Belum juga habis satu pisang, tampak Adiba berjalan turun dari lantai atas. Letak dapur dan tangga posisinya saling berhadapan, akan terlihat dari dapur siapa yang turun dari tangga, begitupun sebaliknya.

"Wah, pasti kena semprit, nih," gumam Neza.

"Kenapa, Non?" tanya Mbok Darmi mendengar Neza begumam.

"Eh, nggak apa-apa, Mbok," sahut Neza berbisik. Mbok Darmi terheran-heran melihat tingkahnya.

Melihat kedatangan Adiba, Neza segera beranjak membawa secangkir teh dan sepiring pisang goreng bermaksud membawa ke halaman belakang, menghindari Adiba.

Baru beberapa langkah ia keluar dapur tiba-tiba,

"Neza ...." Panggilan yang Neza hindari akhirnya terdengar juga.

"Iya, Mbak." Neza membalikkan badan, pura-pura biasa saja.

"Sini, Mbak mau bicara."

Adiba berjalan ke ruang tengah, duduk di sofa, lalu di ikuti Neza. Neza meletakkan teh dan pisang goreng yang belum selesai ia nikmati ke meja.

"Mau bicara apa sih Mbak, kayanya serius banget," tanya Neza sok penasaran, padahal sudah bisa menebak dia bakalan di omeli gara-gara ngusir Arga semalam.

"Mbak mau bagi tugas!"

"Hah? Tugas? Tugas apa?" Neza salah kira, sepertinya Adiba tidak akan membahas persoalan semalam.

"Iya, tugas. Tugas kita buat melayani Mas Arga, suami kita."

Dahi Neza berkerut, mencoba mencerna kata 'berbagi tugas' yang Adiba maksud.

"Sekarang, Mbak sama kamu punya tanggung jawab dan tugas yang sama, memenuhi kebutuhan Mas Arga, lahir dan batin!" lanjut Adiba menjelaskan, ada penekanan di kalimat terahir. Neza merasa tercubit mendengarnya, kebutuhan lahir oke lah, sedangkan batin? Entah.

"Iya, Mbak Diba baginya gimana, Neza ngikut aja," tutur Neza.

Adiba membenarkan posisi duduknya, melipat kedua kaki yang tertutup abaya. Dan kini, keduanya saling duduk berhadapan.

"Jadi gini, Mas Arga itu terbiasa terima beres, Za. Seperti keperluan ke kantor misalnya, pakaian dan segala perlengkapan sudah Mbak bagi dua, dan Mbak masukin di lemari kamar kamu, udah liat kan?"

Neza mengangguk, mencoba menyimak panduan Kakak madunya itu.

"Pokoknya, mulai nanti malam, Mas Arga akan tidur begantian sama kamu dan aku, dan setiap dimana dia tidur, disitu dia di siapkan keperluannya, seperti pada umumnya, Mas Arga mandi sebelum dan sesudah pulang kerja, kamu mesti siapin handuk, baju, semua. Bahkan pakain dalam, sepatu, dasi, pokoknya seperti pekerja kantor lainnya lah."

Dilamar Jadi Adik Madu [Terbit]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang