Empatbelas

4.5K 301 8
                                    

"Gho, Za. Keluarkan dari ujung tenggorokan, bukan, kho."

"Iya, Mas. Neza juga udah dari ujung tenggorokan ini. Kho ...."

Usai sholat maghrib, Neza tengah bermurojaah bersama Arga, ia merasa kesulitan melafadzkan beberapa huruf yang sesuai dengan makharijul huruf. Arga sedari tadi berusaha membenarkan. Selain itu, ada beberapa huruf yang Neza baca tidak sesuai dengan tajwid. Seperti huruf qolqolah misalnya, Neza kurang fasih dalam memantulkan huruf tersebut.

"Neza udah berusaha ini, Mas." ucap Neza cemberut. Merasa di desak oleh Arga untuk segera bisa membenarkan bacaanya.
Arga mendesah, memahami istri mudanya tidak sefasih dan sebanyak Adiba dalam menghafal Al-qur'an.

Adiba yang tengah datang bulan, tak ikut serta sholat berjamaah dan bermurojaah. Ia tengah sibuk membantu Mbok Darmi menyiapkan makan malam. Meski biasanya Mbok Darmi biasa sendiri yang mengerjakan. Tapi, Adiba merasa suntuk dan turun ke dapur.

"Ya sudah, kita istirahat. Sudah masuk waktu isya, kita sholat dulu. Besok dilanjut lagi." ucap Arga.

"Iya, besok-besok Neza sama Mbak Diba aja murojaahnya." ucap Neza sebal.

Kening Arga berkerut,
"Loh, kenapa? Kenapa nggak sama Mas aja?"

"Enggak, sama Mbak Diba lebih enak. Dia lembut."

"Emang, Mas kasar?"

Neza terdiam. Bingung mau jawab apa.

"Nggak tau," jawabnya asal. Arga terkekeh.

Usai sholat isya Neza melepas mukenah dan menyimpan Al-qur'an. Saat hendak keluar kamar Arga memanggil.

"Za, besok Mas ajari bahasa Arab, mau?"
Tanya Arga.

Bahasa Arab Arga sudah mahir. Ia gemar menggunakan bahasa itu. Kadang, di saat tertentu ia gunakan bahasa tersebut untuk bercakap dengan Adiba. Menurutnya, bahasa itu indah. Sama seperti Arga, Adiba juga sama fasihnya.

Tiba-tiba ide jahil muncul di otak Neza, yang sebenarnya hanya bisa bahasa itu beberapa kata saja.

"Neza bisa bahasa arab, kok." jawabnya.

"Masa? Coba, ucapkan sedikit saja."

"Inni uhibbuka yaa Zauji." ucap Neza sambil berlalu.
Ia sempat terkikik membayangkan akan reaksi Arga.
Benar saja, Arga terpaku mendapat gombalan sereceh itu.

Ah, benar. Dia suka digombalin, tapi tidak didapati dari Adiba. Dan sekarang, Neza hadir dengan segala sifat jahilnya.
Arga meraba bagian tubuh yang di dalamnya terasa detakan bertalu, apakah ia jatuh cinta? Entahlah, apakah secepat itu cinta hadir di hati hanya dalam hitungan hari?

Neza ke dapur menyusul Adiba. Tampak menu makan malam sudah tertata rapi di meja. Tidak lama kemudian, Arga menyusul. Ia terlihat sedikit kikuk melihat Neza. Gombalan yang tak seberapa itu mampu membuat hatinya bergetar.

"Bi, besok kita ke rumah Ibu, ya. Neza kan belum pernah ke sana." pinta Adiba membuka percakapan.

"Tapi besok Abi kerja, hari ini sudah nggak masuk, dan besok ada jadwal meeting sama klien."

"Sama Neza aja, Mbak. Neza biasa nyetir jarak jauh, kok." timpal Neza.

"Boleh, Bi?" tanya Adiba.

"Boleh saja, sepulang kantor aku akan menyusul kalian."

"Yes, Neza udah nggak sabaran, kangen banget sama Salsa dan Ibu." Neza kegirangan.

Arga dan Adiba tersenyum melihat tingkah Neza. Entahlah, sifat Neza menjadi berubah drastis. Mungkin, saat ini ia merasa beban yang dulu membelenggu sifat aslinya sudah hilang. Manja, dan bawel. Siapa sangka, pemilik sifat itu sudah menjadi seorang Ibu.

Dilamar Jadi Adik Madu [Terbit]✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang