REVISI - EMPAT

23.4K 900 13
                                    

Sepulang sekolah, Leo memintaku untuk menemaninya ke toko buku sebentar karena ada buku yang ingin dia beli. Aku hanya mengekorinya saja dari belakang karena aku sedang tidak ada minat untuk membaca ataupun membeli buku baru, masih banyak buku di rumah yang belum sempat kubaca.

Leo mengambil salah satu buku di rak buku best seller dan itu adalah buku perekonomian, ia juga mengambil buku self improvement yang sudah beberapa kali kudengar orang-orang merekomendasikan buku itu. Kalau orang pintar seperti Leo sepertinya memang sangat suka membaca buku yang seperti itu, kalau aku sih baca buku pelajaran di rumah kalau tidak ada ujian saja sudah merasa hebat sekali.

“Bec,” panggilnya sambil menoleh ke arahku. Aku hanya mengangkat sebelah alisku sebagai respons. “Katanya abis kita nikah, gue pindah ke rumah lo,” kata Leo. Aku membelalakkan mataku terkejut karena perkataannya.

“Serius?” tanyaku yang diangguki oleh Leo. “Ih. Gue kirain mah udah nikah, ya, nikah, tinggal barengnya nanti pas udah gede. Tahunya ...,” kesalku sambil mendecak pelan.
Leo mengangguk lagi lalu kembali berjalan ke arah kasir. “Gue juga enggak ngerti, Mama gue sama mama lo, tuh, enggak mikir anaknya apa gimana, ya? Kadang kalau gue pikirin lagi rasanya kesal banget,” kata Leo lalu memberikan buku itu kepada kasir.

Aku mendengkus kesal sambil mengangguk menyetujui perkataan Leo. “Bahkan gue aja baru tahu kalau mama lo sama mama gue itu sahabatan dari dulu.”

“Iya, gue juga baru tahu pas yang kita ditemuin di restoran itu.”

Aku mendecak pelan masih tidak mengerti mengapa mama dan Tante Samantha melakukan hal ini kepada kami. “Eh?” Aku baru teringat sesuatu yang membuat pikiranku terganggu. Leo mengangkat sebelah alisnya lalu berjalan keluar dari toko buku setelah membayar.

“Kenapa?” tanyanya.

“Gue jadi kepikiran soal lo yang bakal pindah ke rumah gue.” Leo kembali menaikkan satu alisnya sambil menatapku heran. “Gue ngeri kalau nanti mama gue malah nyuruh lo tidur di kamar gue juga,” kataku.
Leo lalu mendecak pelan dan menjitak kepalaku. “Kalaupun gue disuruh tidur di kamar lo, memang kenapa? Jangan mikir yang aneh-aneh, deh!” katanya.

Aku menatapnya sinis sambil memegang kepalaku yang habis dijitak oleh Leo, masalahnya dia menjitakku tidak pakai perasaan sama sekali. “Kan cuma kepikiran, gimana, sih?” balasku.

“Ya, makanya jangan dipikirin.”

“Lo enggak bakal apa-apain gue, kan, Yo?” tanyaku sekali lagi memastikan.

“Gue bilang enggak usah dipikirin juga ….”

“Enggak bisa kalo enggak dipikirin, soalnya, kan ….”

“Kalo gue ngapa-ngapain memangnya kenapa? Sah-sah aja. Udah halal juga, udah resmi juga. Lo istri gue dan gue suami lo. Dan kalo gue mau ngelakuin sesuatu sama lo boleh-boleh aja. Inget enggak boleh durhaka sama suami, nurutin apa perintah gue sebagai suami sah lo di mata agama, hukum, dan negara.”

“Tapi, kan, kita masih di bawah umur, mana boleh begituan, entar kalo gue hamil gimana? Kan kita masih sekolah.”

Cletak.

Leo menjentikkan jarinya ke keningku lagi. “Aduh! Sakit, Leo.”

“Pikiran lo kejauhan, Bec. Gue masih sadar diri untuk enggak buat lo hamil di saat kita masih pelajar. Lagian ….” Leo menggantungkan kalimatnya membuatku penasaran. Aku mengikuti arah pandang Leo yang melihat …. “Apa yang lo lihat ?” Aku bertanya penasaran dengan apa yang diperhatikan Leo. 

Leo tersenyum smirk.  “Badan lo kecil, ya, Bec ? Kayaknya anak-anak cewek di kelas gue udah pada tumbuh dan berisi, deh. Sedangkan lo ….” Leo memandangku dari atas sampai bawah menilai. “Datar sama tepos gitu.”

Young Marriage [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang