Aku memijat pelipisku pelan. Entah, sejak tadi pagi tiba-tiba kepalaku terasa sakit. Makin lama rasa rakit kepalaku ini semakin bertambah bahkan tak kunjung hilang, padahal aku sudah memakan obat sejak sejam yang lalu.
“Masih sakit?” tanya Leo sambil menatapku khawatir.
“Lo tidur aja, Bec. Siapa tahu mendingan,” saran Dion.
Aku menggeleng pelan. “Gue tidur malah enek bawaannya,” jawabku.
“Nah, lho, lo udah ngapain aja sama Becca, Rey?” cerocos Dion yang membuat Leo langsung menjitak kepala Dion kasar.
“Heh, enak aja, lo! Gue mah masih sadar umur, sadar status, enggak mungkin gue ngelakuin yang enggak-enggak,” ucap Leo kesal.
“Mungkin lo ngelakuinnya pas mabuk? Kayak di novel-novel?” tanya Dion lagi. Yang membuatku mendecak pelan.
“Udah, deh, Yon, lo makin bikin gue tambah pusing, tahu! Pikiran lo itu mesum semua, heran, dah, gue!” ucapku sambil memijat pelipisku lagi. Kulihat Leo bergumam “dengar tuh!”
“Mau ke dokter?” tanya Leo, aku menggeleng lagi.
“Cuma sakit kepala ngapain ke dokter, ujung-ujungnya juga dikasih obat itu-itu, doang. Buang-buang duit aja,” ucapku yang membuat Leo dan Dion menggeleng pelan.
“Udah, ah, gue mau pergi aja. Mungkin gue bakal pulang malam, gue mau reuni sama teman SMP gue. Bye!” ucap Dion sambil berjalan meninggalkan aku dan Leo. Tak lama, suara mobil Leo menyala dan berjalan meninggalkan halaman rumah.
“Eh? Itu, kan, suara mobil gue, ya? Kok, Dion bisa bawa? Kan, kuncinya―” ucapan Leo terputus karena ia tak kunjung menemukan kunci mobil di saku celananya.
“Dion sialan!” gumam Leo. Aku hanya mendecak melihat Leo.
“Udah, ah, gue mau ke kamar dulu,” ucapku sambil bangkit berdiri, tapi sial, kakiku terasa sangat lemas sehingga membuatku kembali terduduk di kursi.
“Kalau enggak bisa, minta bantuan, Bec,” ucap Leo sambil bangkit berdiri. Aku hanya menghela napas dan mengulurkan tanganku. Leo pun mengalungkan tanganku di lehernya dan mulai menggendongku―ala bridal style―yang membuatku terkejut bukan main.
“L-lo ngapain gendong gue kayak gini? Kan, bisa tuntun gue aja,” ucapku. Leo mendecak pelan.
“Digendong malah protes. Udah, ya, lo tinggal diam, gue yakinin lo selamat sampai kamar,” balas Leo lalu mulai berjalan menaiki anak tangga.
Jantungku berdegup sangat kencang, aku juga dapat merasakan pipiku memanas, dan satu lagi, aku benar-benar tidak bisa berpaling dari wajah Leo. Karena terlalu serius melihat wajah Leo, aku sampai tidak sadar bahwa aku sudah di kamar dan berada di kasurku yang empuk ini.
“Udah, lo tidur aja dulu, biar enakan,” ucap Leo, aku menggeleng pelan.
“Gue enggak bisa tidur kalau pusing begini. Mending gue dengar lagu aja. Tolong ambilin headset gue, dong, Yo,” ucapku. Leo mendecak pelan.
“Kalau lo dengar lagu pakai headset, malah makin pusing entar. Sini gue nyanyiin aja,” ucap Leo sambil duduk di sebelah kananku. Aku yang masih kaget, tambah kaget lagi karena Leo tiba-tiba mengangkat kepalaku yang sedang tiduran di ranjang untuk berpindah tiduran di pahanya.
“Jangan pindah lagi. Dulu kalau gue lagi sakit, mama selalu giniin gue, terus jadi sembuh,” ucap Leo, aku hanya mengangguk pelan. Leo kemudian mulai menyanyikan lagu “Gravity” yang dipopulerkan John Mayer.
“Gravity is working against me and gravity wants to bring me down.”
Suaranya yang lembut memasuki telingaku, aku menatapnya takjub. Tangannya lalu mengusap pelan kepalaku. Aku baru akan protes, tetapi dia menatapku seakan berkata “jangan!”. Aku langsung terdiam dan menunggunya untuk lanjut bernyanyi.
“Oh, I'll never know what makes this man
With all the love that his heart can stand
Dream of ways to throw it all away …
Oh, Gravity is working against me
And gravity wants to bring me down
Oh, twice as much aint twice as good
And can't sustain like one half could
It's wanting more
That's gonna send me to my knees …”Leo terdiam sesaat, tapi tangannya yang lembut tetap mengelus kepalaku. Aku mulai kehilangan kesadaranku, aku sudah benar-benar ingin memejamkan mataku, tetapi aku masih ingin mendengar suaranya.
“Oh, gravity, stay the hell away from me
And gravity has taken better men than me
Just keep me where the light is
Just keep me where the light is
Just keep me where the light is
Come on, keep me where the light is
Come on, keep me where the light is
Away from all the dark
Keep me where the light is
Keep me where, keep me where the light is …”Dan sekarang … aku benar-benar memejamkan mataku meski tangan Leo masih mengusap kepalaku.
“Get well soon, Becca. Sleep well,” ucap Leo yang masih terdengar di telingaku sayup-sayup. Mataku benar-benar tertutup. Sebelum aku terbang ke alam mimpi, kurasakan sapuan hangat membelai keningku yang membuat tidurku semakin terlelap.
Beberapa jam kemudian, aku mengerjapkan mataku pelan, sudah jam berapa ini? Mengapa kamarku gelap? Aku melirik jam di meja nakas dan ternyata sudah pukul tujuh malam.
Kurasakan kepalaku sudah tidak pusing. Aku menolehkan wajahku ke samping dan menemukan Leo ikut berbaring miring di sampingku, wajahnya sangat dekat dengan wajahku sampai aku bisa merasakan embusan napasnya yang lembut membelai wajahku.
Leo benar-benar membuatku sembuh. Mengingat perlakuan Leo tadi, pipiku mulai memanas. Lagu yang dinyanyikan Leo tadi masih menggema di telingaku. Suaranya benar-benar indah, lebih bagus daripada terakhir kali aku mendengar suaranya di tempat karaoke. Tidak—bahkan lebih bagus dari penyanyi aslinya, malah. Sial, perlakuan Leo membuatku ingin teriak-teriak sendiri saking senangnya. Dia membuatku seperti orang sinting sekarang.
Dan tadi … kalau aku tidak salah … apa mungkin? Tidak … tidak … pasti aku hanya berhalusinasi. Tidak mungkin, kan, Leo mengecup keningku?
——
Hehehe gimana gemes gak nih sama part kali inii? Jangan lupa buat vote & komen yaa. Thank youu!
CALARIDE_
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage [✓]
ChickLitRebecca, gadis berusia 16 tahun terpaksa menikah dengan pria sebaya nya oleh karena perjodohan gila yang dilakukan orang tua mereka berdua. Akankah pernikahan itu akan berlangsung lama? Highest ranking : #1 in ChickLit #2 in ChickLit