Aku menatap pria di sampingku yang sedang terlelap, pria ini ... bagaimana bisa dia tertidur begitu pulas, sedangkan aku tidak bisa tidur akibat ucapannya.
Aku menatap matanya yang tertutup itu sambil tersenyum. Bahkan tertidur saja wajahnya lebih tampan dari Shawn Mendes. Shawn Mendes?? Astaga! Apa aku sudah gila!
Braaak!
Sebuah suara mengagetkanku saat aku sedang menatap wajah Leo, seketika aku langsung bangkit berdiri dan berjalan untuk melihat apa yang jatuh, tapi aku ragu. Takut-takut itu adalah maling ataupun makhluk halus.
“Bec, lo jatuhin apaan?” tanya Leo dengan suara seraknya sambil mengucek matanya perlahan.
“Gue enggak jatuhin apa-apa. Dari arah luar, nih. Gue takut buat lihatnya, Yo,” ucapku. Leo pun bangkit berdiri dan mulai membuka kenop pintu kamar. Namun, aku menahannya.
“Kenapa?” tanya Leo.
“Gue ikut,” ucapku dengan takut-takut. Leo pun langsung menggenggam tanganku dan mulai berjalan. Aku hanya mengikutinya saja. Jantungku berdetak lebih cepat, antara aku gugup karena tanganku yang digenggam Leo atau karena takut akan suara sesuatu yang jatuh tadi.
“Pelan-pelan,” bisikku. Leo mengangguk dan mulai menyalakan saklar lampu yang berada di dekat tangga menuju ke bawah.
Klik!
Lampu pun menyala, terlihatlah sebuah lukisan milik papa terjatuh. Aku menatap Leo takut. Leo berjalan mendekati lukisan itu sambil masih menggenggam tanganku erat.
“Bingkai lukisannya lapuk, Bec. Pantas jatuh,” ucap Leo. Aku menghela napas lega.
“Gue kira apaan. Aduh … ini lukisan bikin jantung gue mau copot aja,” ucapku sambil mengelus dadaku pelan.
“Gue kira ada maling tadi, tahu-tahunya cuma lukisan, tahu gitu gue enggak bangun, dah,” cibir Leo.
“Jeh, kalau enggak bangun, tahu-tahunya maling, kan, berabe juga, Yo,” ucapku, Leo hanya mengangguk-angguk.
“Gue ke kamar duluan, deh, ya. Ngantuknya enggak nahan, nih,” ucap Leo sambil mengucek-ngucek matanya kayak anak bayi.
Ah, imut banget, sih ….
“Ya, udah, gue mau beresin ini dulu,” ucapku. Leo langsung melepaskan genggaman tangannya dan langsung berjalan ke arah kamar. Aku hanya menggeleng pelan dan mulai membereskan lukisan papa yang tadi jatuh.
***
“Bec ... bangun, Bec ....” Sebuah suara bas memasuki telingaku.
“Aduh, kebo banget, sih, ini anak. Bec! Bangun elah! Masa suami yang selalu bangunin istrinya setiap hari?” Suara bas itu terdengar lagi—melakukan aksi protes kepada seseorang.
Aku mulai mengerjapkan mata dan mengucek mataku perlahan, tapi tak sampai sepuluh detik aku memejamkan mataku lagi seolah dunia mimpi menarikku lagi untuk jatuh tertidur.
“Woy! Bangun, woy!” Suara bas itu terdengar lagi, seperti seseorang memukul lenganku.
“Iya … udah bangun, ini,” ucapku dengan suara serak.
“Bangun, tapi masih merem!” gerutu seseorang yang kuyakini itu Leo. Leo langsung menarik tanganku, tapi aku menahan badanku untuk tetap tiduran di kasur sembari memeluk gulingku erat.
“Leo! Gue masih ngantuk …,” rengekku. Sungguh aku masih benar-benar mengantuk, aku membereskan lukisan papa yang jatuh kemarin hampir menjelang fajar. Ya … walaupun itu karena diriku sendiri yang terlalu sok mau membetulkannya, padahal tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage [✓]
ChickLitRebecca, gadis berusia 16 tahun terpaksa menikah dengan pria sebaya nya oleh karena perjodohan gila yang dilakukan orang tua mereka berdua. Akankah pernikahan itu akan berlangsung lama? Highest ranking : #1 in ChickLit #2 in ChickLit