REVISI - TUJUH

20.1K 689 4
                                    

Aku terdiam lesu menatap “pemandangan” macet Jakarta sambil sesekali menyenandungkan lagu mellow dari radio mobil Leo yang sangat pas dengan perasaanku saat ini.

Tiba-tiba Leo berdeham dan membuatku melirik ke arahnya.

“Kenapa?” tanyaku.

“Hm ... coba, deh, lo telepon Grey atau Diana, dia udah sampai belum. Bilang kayaknya kita bakal telat, soalnya macet banget,” ucap Leo sambil melirik jam tangan.

“Oh … oke,” ucapku sambil mengeluarkan benda pipih dari kantong. Aku menekan nomor telepon Diana. Baru sambungan pertama, Diana langsung menjawab teleponku.

“Bec, lo berdua di mana, sih? Lima menit lagi film mulai, nih. Gue sama Grey udah masuk studio.” Aku menjauhkan ponselku, tak kuat jika harus mendengar teriakan Diana di seberang sana.

“Gue sama Leo kena macet, nih. Lo berdua duluan aja nontonnya.”

“Jaelah, ya, udahlah. Kita duluan. Oh, ya … kata Grey kalo masih mau nonton, bayarnya pake uang kalian dulu, bakal dirembes sama dia nanti. Udah, ya, kita mau masuk, nih … filmnya udah mau dimulai. Bye ….”

“O―”

Tut, tut, tut ....

Belum kujawab, Diana sudah memutuskan sambungan teleponnya sepihak.

“Mereka berdua udah nonton,” ucapku. Leo mengangguk-angguk.

“Lo, sih, tadi lama banget makannya,” ucap Leo.

“Jeh, lo  juga yang lama banget mandinya,” ucapku tidak mau kalah.

“Terserah lo!” ucap Leo sambil membuang muka ke arah kaca mobil.

Dih, ngambek.

***

Aku dan Leo sampai di bioskop tiga puluh menit kemudian. Kami masih sama-sama saling diam. Leo masih ngambek dan aku bodo amat.

“Selamat sore!” sapa petugas yang berjaga di meja tiket.

“Film Deadpool,” ucap Leo.

“Untuk berapa orang?” tanya petugas itu.

“Dua orang.”

“Di jam 15:25 atau 16:30?”

“15:25,” jawab Leo.

“Duduk di mana?”

“F, nomor 11 dan 12,” tutur Leo lagi.

“Terima kasih.” Petugas itu memberikan dua tiket kepada Leo.

“Mau popcorn?” tawar Leo kepadaku.

“Memang lo punya duit? Katanya lagi krisis?” cibirku.

“Tenang, entar sekalian minta rembes aja sama Grey, kan, dia yang bayarin. Tuh, mumpung diskon 10%,” tunjuk Leo pada papan yang bertuliskan diskon untuk pasangan.

“Sayangnya, kita bukan pasangan,” jawabku memutar mata malas.

“Pasangan, dong … kita, kan, udah nikah, sah suami-istri sekarang,” bisik Leo di telingaku yang membuat bulu kudukku naik, aku merinding. 

“Jauh-jauh dari gue!” Aku mendorong dada Leo agar menjauh, kening Leo berkerut dalam. “Bisikan lo bikin gue merinding ….” Kulihat Leo kemudian terkekeh geli.

“Terserah lo mau beli apa, tapi bayarnya pakai duit, lo, ya!”

“Patungan, dong!”

“Biar enak Grey ngerembesnya, kalo patungan, kan, ribet. Suami kayak apa, lo? Enggak mau bayarin istri.”

Young Marriage [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang