REVISI - TIGA BELAS

16.7K 637 12
                                    

Leonard―Jatuh cinta, mungkin adalah hal yang paling sulit untuk kurasakan. Selama ini, butuh waktu yang benar-benar lama untuk kuyakini bahwa aku benar-benar menyukainya. Namun, gadis itu, dalam beberapa pekan saja sudah mampu membuatku sadar bahwa aku menyukainya. Ah, salah. Bukan menyukainya, melainkan mencintainya. Tak terbayang olehku akan secepat ini untuk bisa mencintainya.

Gadis itu―yang kini telah menjadi istriku, yang berada satu atap, satu kamar bahkan satu ranjang yang sama―dulu adalah orang yang paling sering beradu pendapat denganku. Sifat kami yang berkebalikan, tidak ingin mengalah atau keras kepala, membuat aku atau bahkan dia saling membenci.

Benar kata orang, cinta dan benci hanya terpisah oleh satu garis tipis. Lucu, memang.  Yang kemarin benci setengah mati, hari ini jadi cinta setengah mati. Namun, takdir dan nasib tidak ada yang tahu, kan? Takdirku yang ternyata harus berpasangan dengannya dan nasibku untuk jatuh ke dalam pesonanya.

Gadis itu, Rebecca Aluna Dewi―gadis yang membuatku tidak tahan untuk tidak meliriknya, gadis yang sukses membuatku jatuh cinta dengannya hanya dalam waktu sekejap―gadis yang selalu kucuri ciumannya setiap malam.

Oh, jika dia mengetahui bahwa aku mencuri ciumannya setiap malam, mungkin aku akan langsung digampar atau bahkan dimutilasi olehnya. Membayangkan wajahnya yang marah jika mengetahui fakta itu, membuatku terkekeh pelan.

Aku mencintainya, tapi aku tidak tahu apakah dia mencintaiku juga atau tidak. Namun, satu hal yang pasti, aku selalu melihatnya blushing saat aku melakukan sesuatu yang manis untuknya. Jadi, kupikir mungkin dia menyukaiku. Okay, aku sedikit GR sekarang.

Mencintainya membuatku tampak seperti orang gila, tapi beruntungnya diriku, aku selalu dapat menahan ekspresiku jika bersamanya. Kalau aku tidak menahannya, mungkin aku sudah benar-benar dicap gila oleh Becca.

Oh, Tuhan, mengapa kau membuat Leonard Grey Aditya begitu cinta kepada seorang Rebecca Aluna Dewi? Jantungku bahkan rasanya seperti kurang pasokan udara jika bersamanya. Bahkan, saat bersama Julia, cinta pertamaku, aku tidak pernah seperti ini. 

Jujur saja, aku masih sedikit menyukai Julia, ditambah aku pernah bertemu dengannya waktu bersama Becca di toko kaset, penampilannya sangat jauh berbeda dengan yang terakhir kulihat. Aku akui Becca tidak secantik Julia, tapi Becca mempunyai pesonanya sendiri yang membuatku jatuh cinta dengan mudah kepadanya.
Mungkin bisa kusebut Becca itu tidak peka sama sekali, kenapa? Karena dia bahkan tidak menyadari ada pria di dekatnya yang sangat mencintainya.
Ah, ya, sudahkah kubilang bahwa Diana menyukaiku? Ini memang berat, tapi harus kuucapkan, aku, Grey, Diana, dan Becca terlibat cinta segi empat. Grey menyukai Diana, tapi Diana menyukaiku, dan aku menyukai Becca. Sayangnya, aku tidak tahu apa Becca menyukaiku? Atau … jangan bilang bahwa Becca malah menyukai Grey.

Ya, bisa saja, sih, kalau Becca menyukai Grey, secara Grey adalah tipe pria romantis, hangat, humoris meski kadang pecicilan dan juga narsis, sedangkan aku? Bila di dekat Becca entah kenapa kami selalu beradu mulut. Bahkan, kadang aku memergoki Becca beberapa kali tersipu malu saat Grey membuat sebuah hal yang menurutku lebih mirip sebuah lelucon. Ah, jangan lupakan Dion, sepupu berengsekku itu.

Nathaniel Dionardo Aryenrey, sepupu tampanku yang baru saja kembali dari Korea, umurnya berbeda empat tahun dariku, tapi kelakukannya tak beda jauh dengan anak bocah.

Sejak pertama kali bertemu dengan Dion, sering sekali aku mendapati Becca sedang menatap Dion malu-malu. Apa ada kemungkinan bahwa Becca menyukai Dion, ditambah Dion adalah pria yang ceria juga romantis walaupun mesum. Kuakui juga, wajahnya tampan bagaikan artis Korea yang terkenal itu, siapa namanya? Lee In Ho? Lee Jin Ho? Atau Lee Sin Ho? Ah, aku tidak peduli dengan siapa nama artis itu.

Beberapa kali aku juga mendengar Dion bercerita bahwa ada agensi terkenal yang menawarinya bergabung, tapi memang Dion itu bodoh, dia langsung menolak tawaran itu karena katanya dia tidak ingin menjual wajahnya. Padahal, setiap hari dia juga menjual wajahnya kepada pelayan swalayan yang bekerja di dekat rumah hanya untuk meminta diskon, ck.

Mungkin benar kata Becca bahwa kehadiran Dion di rumah memang menambah keramaian dan keseruan kami, tapi jika Dion tinggal lama-lama aku juga jadi panas sendiri. Bukannya aku tidak suka jika Dion tinggal bersamaku juga Becca, tapi jika melihat setiap kali Becca melirik Dion rasanya aku benar-benar tidak tahan.

Dibandingkan Grey, bisa kukatakan Dion adalah saingan yang paling sulit kukalahkan. Secara … dia adalah sepupuku, dia sangat dan amat sangat ahli mempermainkan hati wanita.

Sifatnya yang hangat mudah sekali membuat wanita termasuk Becca mungkin jatuh cinta, wajahnya yang tampan juga salah satu faktor tersulit. Bukannya aku tidak tampan dan bukannya aku gede rasa atau terlalu pede, tapi … kuakui wajahku memang tidak kalah tampan dari Dion.

Mungkin sikap dingin yang sudah menjadi kebiasaanku ini bisa jadi adalah salah satu faktor Becca tidak menyukaiku. Namun, bagaimanapun juga aku harus tetap berusaha untuk membuat Becca menyukaiku. Bukankah memang begitu seharusnya?

Lalu, pandanganku beralih pada gadis yang kini terlelap di pahaku. Terlelap setelah tadi kunyanyikan sebuah lagu pengantar tidur. Kuusap puncak kepalanya dengan lembut—menjaganya agar tetap nyaman.

Hal biasa yang aku dapatkan dulu dari mama ketika aku sakit, sekarang aku terapkan juga pada Becca, istriku. Mengucapkan kata istri pada Becca membuatku tertawa geli. Ada rasa hangat menjalar di rongga dadaku. Ada rasa senang yang tak dapat kujelaskan. Rasanya aku ingin selalu mengucapkan kata istri kepadanya, mengklaimnya bahwa dia adalah milikku. Namun, aku tahu aku harus bersabar. Tidak sekarang karena kami masih pelajar. Namun, sebenarnya aku, sih, tidak masalah. Aku hanya mengkhawatirkan Becca yang mungkin tidak akan siap digunjingkan siswa-siswi satu sekolah jika mereka tahu status kami.

Aku jadi teringat kata-kata papa Becca di hari pertama aku sah menjadi suami putrinya.

“Rey, Becca adalah putri Papa satu-satunya yang sangat Papa sayang. Putri Papa mungkin banyak kekurangan. Tapi, dia adalah sosok yang baik meski kadang jutek pada orang yang baru dikenalnya. Percayalah, untuk bisa jatuh cinta padanya tidak akan sulit, kok. Tolong jaga putri Papa, ya. Tolong bimbing dia untuk menjadi istri yang baik. Bahagiakan dia seperti Papa membahagiakan dia, ya, Rey. Papa percayakan Becca sama kamu.”

Papa benar, memang mudah untuk bisa mencintai Becca. Bahkan, aku sudah mulai menyukainya sejak pertemuan pertama kami ketika di SMP dulu. Hanya … sekarang aku sadar rasa suka itu telah berkembang menjadi cinta. Namun, aku lagi-lagi menghela napas panjang karena masih mempertanyakan apa Becca menyukaiku? Mencintaiku? Sebegitu tidak pekanyakah Becca sampai tidak menyadarinya? Padahal, aku sering kali memberikan kode kepadanya.

“Perasaan lo ke gue itu sebenernya gimana, sih, Bec?” tanyaku padanya seperti orang bodoh. Padahal, aku tahu Becca tidak akan membalasnya karena dia masih asik terlelap. Pusing yang menderanya pasti membuatnya lebih menikmati dunia mimpi dibanding mendengar suaraku yang yang dilanda frustrasi.

“Gue harus gimana, Bec, biar lo suka dan cinta sama gue?”

———

Balik lagi! Semoga suka sama part kali ini yaaa! Thank you buat yang udah baca sampe sejauh ini❤️ ditunggu part selanjutnya yaa!

CALARIDE_

Young Marriage [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang