"Ah, Becca baik banget!” ucap Dion yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.
Aku meliriknya lalu terkekeh pelan. “Tadi kan lo udah masak, nah … sekarang giliran gue.”
Dion mengerucutkan bibir lalu menatapku seperti tidak enak. “Tadinya enggak apa-apa kalau gue aja yang cuci. Gue kan lagi numpang di sini, masa lo yang cuci?”
“Lah, memang lo numpang di sini cuma buat jadi babu? Kita di sini sama, enggak ada perbedaan atau hierarki apa pun. Lo udah di bagian masak, udah seharusnya gue di bagian bersih-bersih,” ucapku bijak.
Dion lalu tertawa mendengar ucapanku. Dia lalu mengambil kain lap dan mengelap piring yang masih basah. “Leo enggak salah dijodohin sama lo. Lo orang baik.”“Jadi orang baik itu wajar kali, Yon,” balasku tersenyum tipis.
“Ya, betul, sih ….” Dion tertawa lagi. “Tapi … gue senang …,” Dion menggantungkan kalimatnya. “Senang … Leo nemu gadis yang tepat buat pasangan hidupnya …. Lo bisa ngimbangin dia.”
Aku terdiam lama, memikirkan ucapan Dion. “Apaan sih, Yon!” pukulku pelan pada lengan Dion sembari tersipu malu.
“Coba kalau lo enggak nikah sama Leo, pasti gue udah suka kali sama lo. Mungkin udah gue nikahin juga.”
Aku sebenarnya sedikit terkejut dengan ucapan Dion. Namun, aku kembali membalasnya dengan candaan, “Ah, lo bisa aja.”“Tapi, beneran, Bec, cewek kayak lo limited edition.”
“Memangnya gue tas sama baju sampe limited edition segala. Entar gue baper, nih, gimana?”
“Ya, enggak apa-apa, nanti kalau lo baper lo sama gue aja. Leo tinggalin aja, haha!”
Ucapannya membuatku kembali tertegun. Aku berdeham pelan. “Tapi … kalau gue enggak nikah sama Leo, kita enggak akan ketemu, kan?”
“Namanya jodoh siapa yang tahu, Bec? Orang Sabang aja bisa ketemu orang Merauke.”
Aku menggaruk tengkukku, tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Namun, Dion malah tertawa kencang. “Ekspresi lo lucu.”
“Lo mah nanggapin ucapan gue aja, ih. Udah tahu gue suka bercanda, lagian tipe gue bukan lo. Sorry aja,” lanjut Dion yang hampir membuatku melempar garpu di depanku.
“Lihat ekspresi lo kayak gini, gue udah bisa tebak. Lo suka sama Leo, kan?” tanya Dion yang membuatku mengernyit heran
“Kagaklah!” tukasku cepat.
“Ah, elah, Bec. Udah, sih, jujur aja sama gue. Gue enggak bocorin, deh!”
“Ya, gue memang kagak suka sama dia, mau jujur gimana?”
Dion kembali menatapku. “Terkadang kita yang enggak sadar kalau sebenarnya kita suka sama seseorang.”
Aku membalas menatap Dion. Ucapannya benar, kadang kita saja yang enggak sadar kalau sebenarnya kita suka sama seseorang, baru sadar kalau memang seseorang itu sudah menjauh.
“Sekarang, gue tanya, deh. Kalau lo ditatap Leo kayak gini deg-degan, enggak?” tanya Dion sambil menatapku intens.
Aku terdiam sebentar. Namun, seperti terhipnotis olehnya, aku malah mengangguk, menjawab jujur pertanyaannya, “Mungkin iya ….”
“Lo suka kepikiran sama Leo, enggak?” tanya Dion lagi.
“Hm … kadang, sih ....”
“Kalau lo ngomong sama dia ada yang beda, enggak?”
“Ada!” jawabku cepat.
Dion pun langsung menepuk tangannya seolah ia berhasil mendapatkan sebuah jawaban yang sedari tadi ia tunggu. “Nah, kan!” serunya.
“Gue suka kesal tiap ngomong sama dia!” balasku sambil tertawa kencang.
Dion menghela napasnya lalu menatapku dengan malas. “Bukan itu yang gue maksud, Rebecca …” teriak Dion.Aku malah melarikan diri, meninggalkanya, tapi di dalam pikiranku, aku masih memikirkannya. Mungkin memang aku sudah menyukai Leo, tapi aku tidak menyadarinya. Namun, yang menjadi permasalahannya, kenapa aku bisa menyukainya?
Saat aku memasuki kamar, aku masih memikirkannya sampai suara pintu kamar mandi yang terbuka menyadarkanku. Leo keluar dari sana dengan pakaian style tidurnya. Dia berjalan menuju ranjang, merebahkan tubuhnya dan menarik selimut menutupi dadanya.
“Udah mau tidur?” tanyanya kepadaku. Aku mengangguk sebagai jawaban, lalu ikut menarik selimut. “Gue matiin lampunya, ya, kalo gitu.”
“Iya.”
Aku mencoba menutup mata, tapi nihil karena sebelumnya aku masih belum mengantuk.
“Bec?” Panggilan Leo membuatku membuka mataku. Di remangnya pencahayan kamar, aku menolehkan wajahku ke samping—sisi Leo berbaring. Kulihat dia berbaring miring menghadapku, menatapku.
“Lo pernah suka sama orang, enggak?”
Aku hanya terdiam tidak membalasnya. Namun, lagi-lagi ia bertanya kepadaku, “Siapa aja yang pernah lo suka?”
Keningku berkerut dalam, kenapa Leo menanyakan hal seperti itu kepadaku?
“Lo percaya, enggak kalau gue bilang gue pernah suka sama lo?” tanya Leo lagi seolah tahu aku tidak akan menjawab pertanyaan sebelumnya.
Aku langsung membelalakkan kedua mata. Entah mengapa aku jadi gugup sendiri. Namun, cepat-cepat aku membalasnya dengan candaan, agar Leo tidak tahu kegugupanku. “Percaya aja. Gue, kan, cantik, gimana lo enggak suka?”
“Najis, pede banget,” balas Leo.
“Biarin, yang penting memang kenyataannya begitu.”
“Tapi, serius … gue pernah suka sama lo. Karena lo lucu. Tiap gue ledekin lo, ekspresi lo lucu. Dan gue ngerasa gue suka sama lo …” Leo menjeda ucapannya. “Tapi, abis itu Claudia dateng, ngalihin perhatian gue, gue jadi suka sama dia. Eh, malah akhirnya zonk. Tahu gitu dari dulu gue dekatin lo aja, ya, Bec,” ucap Leo dengan tawa pelannya.
“Nyesel, ya? Cie ... nyesel,” godaku sambil terkekeh pelan.
Leo mengangkat sebelah alisnya. “Enggak nyesel, sih. Gue sekarang bahkan dapat status yang jauh lebih tinggi dari seorang pacar.”
Aku merasakan pipiku memanas. Astaga, dia memang berniat menggodaku atau bagaimana. Namun, perkataannya pasti tambah membuatku tidak bisa tidur.
“Ya, in aja, ya, Yo,” kataku lalu kembali berbalik memunggunginya.
“Jeh, kampret. Ya, udah, gue cuma mau ngomong itu aja. Good night,” balasnya.
“Hm .... G-good night,” balasku sambil tersipu malu. Aku yakin wajahku sekarang pasti memerah. Untung saja lampu sudah di matikan dan pencahayan kamar telah remang hanya berasal dari lampu di balkon kamar, sehingga Leo tidak dapat melihatnya.
Hatiku berbunga-bunga sekarang, dalam selimut senyumku selalu terukir. Sungguh jika terus-terusan seperti ini bisa-bisa aku menyukai Leo. Tidak … tidak. Ingat, Becca! Diana juga menyukai Leo. Cukup status ini yang membuatku pusing, jangan perasaanku juga.
———
Jangan lupa vote dan komen yaa, kasih saran juga apa yaa! Thank you( ˘ ³˘)♥
CALARIDE_
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage [✓]
ChickLitRebecca, gadis berusia 16 tahun terpaksa menikah dengan pria sebaya nya oleh karena perjodohan gila yang dilakukan orang tua mereka berdua. Akankah pernikahan itu akan berlangsung lama? Highest ranking : #1 in ChickLit #2 in ChickLit