13

62 9 0
                                    

Lura akhirnya sampai dirumahnya, dibantu dengan Huening Kai. Untung saat itu mereka tidak sengaja berpapasan, Lura tidak segan-segan meminta pertolongan pada temannya itu.

Lura frustrasi. Ia merasa sangat bodoh menjadi sahabat. Saking emosinya, ia menutup pintu kamarnya, menguncinya lalu menghancurkan cctv di kamarnya dengan sihirnya.

Emosinya saat ini tidak dapat dikendalikan yang membuat sihirnya juga tidak dapat terkendali. Ia menangis hebat, dengan menutupi wajahnya dengan bantal.

TOK.. TOK.. TOK

Pintu kamar wanita itu terus berbunyi, ia tahu pelakunya adalah sepupunya sendiri. Pria itu pasti sempat melihatnya secara sengaja menghancurkan cctv yang membuat monitor yang awalnya menampakkan kamar wanita itu langsung berubah menjadi warna hitam.

"PERGI KAU! JANGAN SAMPAI ADA YANG MENGGANGGU KU ATAU AKU MATI SEKARANG JUGA!" Teriak Lura. Ketika emosi wanita itu bercampur, maka kekuatannya tidak dapat ia kembalikan.

"LURA! BUKA PINTUNYA! KAU TAHU KALAU PINTU INI TIDAK BISA RUSAK BILA KU TENDANG SAJA KAN?! KU MOHON, BUKA PINTUNYA. JANGAN SAMPAI KAU MENYAKITI DIRIMU!" balas Taehyun teriak. Lura membuka bantal yang menutupi wajahnya dan melemparnya begitu saja di pintu. Bisa-bisanya Taehyun membuat lelucon disaat perasaannya tercampur aduk.

"PERGI!!... hiks.. hiks," air mata terus saja mengalir. Sedih, cemburu, marah, itu tiga hal yang seharusnya Lura hindari. Ketiga hal tersebut bila disatukan dapat membuatnya tidak dapat mengendalikan sihir nya. Sampai ia sadar dan mencari sesuatu. Ia melihat buku sihirnya di atas meja belajarnya. Lura pun berdiri lalu mengambilnya. Membukanya buku tersebut perlahan dikasur empuk terakhirnya, setelah itu ia membaca satu kalimat yang harus di tanggungnya sekarang.

"SAYANG, BUKA PINTUNYA! INI IBU," ibunya datang mengetuk pintu sekeras mungkin. Bahkan ibunya sendiri, ia tidak mau menurut. Durhaka memang. Tapi, saat ini ia butuh sendiri. Ia melempar buku ditangannya. Menutup wajahnya dengan bantal sedalam mungkin agar ia sulit bernafas.

"Maafkan aku, tapi sepertinya aku tidak bisa lebih lama lagi." Lura memejamkan matanya. Sebelum ia menghembuskan nafasnya yang terakhir kali, ia tersenyum dan mengatakan. "Terima kasih Taehyun untuk tahun-tahun yang kita buat bersama. Dan juga Soobin, maaf karena aku yang duluan pergi."

Setelah pintu terbuka, Lura sudah tidak sadarkan diri di kasurnya.

💥💥💥

Taehyun terus saja bolak-balik di depan pintu IGD. Menggigit kuku jarinya yang nampaknya sangat khawatir akan keadaan sepupunya.

"Sayang, sudah. Duduk dulu yuk," Jihyun menyuruh anaknya duduk disebelahnya, pasalnya ia pusing melihat anaknya bolak-balik tidak jelas di depan pintu. Bukan hanya anaknya saja yang khawatir dengan keadaan Lura. Tetapi, kedua orang tua wanita itu.

"Kita berdoa saja, supaya Lura masih bisa diberi kesehatan agar dapat beraktivitas kembali." setelah mengucapkan hal tersebut. Pria yang seumuran dengan Taehyun dan Lura datang, berlari menuju mereka dengan wajah cemas.

Taehyun langsung saja berdiri dari duduknya dan memegang kerah pria didepannya. "kau melakukan apa sama Lura sampai ia seperti itu hah? Kau membuatnya mati, bodoh! Kau ini sebenarnya sahabatnya atau bukan hah?!" pria didepannya menunduk lesu.

"Jawab Choi Soobin!" Taehyun ingin sekali berteriak di depan wajah teman dekatnya, tapi mengingat mereka sedang ada di rumah sakit, ia urungkan dan hanya menggantinya dengan menegaskan kata-katanya.

"Ini memang salah ku, karena terlambat mengungkapkan perasaanku." Taehyun mendadak lemas, ia melepaskan kerah Soobin dan menatap ke arah lain.

"Kenapa? Kenapa kau terlambat mengatakannya? Padahal aku sudah melepaskannya untukmu, kenapa?" Lirih Taehyun. Dia tidak bisa berbohong, bahwa ia sedih, sangat sedih melihat mimpi Lura yang tidak bisa tercapai.

ᴍᴀɢɪᴄ ʟᴏᴠᴇ | ᴋᴀɴɢ ᴛᴀᴇʜʏᴜɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang