13. LSM Bukan Hanya Lee Seokmin

921 152 40
                                    

Noona percaya padaku, kan?

Kalau Jisoo tahu apa yang Seokmin maksud, pasti, tanpa ragu, Jisoo akan menganggukkan kepala.
_____

Terhitung sudah hampir 24 jam lamanya Seokmin tidak menghubungi Jisoo. Baik itu berupa pesan singkat maupun sambungan telepon. Tanpa kabar, usai memberitahu cuti dadakan kemarin. Sebenarnya tidak masalah. Toh nanti sore mereka akan bertemu. Meski tidak diminta. Jisoo menarik kesimpulan sendiri. Cuti dadakannya hanya berlaku untuk kemarin. Tidak mungkin pesta ulang tahun teman kampus Seokmin berlangsung hingga lebih dari 24 jam.

Dan karena itulah Jisoo sok berperilaku biasa meski sejujurnya sudah tidak terhitung berapa kali mengecek notifikasi ponsel. Berharap setidaknya diberi kabar. Tidak muluk-muluk. Cukup sapaan ringan seperti yang biasa Seokmin kirimkan kepada Jisoo sebelum tidur.

Baiklah, lupakan. Jisoo menutup mata. Menggeleng secepat yang ia bisa. Meluruskan jaringan kabel kusut yang ada di otak. Mungkin Seokmin ada kelas pagi dan baru pulang menjelang sore nanti. Jadwal kuliahnya terlalu padat hingga tidak sempat menghubungi Noona Jendela. Sudah cukup. Buang jauh perasaan anehnya. Jisoo masih memiliki pekerjaan lain yang jauh lebih penting, daripada mengecek notifikasi.

Nyalakan kamera, Jisoo mengintip hasil pencarian beritanya hari ini dengan perasaan puas. Bukan kasus kekerasan, ataupun skandal. Hari ini Jisoo bertemu dengan salah seorang nenek yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah rumah sakit. Jisoo memutuskan untuk mengangkat kisah hidup beliau, begitu tahu bagaimana perjuangannya bertahan hidup di tengah hiruk pikuk ibu kota.

Di tengah ibu kota yang padat dan dipenuhi oleh bangun megah, masih terselip di antaranya para pejuang yang tidak tersentuh kemewahan sedikitpun. Bahkan terkadang hanya makan sekali dalam sehari. Jisoo terenyuh. Teringat masa lalu, saat baru diberhentikan oleh salah satu perusahaan periklanan. Hari itu, hingga beberapa hari berikutnya, mulut Jisoo tidak hentinya melafalkan kalimat mengeluh. Padahal saat itu, ia masih bisa makan 3 kali dalam sehari. Meski kadang hanya diisi dengan sebungkus roti. Itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.

Berbincang banyak dengan Nyonya Shin, Jisoo merasa tenang. Rasanya seperti sedang berbincang ringan dengan neneknya sendiri. Tentu sebelumnya Jisoo telah meminta izin merekam pembicaraan mereka untuk dimuat dalam situs berita. Beliau sama sekali tidak keberatan. Berharap akan memberi semua orang pelajaran agar memperbanyak rasa syukur. Tidak ada alasan lagi untuk mengeluh.

Sekali lagi, Jisoo sungguh puas dengan hasil pencarian beritanya hari ini. Hasil pengambilan gambarnya pun terlihat begitu bagus. Kegiatan Nyonya Shin sehari-hari saat bekerja. Mengepel lantai rumah sakit, mengumpulkan seluruh sampah lalu membuangnya, juga mengelap kaca. Jisoo sempat memberi beliau sebungkus makanan untuk disantap siang ini. Sebuah pelukan pun diterimanya sebagai ucapan terima kasih.

Ah... Jisoo jadi rindu dengan neneknya yang sudah berada di Surga. Juga rindu mamanya, tentu saja.

Bicara mengenai mama, Jisoo belum menghubungi mamanya hari ini. Dengan segera Jisoo mengambil ponsel genggam. Menghubungi beliau. Hanya tersambung kurang dari 10 menit. Obrolan mereka disela oleh panggilan pelanggan yang hendak membeli sesuatu. Mama Jisoo memang bekerja sebagai penjaga toko kelontong di salah satu sudut kota Anyang.

Meskipun hanya sebentar, Jisoo merasa sudah cukup bahagia. Perasaan rindunya telah terobati sedikit. Bangkit, Jisoo akhirnya beranjak dari posisi duduk. Istirahatnya sudah cukup. Waktunya untuk pulang.

Langkah kecil Jisoo sempat terhenti berkat sebuah panggilan telepon. Akhirnya. Nama Seokmin tertera pada layar. Tanpa sadar Jisoo menyinggungkan senyum. Karena kemarin mereka tidak bertemu sama sekali, rasanya Jisoo tidak sabar untuk bekerja menemani Seokmin belajar malam ini. Ada banyak topik yang hendak ia bicarakan.

Sugar Boy (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang