19. Pengacara Jeon

822 162 86
                                    

Peri Hangus menakuti. "Salah bicara sedikit saja, kamu akan dimutilasi! Dicincang menjadi kecil seperti daging sapi."
_____

Empat buah gelas kosong disusun berjejer. Minuman kopi dimasukkan ke dalamnya. Disusul oleh susu putih yang seketika larut lalu mengubah warna kopi menjadi cokelat muda. Warna yang cantik.

"Apa ini cukup?"

Melihat Mingyu mengangguk laju, step berikutnya dilakukan. Seokmin memasukkan banyak bongkahan es batu kecil ke dalam setiap gelas. Kini, gelas yang sebelumnya kosong itu telah terisi penuh. Isinya pun nampak sedap untuk dihirup. Kopi berkualitas terbaik, kata Seungcheol. Memang sengaja dibawakan hari ini. Oleh-oleh dari kekasihnya, Yoon Jeonghan, baru saja pulang bertugas di luar kota.

"Kamu temani Jisoo noona dan Seungcheol hyung saja. Aku bisa mengurus ini sendiri," kata Mingyu.

Seokmin tertawa. Jika diingat-ingat, tawa ini adalah tawa pertama Seokmin hari ini. Jujur saja. Seokmin merasa jauh lebih baik setelah menangis di balkon lalu melakukan curhat dadakan bersama Mingyu. Terasa plong. Beban di kepalanya seakan ditiup angin tanpa menyisakan serpihan sedikitpun. Selain itu, keyakinan Seokmin pun semakin kuat. Ia pasti bisa melewati masa terberat ini dan membersihkan nama baiknya. Bahkan sebelum diketahui oleh ibunya. Karena memang, Seokmin belum menceritakan masalah ini sedikitpun pada keluarga. Termasuk pada sang ibu sekalipun.

Sayangnya rasa tenang Seokmin ini tidak berlangsung lama. Baru beberapa menit menerima tamu, Choi Seungcheol, ia malah menerima kabar buruk. Pengacara Moon tidak bisa mendampinginya lagi di persidangan mendatang.

Kembali ke ruang tamu, Seokmin mendapati Seungcheol dan Jisoo masih nampak serius berdiskusi. Dengan wajah ceria Seokmin mendatangi mereka, berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Pasti ada jalan keluarnya. "Seungcheol hyung bilang banyak memiliki kenalan pengacara lain, kan? Didampingi siapa pun, itu tidak masalah. Aku yakin semua teman-teman hyung adalah orang baik."

"Bukan itu masalahnya..." ringis Jisoo. "Waktunya hanya seminggu. Jadi kita butuh pengacara terbaik agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Mempelajari suatu kasus dalam waktu singkat bukan pekerjaan yang mudah, Seokmin-ah. Bisa-bisa malah merugikan posisimu."

"Kenapa melahirkannya bisa dadakan seperti ini, sih? Membuat semua orang repot." Mingyu langsung menyela. Membawa nampan berisi 4 gelas kopi yang dibuatnya bersama Seokmin tadi dan setoples camilan. Duduk di lantai. Melipat tangan di atas meja. Menatap Seungcheol dengan wajah merengut. "Harusnya sebelum menerima tawaran menjadi Pengacara Seokmin, bilang dulu kalau istrinya sedang hamil. Jadi kita bisa mempertimbangkan. Mana di China lagi, astaga..."

Seungcheol menyentuh bahu Mingyu. Berusaha menghentikan omelan Lelaki Kim itu. Menarik perhatian. Sebagai sesama lelaki dan sekarang sedang bersiap-siap dengan sebuah pernikahan, Seungcheol tahu persis bagaimana sulitnya posisi Jun. "Namanya juga suami. Apalagi ini adalah anak pertamanya. Wajar kalau dia memproritaskan istri dan anak di atas segala-galanya. Benar, aku memiliki banyak kenalan pengacara. Kalau kalian mau, aku bisa menunjukkan profil mereka satu per satu, cek secara detail dulu, supaya tidak terjadi hal seperti ini lagi."

"Sebenarnya... Aku kenal dengan salah seorang pengacara," Mingyu menyahuti pelan. Nampak malu-malu. "Yah... Belum bisa dikatakan pengacara juga sih. Dia baru lulus. Wisuda minggu kemarin. Jadi belum mendapat pekerjaan. Tapi tenang, dia Sarjana Hukum dan cumlaude."

"Baru lulus? Berarti belum ujian advokat?" tanya Seungcheol. Melihat Mingyu menggeleng tidak mengerti, ia mendesah pelan. "Kalau belum ujian advokat, mana bisa menjadi pengacara, Kim Mingyu..."

Mingyu masih tidak mengerti. "Memangnya ujian advokat itu apa?" Lalu Seokmin tergelak menahan tawa. Mingyu tidak terima ditertawakan. "Jangan menertawakanku! Memangnya kamu tahu apa itu ujian advokat?"

Sugar Boy (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang