Misi

1.4K 111 0
                                    

"Come on, cepatlah! Kita harus masuk!" seru seorang gadis berponi pada kelima rekannya.

   "Tidak perlu berteriak, suaramu cempreng." sahut salah satu dari mereka melontarkan celaan.

   Si gadis berponi hanya mendengus, sebelum benar-benar melangkahkan kaki ke dalam kabin pesawat. Kendaraan yang akan mengantarnya menuju misi selanjutnya.

   "Indonesia! I'm so excited." pekik salah satu gadis dengan tertahan ketika mereka semua sudah benar-benar duduk.

   Tak ada yang menanggapinya dalam sesaat. Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing sambil menunggu waktu pesawat benar-benar lepas landas. Bahkan, seorang gadis berambut cepak yang duduk di dekat jendela sudah mencoba tidur. 

   "Dipikir-pikir, aku setuju dengan ucapanmu. Aku juga benar-benar merasa semangat dalam misi ini. Kudengar, di Indonesia banyak destinasi tempat wisata yang indah, aku ingin mengunjunginya kalau sempat." balas seseorang lagi menyetujui si gadis berponi.

   Si rambut cepak hanya mendengus sebal. "Diamlah. Kau menggangguku."

   Memang benar, untuk sesaat tak ada lagi yang membuka topik obrolan karena ucapannya itu.

   Airya Aletta Kurniawan. Gadis blasteran berambut cepak asal Indonesia-Belanda yang telah bergabung menjadi agen ketika usianya menginjak 14 tahun. Seorang agen muda yang multitalenta, mengalahkan para senior-seniornya yang jauh lebih tua dibandingkan dirinya yang saat ini masih berusia 16 tahun.

   Airyna Avillia Kurniawan. Agen berkemampuan utama sebagai perakit dan hacker, hingga hampir tidak ada yang tak bisa diretasnya. Gadis yang bersaudara kembar dengan Airya ini juga bergabung menjadi agen saat usianya 14 tahun.

   Leonitta Verkova. Si gadis blasteran Italia-Rusia, meskipun masih ada darah keturunan Indonesia yang mengalir dalam tubuhnya. Ia adalah yang tercerdik diantara yang lain, sehingga posisinya menjadi pengatur strategi dalam sebuah misi.

   Park Karin See. Agen muda dari Korea yang menempati posisi sebagai peracik dan penyembuh. Diantara enam rekannya, ia adalah yang paling tua diusianya yang sekarang hampir menginjak 18 tahun. Termasuk ke dalam nominasi agen tercerdas, sehingga dengan cepat ia menguasai bahasa asing.

   Benneta Ericson. Satu-satunya gadis yang tak memiliki darah Indonesia selain Karin, namun sangat fasih dalam berbahasa Indonesia. Ia cenderung sebagai pelindung, walau sebenarnya termasuk dalam agen multitalenta.

   Siska Apriliyanti. Terkenal dengan kemampuannya dalam menyusup, hingga julukan 'Elang Malam' melekat pada diri gadis Indonesia ini.

   The Agent. Perkumpulan para agen yang berpusat di London, Inggris. Perkumpulan ini telah banyak melahirkan agen-agen berbakat, contohnya dari tim Et Puella yang beranggotakan enam orang gadis. Tim itu merupakan salah satu tim garapan The Agent yang sempurna, bahkan dapat menyaingi kemampuan agen-agen yang lebih senior. Hingga tak heran jika mustahil ada misi yang tak terselesaikan dengan baik.

***

"Kondisikan ucapanmu itu, Ai. Semakin hari kau semakin mirip kulkas saja." tegur Karin.

   Sedangkan Airya, hanya mengedikkan bahu tak acuh sebelum memutuskan untuk diam dan tidur. Berbeda dengan saudarinya, Airyna justru asyik menenggelamkan dirinya dalam novel Sherlock Holmes miliknya.

   "Semoga ia cepat berubah. Aku kadang kesal dengan sikap acuhnya itu." desis Siska si gadis berponi, yang tempat duduknya memang persis di depan Airyna.

   "Terus saja berharap. Aku tak dapat menjamin." balas Airyna cuek. Entah dari kapan ia hampir menyerupai sifat kembarannya itu.

   Baru saja Siska ingin bersuara lagi, Airyna sudah mengisyaratkan agar gadis itu diam. Alhasil, Siska merengut dan langsung membenarkan posisinya seperti semula.

   Untuk sesaat, baik si kembar ataupun Siska diam, berusaha menikmati perjalanan tanpa mengganggu penumpang yang lain. Sampai akhirnya bibir Airyna bergerak lamat-lamat, seiring matanya melirik ke samping kanan, ke arah adiknya yang terlelap.

   "Aku juga berharap begitu." bisik Airyna samar, yang sepertinya tidak akan didengar orang lain selain dirinya sendiri. 

***

"Huh, lelahnya..." ujar Airyna melepas penat ketika mereka sudah berada dalam mansion milik The Agent di Jakarta.

   Airya hanya tersenyum tipis merespon ucapan kakak kembarnya itu. Kemudian, ia meletakkan koper berukuran sedang miliknya ke lantai seraya merogoh sesuatu dari dalam kopernya. Terlihat seperti sebuah buku, tapi terlalu tipis untuk disebut buku.

   "Aww! Itu sakit, bocah!" jerit Airyna ketika Airya tiba-tiba melemparkan buku tipis itu dan tepat mengenai dahi mulusnya.

   Airya hanya mengedikkan bahunya acuh. "Itu rapor palsumu."

   Airyna mengernyit, lalu bangkit dari acara tidurannya. Menatap malas buku rapornya yang barusan dilemparkan oleh Airya. Merasa tidak asing dengan benda itu, layaknya deja vu.

   "Rapor?" gumamnya.

   Airya hanya menjawab dengan deheman. Ia malah mengalihkan perhatiannya pada rapor palsu miliknya sendiri. Terdapat nama palsu untuk keperluan penyamaran, serta data-data nilai yang sudah disusun sangat apik oleh pihak The Agent.

   "Ryna Van Houtten. Well, it's not really bad." komentar Airyna saat membaca sekilas rapornya.

   Kemudian, baik Airya maupun Airyna sama-sama meletakkan rapornya ke atas nakas di samping ranjang. Sebelum akhirnya terlarut dalam kegiatan masing-masing.

   "I miss you so much, Indonesia," gumam Airyna yang sedang memandang keluar jendela kamar yang terbuka lebar.

   Udara hangat seolah membelai wajah mulus gadis itu. Cuaca ini, aroma tanah ini, sudah lama tak dirasakan olehnya. Perlahan tapi pasti, rasa nyaman itu berubah menjadi sensasi getir yang seolah menghujaminya dengan kilas balik masalalu.

   BRAK!

   Gadis itu menutup(atau membanting?) jendela dengan cukup keras. Ditariknya wajah mundur, menciptakan kerutan samar di wajah adiknya.

   "Ada apa?" tanya Airya.

   "Entahlah. Aku merasa..." jawab Airyna. "Flashback. Itu menyakitkan."

   Airya hanya mengangguk-angguk seakan tak peduli.

   "Tidurlah. Kau butuh istirahat untuk besok." ucapnya.

   Airyna tak merespon dengan ucapan, hanya beringsut ke arah ranjangnya dan bersiap tidur.

***

Keesokan hari. Senin, 06.45 WIB.

   "Aish, cepatlah! Aku tidak ingin terlambat di hari pertama!" seru Siska, yang lagi-lagi heboh sendiri.

   Karin yang mendengar seruan itu dari arah ruang tengah pun hanya merotasi bola matanya, malas. Lalu berjalan gontai dengan mengajak para rekannya yang lain.

   "Ayo berangkat. Si pengacau sudah berisik," ujarnya saat berpapasan dengan yang lain.

   Tak ada yang merespon lebih, hanya mengangguk dan memutar tubuh ke arah sumber suara Siska yang memekakkan.

   "Bisakah kau tidak berisik? Ini masih pagi, dan aku sudah kena serangan migrain karena suaramu," gerutu Leonitta.

   Siska hanya menampilkan senyuman lima jari sebagai jawabannya. Kemudian, berlari kecil ke arah gerbang rumah dan menaiki mobil pribadi The Agent.

***

  

The Agents ; ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang