Terungkap

506 62 0
                                    

"Jangan dekat-dekat dengan mereka, bisa saja mereka melenyapkan nyawa kita!" sindir salah seorang siswi mulai menggunjing.

   "Eww, mereka memang tak pantas disini!"

   "Lantas, mereka lebih pantas dimana?"

   "Mendekam di jeruji besi! Hahaha..."

   Gelak tawa meremehkan meledak. Airmata Siska dan Leonitta mulai meluncur turun, yang langsung buru-buru dihapus.

   "Cukup! Kalian bisa membuat mereka depresi!" seru Ariel, menjadi penengah.

   "Untuk apa kau membela mereka, huh? Mereka bisa dikategorikan pengkhianat sekolah, kau tahu?" sahut siswa lain.

   "Tahu apa kalian tentang mereka?"

   "Mereka agen rahasia! Mereka masuk ke sekolah ini karena pasti ada yang ingin mereka ambil!"

   Ariel menggeram pelan, kemudian memutuskan mengabaikan mereka dan mengejar Airya yang sudah lebih dulu naik menuju kelas.

   "Tunggu! Kamu tak perlu keluar dari sini," Ariel menggerakkan tangannya hendak menyentuh, yang bahkan langsung ditepis kasar.

   "Jangan sentuh-sentuh!" tukas Airya.

   Ariel hanya diam pada detik selanjutnya. Membiarkan Airya yang berlari ke kelasnya, berencana meninggalkan sekolah saat itu juga.

***

Mereka pulang. Melangkah masuk ke dalam mansion dengan rasa gagal memenuhi pikiran.

   "Miss Runi Sialan itu sepertinya adalah target kita," ujar Airya diiringi gerutu.

   "Apa maksudmu? Kamu tak boleh seenaknya menuduh karena masalah tadi!" sanggah Airyna.

   "Aku menuduhnya dengan bukti, mau kutunjukkan?" tantang Airya.

   "Silakan." kali ini Karin yang menyahut.

   Airya segera berlari ke arah kamarnya, mencari sesuatu yang pernah ditemuinya beberapa hari yang lalu.

   Bingo! Ketemu.

   Segera, ia menuju ruang tengah lagi.

   "Ini yang kumaksud bukti." ucapnya seraya menyerahkan kertas yang ia pegang.

   Tanpa membukanya, Karin sudah tahu isinya. Surat bercap kantor yang ditemui rekannya di perpustakaan itu.

   "Aku tak yakin dengan ini," ucap Siska ragu.

   "Oh, come on! Aku menyadarinya, ini seperti sebuah pesan." Airya mengambil alih surat itu dari tangan Karin.

   "Kalian lihat disini, apa kalian merasakan perbedaan huruf? Di setiap huruf terakhir pada tiap-tiap kalimat, hurufnya tampak lebih besar."

   Karin mengamati lebih teliti lagi. Rupanya benar, itu membentuk sebuah kata. Sebuah nama!

   "Ada luka memar, hurufnya R. Berwarna biru bercampur ungu, huruf U. Di lengan kanan, huruf N. Dan tak ada di lengan kiri, huruf I. Kalau disatukan, menjadi..." ucap Karin menggantung.

   "... RUNI."

   Karin menengadah, menatap Airya yang tersenyum penuh kemenangan. Baru setitik ia merasakan sebuah harapan, keraguan kembali menghantui pikirannya.

   "Bagaimana kau bisa seyakin ini hanya dengan informasi yang bahkan tak cukup disebut bukti?" tanyanya.

   Senyum Airya semakin mengembang. "Coba kau perhatikan baik-baik cap kantor itu."

The Agents ; ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang