15. Mengenal Mahesa

168 15 6
                                    

" kamu tu ya, sudah berhari-hari bolos. Berangkat-berangkat bikin masalah" ucap Pak Parno pada Skala.

Aku memejamkan mataku mengingat kejadian memalukan tadi. Bagaimana tidak, aku dan Skala kepergok sedang berduaan di Taman belakang yang terkenal sepi. Bahkan aku sedang memeluknya tadi.

Ya, Bu Siti guru agama yang memergoki kami. Aku dan Skala di bawa ke kantor BK dan bertemu Pak Parno.

" Kamu juga Stella, sudah bagus-bagus pacaran sama Mahesa malah selingkuh sama anak bandel ini"

What? Pak parno bilang apa tadi? Selingkuh? Oh Tuhan sangat tidak berkelas sekali kasus ini.

" Saya nggak selingkuh pak, Saya nggak pacaran sama siapa-siapa " jawabku tak terima.

" Ya sama saja, kalian berbuat zinah tadi"

" Astaga Pak, kemaren saya kelonan sama Riga dibilang Homo. Sekarang pelukan sama Stella malah dibilang Zinah. Terus saya harus pelukan sama siapa biar boleh? Bapak gitu?"

" Kamu tu ya Skala kerjanya ngeles saja. gimama Bu Siti, mereka mau dihukum apa?"

" Nha kalau berdasarkan kejadian saya tu nggak salah lo Pak" ucap Skala membuatku mengerutkan kening.

" Gini ya pak, coba Bu Siti tadi liat nggak yang meluk siapa? Saya apa Stella?" Lanjut Skala.

" Stella" jawab Bu Siti membuatku membulatkan mata.

" Nah seharusnya yang dihukum itu Stella Pak. Saya itu hanya korban pelecahan seksual, saya harusnya dilindungi bukan dihukum" ucap Skala membuatku menatapnya tak percaya.

" Bayangkan Pak Bu, saya yang masih perawan eh maksud saya perjaka ini telah ternodai? Saya merasa kotor" ucapnya dengan dramatis, aku memutar mataku malas lalu menimpuk kepalanya.

" Gue ngelecehin Lo? Enak aja! Yang ada lo nyari kesempatan dalam kesempitan!" Teriakku tepat di muka Skala.

Baru saja tadi aku bersyukur memiliki sahabat sejenis Skala, sekarang aslinya muncul, jadi boleh aku tarik kalimat indahku tadi?

" Stella, jaga sikap. Suara perempuan itu aurat" Bu Siti menimpali, membuatku memegang dadaku dramatis.

" Skala benar, tapi kamu sebagai laki-laki juga bisa menolak itu. Jadi kamu juga bersalah, mengerti?" Ucap Bu Siti membuatku menahan tawaku.

" MAMPUS" ucapku tanpa suara pada Skala.

" Skala kamu akan mengisi Khotbah sholat Jum'at minggu ini" aku tertawa melihat mulut Skala yang melongo.

" Stella kamu isi Kajian Jum'at Akhwat" aku mengangguk dan tersenyum.

Ya, menjadi pembicara di kajian bukan hal yang sulit untukku sebagai anak jurnalistik. Itu adalah hal yang biasa untukku. Tapi Skala? Jangankan khotbah, membedakan teks pidato dengan puisi saja dia tidak bisa.

Setelah mendengar ceramah panjang mengenai Zinah oleh Bu Siti, aku dan Skala keluar dari ruang BK.

Aku berjalan mendahului Skala, aku masih dalam mode ngambek karena dia menuduhku melecehkannya? Ayolah kenapa aku berteman dengan manusia miring seperti Skala.

" Stella beautiful beautiful kamu cantik apa adanya, sadari syukuri kamu berbedaaa" aku memutar malas bola mataku mendengar suara sumbang Skala yang menyanyikan lagu Cherrybelle itu.

" Stey" kini dia mulai bergelanyut manja di lenganku, tadi saja dia bilang aku melecehkannya bahkan menodainya, sekarang siapa yang deket-deket?

" Nggak usah pegang-pegang gue!" Ucapku galak dan menyentakkan tangan Skala.

FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang