21. Menyesal

185 20 12
                                    

Aku mematutkan diri di cermin. Sedikit terlihat sembab di bawah mataku, tapi tidak terlalu terlihat. Jujur pagi ini terasa berat untuk pergi ke sekolah, apalagi jika bertemu Esa, aku tidak akan sanggup.

Tapi di sisi lain, aku tidak bisa menampik seberapa bahagianya diriku. Bahkan untuk hari ini aku rela mencatok rambut panjangku, dan mengenakan sedikit bb cream dan liptint agar terlihat lebih segar. Tak lupa menyemprotkan parfum strawberry andalanku. Aku ingin terlihat menawan di depan Cio.

Aku mendengar deru motor di depan rumahku. Suaranya jelas berbeda dengan motor yang biasa menjemputku. Aku segera berlari keluar rumah dan mengunci pintu.

" Lain kali nggak usah lari, nggak bakal aku tinggal juga" ucap Cio sambil menyerahkan helm berwarna merah muda, aku tersenyum lebar melihat nya.

" Sejak kapan kamu punya helm imut-imut kaya gini?" ucapku menggodanya.

" Sejak ada ada anak kecil yang bakalan duduk di jok belakang motorku" jawab Cio sambil mencubit gemas hidungku dan sontak semburat merah menghiasi pipiku.

" Eh ciyeh yang mukanya merah" ucap Cio yang membuatku menutup mukaku.

" Ihh jangan digituin!" ucapku tak jelas karena terhalang tanganku.

Tawa Cio meledak seketika, ahh salah siapa dia mencubit hidungku. Bukan cuma malu, tapi deg degan setengah mati juga.

Setelah itu motor Cio mulai membelah jalanan. Tanganku memeluk erat perut rata Cio. Sesekali aku mengintip wajahnya yang terus tersenyum dari kaca spion.

" Emang ganteng banget ya mbak pacarnya? Sampe nggaj kedip gitu" ucapnya membuatku menepuk keras punggung nya.

" Ih bodo amat, nggak ada larangan juga mandangin pacar sendiri" ucapku sambil tersenyum lebar.

" Astaga, iyain ajalah" jawab Cio lalu tertawa sendiri.

Sampai di sekolah, aku terkejut karena parkiran terasa lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena sudah cukup siang, karena biasanya aku dan Esa termasuk siswa yang berangkat terpagi.

Aku turun dari motor dan menyerahkan helm ke Cio. Setelah itu, aku hanya berdiri kaku menyorot seisi parkiran yang menatapku aneh.

" Yuk" aku terkejut ketika Cio tiba-tiba menarik tanganku dan menggenggam nya.

" Mensis" bisikku ketika kita sudah mulai berjalan.

" Hm?" Dia tersenyum sambil merapikan anak rambutku yang sedikit berantakan.

" kayaknya mereka ngeliatin kita deh" bisikku lagi.

Cio mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Aku yakin dia juga menyadari itu, semua orang menatap kami dan berbisik-bisik. Dia menghela napasnya dan menghentikan langkahnya.

" Everything's gonna be okay, percaya sama aku. Nggak perlu dengerin siapapun, mereka nggak tau apa-apa. Jadi cukup dengerin aku, oke?" Katanya tepat di depan wajahku. Aku tersenyum dan mengangguk.

Cio benar, mungkin mereka akan menganggapku orang ketiga dari hubungan Cio dan Talula atau berselingkuh dari Esa yang dikabarkan dekat denganku. Oh atau bahkan menghianati Mira dengan merebut pacarnya, Cio. Mereka tidak tahu, seberapa lama aku menunggu waktu ini. Ya mereka tidak tahu.

Aku tersadar ternyata Cio berhenti tepat di depan kelasku.

" Masuk gih, nanti pulang bareng aku" ucapnya sambil mengusap rambut ku.

Aku kembali tersenyum dan mengangguk

Awalnya semua terasa biasa, suasana kelas begitu ramai hingga kedatanganku mereka diam. Aku menarik napasku dalam. Selanjutnya aku tersenyum melihat Mira, Fana, dan Kinar yang sedang duduk melingkar.

" Hai.." belum selesai aku menyapa mereka, Fana lebih dulu beranjak.

" Pan, kenapa?" Aku menahan lengannya dan segera ia hentakan.

Jujur aku sangat terkejut, pasalnya Fana yang paling sabar diantara kamu ber4, dia dengan tingkah lembutnya tiba-tiba berlaku kasar padaku.

" Nggak usah ngomong sama gue, gue bener-bener kecewa sama lo. Dan gue pastiin lo bakalan nyesel nyia-nyiain Esa kaya gini" ucapnya tajam lalu pergi.

Dadaku terasa sesak, untuk pertama kalinya Fana terlihat marah padaku. Baru aku menghela napasku, Mira ikut berdiri.

" Mir, gue bisa jelasin" ucapku buru-buru.

" Gue nggak marah, dan nggak peduli tentang Cio. Lo temen gue Stey, dan Cio nggak sebaik kelihatannya. Gue tahu lo ngerti apa yang gue maksud" ucap Mira membuatku semakin membeku.

Mereka berdua pergi, dan kini tinggal Kinar di hadapanku. Dia adalah harapan terakhir ku.

" Nar, lo nggak akan pergi kan?" Tanyaku memastikan.

Dia menggeleng membuatku merasa lega. Dia segera memelukku, tak peduli dengan teman sekelas ku yang memperhatikan kami, aku menangis dalam pelukannya.

" Udah, Fana lagi PMS kali. Entar juga baikan. Kalo Mira kan emang gitu, dia tadi juga bilang nggak marah kan?" Kinar menenangkan ku aku hanya mengangguk.

Setelah beberapa saat akhirnya aku duduk bersebelahan dengan Kinar.

" Gue salah ya Nar?" tanyaku parau.

" Gimana ya Stey, lo nggak salah sih sebenernya. Soalnya gue tahu lo udah lama suka sama Cio"

" Tapi, gue juga nggak bisa benerin apa yang lo lakuin ke Esa" ucap Kinar membuatku benar-benar tertohok.

Aku menghela napasku, ya kalau masalah Esa, aku sadar aku salah.

" Iya Nar, gue ngerasa bersalah banget"

" Jujur gue lebih suka lo sama Esa. Dia baik banget tau" ucap Kinar sedih.

" Gue tau, tapi gue bakal lebih jahat kalo nerima dia. Sedangkan pikiran gue masih ke cowok lain" jelasku.

Kinar menatapku dan mengangguk.

" Gue nggak ada maksud bikin lo tambah ngerasa bersalah. Tapi ketika lo ngilang kemarin, Esa nyari lo kemana-mana"

" Bukannya Esa ke rumah gue Nar?"

" Iya, dia emang ke rumah lo. Tapi, pas liat rumah lo kosong dan hp lo nggak aktif. Dia keliling nyari lo, dia jadi juga sempet nelfon gue"

" Segitunya?"

" Iya, dia khawatir banget. Katanya dia udah ke rumah Skala. Tapi cuma ada kakak iparnya, katanya Skala lagi nginep di kos dan hpnya juga nggak aktif"

" Dan lo tau? Bahkan ketika lo angkat telfon Esa tadi malam. Dia lagi di rumah Meda karena kehujanan"

Bahkan Esa kehujanan lagi? Berarti dia tidak memanggil supir Mamanya, begitu?

" Jadi Meda tau?"

" Ya menurut lo aja, Fana tau lo nolak Esa dan jadian sama Cio dari mana"

Aku menunduk penuh penyesalan.

" Kata Meda, Esa jadi linglung gitu. Tapi dia masih senyum dan bilang baik-baik aja"

" Kok gue ngerasa jahat banget ya Nar?"

" Ya gimana lagi, nasi udah jadi bubur. Semoga aja Esa cepet move on dari lo" ucap Kinar yang entah mengapa terasa berat untuk aku Amini.

deastyka

FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang