4. Salat Berjamaah

68.8K 4.3K 140
                                        

Selamat membaca!

Mendengar penuturan Wildan yang memberi ajakan untuk melaksanakan salat subuh berjamaah, membuat Hanum senang bukan main, rasanya mimpi yang telah lama ia idam-idamkan selama ini sekarang menjadi kenyataan.

Kenangan-kenangan indah yang biasa ia angankan untuk terjadi lagi pada akhirnya bisa kembali terwujud dalam hidupnya.

Hanum sedang tidak berkhayal bukan? Suaminya itu ingin beribadah kepada Allah dengan ia yang menjadi pendamping, sebuah kegiatan yang dulu rutin mereka kerjakan bersama, namun tidak terjadi lagi sejak Wildan memiliki pekerjaan di luar kota.

Sebenarnya Wildan tidak pernah memberikan penjelasan yang jelas akan apa yang sebenarnya laki-laki itu lakukan di sana, ia hanya memberi tahu Hanum kalau hal itu sangat menyangkut dirinya, dan tidak bisa ditinggal begitu saja.

Dengan mudah Hanum menjatuhkan kepercayaannya pada Wildan, seakan apa saja yang suaminya katakan adalah benar. Semoga saja memang begitu, karena sejak pertemuan pertamanya dengan Wildan di dapur tadi, suaminya bertingkah seolah semuanya baik-baik saja, bahkan Wildan sekarang begitu lembut dalam memperlakukannya, baik dari lisan maupun perbuatan.

Setelah membasuh kedua kaki sebagai bagian terakhir dalam berwudhu, kini Hanum telah ada di kamar, sedang menunggu Wildan yang masih di luar untuk menyelesaikan kegiatannya mencuci piring.

Sambil duduk di tepi kasur, Hanum nampak seperti orang yang baru merasakan bagaimana jatuh cinta datang menerpa, terlihat jelas dari raut wajahnya yang berbunga-bunga.

Wildan sukses membuat Hanum terbang tinggi ke awan-awan, padahal yang laki-laki itu lakukan hanyalah memberi pelukan mesra dan panggilan sayang yang ia ucapkan begitu lembut dalam penuturannya.

Tidak ada hal janggal yang Hanum perhatikan dari Wildan, seakan tidak ada yang suaminya sembunyikan rapat-rapat darinya.

Hanum merasa tidak ada yang berubah dari Wildan, rasanya masih sama seperti dulu, tetap saling menyalurkan kasih sayang dengan tulus tanpa balasan lain.

Hanum tak henti-hentinya memanjatkan doa pada Sang Pemilik Alam, berharap mereka akan akan selalu seperti ini.

"Sudah siap, sayang?" tanya Wildan tiba-tiba muncul dari balik pintu, Hanum nampak tersentak, mungkin sudah cukup lama ia tenggelam di alam lamunan yang membuatnya lupa akan realita.

Hanum yang telah siap dengan sebuah mukena di sekujur tubuhnya lantas menoleh, lalu menganggukan kepala pelan sambil tersenyum tipis. "Sudah, mas."

Dengan gerakan tenang tanpa beban Wildan melilitkan sarung bermotif kotak-kotak di sekeliling pinggangnya, lalu menghamparkan sajadah di depan sajadah Istrinya yang telah terhampar rapi.

Wildan menoleh sebentar ke arah Hanum, memastikan Istrinya benar-benar sudah bersedia. "Ya sudah, mas mulai ya?"

"Iya, Mas." jawab Hanum patuh.

Tidak berselang lama kedua telinga Hanum menangkap suara merdu dari lantunan Iqamah yang dilafazkan Wildan, sangat sedap didengar, seperti orang yang telah ahli dalam bidangnya.

Begitu panggilan untuk Salat Berjamaah telah ia lisankan hingga selesai, Wildan membaca niat dengan suara yang samar, lalu melakukan Takbiratul Ihram, mengangkat kedua tangannya sejajar dengan telinga, berbeda dengan Hanum yang hanya membentangkan telapak tangannya sampai dada.

Madu (terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang