11. Kecurigaan

47.8K 3.3K 221
                                    

Selamat membaca!

Kemalaman, ya? Maaf :(

Wildan tersenyum jenaka. "kalau kamu duduk di belakang, yang ada orang-orang akan mengira aku sebagai supir." ucap laki-laki itu setelah Hanum menutup pintu.

Hanum hanya bisa menunduk malu pasca mendengar penuturan Wildan, perempuan itu lalu melilitkan sabuk pengaman di tubuh rampingnya, tidak berani menoleh ke samping.

   Dengan tangan kanan yang sudah memegang kemudi, Wildan perlahan mencondongkan tubuhnya ke arah Hanum. "terbiasa naik taksi, ya?" laki-laki itu bertanya sambil mengangkat sebelah alis.

Hanum mengangguk pelan, belum memiliki nyali untuk mengangkat kepala. "Iya, mas." jawabnya sungkan.

Secara tidak langsung balasan dari Hanum merupakan sebuah sindiran besar bagi Wildan, laki-laki itu lantas menarik dagu istrinya sampai tatapan mereka bertemu, memberi pandangan dalam sampai membuat Hanun merasa risi, tidak lama salah satu sudut bibirnya juga tertarik ke atas, membentuk seringai nakal.

"Masa orang tampan seperti ini dibilang supir?"

Hanum langsung menepis lengan Wildan yang menyentuh bagian bawah wajahnya, "mas terlalu percaya diri!" serunya merenggut sebelum membuang muka.

   Wildan tergelak, jarang-jarang ia melihat Hanum merajuk seperti ini, menggoda sang istri adalah hal yang paling suka ia lakukan kala bertemu, mungkin ini juga yang akan ia rindukan begitu berpisah dengan Hanum nanti, istrinya yang ia pinang saat masih menyandang status sebagai seorang mahasiswa di kampus.

"Sudah sudah, cepat jalan mas nanti aku terlambat." desak Hanum ingin menyudahi pembicaraan mereka.

   "Tapi aku memang tampan, kan?" Wildan sepertinya belum puas mengerjai Hanum, bahkan laki-laki sekarang melipat kedua tangannya di depan dada. Seringaian itu juga belum luntur dari bibirnya.

   "Iya iya, ayo cepat jalan."

   "Buktinya kamu mau menikah denganku," sahut Wildan bersikeras.

Hanum lantas memalingkan tubuhnya ke arah Wildan, menatap sang suami dengan mendalam, "Aku mau menikah dengan mas bukan karena rupa yang mas punya, tapi karena keberanian mas ingin meminangku waktu itu." Hanum berkata dramatis.

Mendengar pujian dari Hanum, rasanya Wildan terbang ke awan-awan, laki-laki itu tersenyum bangga seakan ia adalah manusia paling hebat di dunia. Mampu menaklukan hati seorang Hanum yang baru ia kenal di hari yang sama saat mereka pertama kali bertemu.

   Wildan mengembangkan senyuman lebar, menatap Hanum dengan mata berbinar. "Benarkah?"

Hanum mengangguk mantap, "kamu dengan penuh kesungguhan sukses meluluhkan hati Ummi dan Abi saat itu, padahal awalnya mereka sangat meragukan mas yang datang tiba-tiba."

"Tapi perjuanganku sepadan dengan apa yang aku dapat, kan?" Wildan menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan. "seorang istri yang parasnya elok tanpa cela, dia pandai memasak, rumah selalu bersih karenanya, dan dia selalu taat kepada Allah."

   Kedua mata Hanum memanas, tidak biasanya perempuan itu seemosional ini, suasana hatinya juga mudah untuk berubah akhir-akhir ini.

"Perempuan itu adalah kamu, Hanum, istriku."

   Semburat merah muncul di kedua belah pipinya, rasanya ada ribuan kupu-kupu yang hinggap ke dalam perutnya. Lagi-lagi Hanum hanya bisa menggerakkan kepalanya ke bawah.

Madu (terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang