Selamat membaca!
Kata hening datang menyelimuti mereka, Wildan menyadari ada yang aneh dari berubahan raut wajah Istrinya, perempuan itu nampak termenung dengan tatapan mata kosong tanpa arti ke sebuah benda yang berada di genggaman tangan kanannya.
Itu adalah sebuah gambar berlindungkan kaca dan bingkai yang diambil saat mereka melangsungkan pernikahan dua tahun lalu.
Kening Wildan berkerut, lantas apa yang mampu mengakibatkan istrinya hingga seperti ini?
Dengan langkah lamban Wildan berjalan menghampiri istrinya, duduk di tepi kasur dengan tubuh yang menghadap ke samping, "kenapa, sayang?" tanya Wildan ingin tahu, ada nada kekhawatiran terselip di sana.
Hanum nampaknya enggan untuk mengeluarkan suara, kedua sisi mulutnya mengatup rapat, hanya deruan napas memburu yang terdengar di telinga Wildan.
Hanum tidak dapat menggambarkan andaikan itu sampai terjadi, sudah pasti hatinya akan hancur tak berbentuk.
Wildan adalah seorang pemimpin di rumah tangganya, tanpa laki-laki itu mungkin Hanum akan seperti manusia yang kehilangan arah dan tujuan hidup, Hanum amat tidak siap untuk itu.
Kedua bola matanya terasa memanas, sekuat tenaga Hanum mencoba membendung tetesan air bening itu agar tidak merembes dan membasahi pipinya.
Hanum diam seribu bahasa, pikirannya menjadi hampa, perempuan itu hanya bisa memohon uluran tangan dari Sang Maha Kuasa agar dugaan yang bisa berdampak negatif pada keluarga kecilnya itu tidak akan benar-benar datang ke realitas.
'Ya Allah, Engkau adalah sebaik-baiknya pelindung. Aku meminta perlindungan dari-Mu untukku dan suamiku dari segala hal yang membahayakan.'
"Karena ini?"
Kesadaran tiba-tiba datang begitu Wildan merampas gambar itu dari genggaman Hanum, lalu memerhatikannya sebentar untuk beberapa detik, sebetulnya Wildan juga tidak menyangka dengan apa yang sebenarnya terjadi pada benda berbentuk pipih itu, kedua kelopak matanya bahkan sampai melebar.
Namun sesaat kemudian Wildan berusaha untuk bersikap normal, seolah tidak terjadi apa-apa.
Hanum hanya memberi respon dengan menganggukan kepalanya pelan, belum berani membalas tatapan Wildan yang seakan ingin mengusutnya dalam-dalam sampai ke akar.
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, biar nanti aku ganti dengan bingkai yang baru." tutur Wildan menyepelekan, laki-laki itu lantas menyimpan gambar pernikahan mereka ke dalam laci yang ada di samping kasur.
Dalam pandangan Wildan tidak ada gunanya memikirkan perihal seperti itu, yang ada malah membuatnya merasa tidak tenang hati dan bisa membawa mudharat lain mendatangi mereka.
Wildan tidak ingin Hanum berlarut-larut dalam perasaan kalut yang jelas-jelas tidak memberi faedah.
Ragu-ragu Hanum mengangkat kepalanya sampai tatapan mereka bertemu, menatap Wildan dengan sedikit rasa gentar yang menyelimuti hati kecilnya, seolah sedang diikuti bayang-bayang tak jelas yang selalu menghantuinya ke mana pun ia melangkah pergi.
Kali ini Wildan memasang raut muka yang penuh akan kesungguhan, berusaha meyakinkan istrinya untuk bersikap tenang, dan menganggap hal itu hanya angin lalu yang tidak perlu diingat lagi, "Buang pikiran itu jauh-jauh, selama tidak ada salah satu dari kita yang berpaling, Insha Allah semuanya akan baik-baik saja, itu kan yang selalu kita bicarakan saat dalam situasi seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (terbit)
SpiritualApa yang akan kau rasakan begitu mengetahui suami yang kau cintai sepenuh hati ternyata memiliki perempuan lain di luar sana? Sakit? Tentu! Itu yang Hanum rasakan begitu mengetahui jika Wildan, suaminya yang sedang bertugas di luar kota didapati mem...