FABRI(ZIO) -20-

66 17 18
                                    

"Lo enggak bisa apa, gak usah pegang-pegang tangan Princess?!"

Kini keduanya tengah berada di antara keramaian pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Selatan. Fabri yang mengajak gadis itu kemari, karena tentu, Jani tak mengetahui tempat semacam apa yang bagus untuk dijadikan tongkrongan. Setelah ibunya meninggal, dirinya tak pernah dibolehkan keluar rumah dengan alasan bermain.

Fabri mengangguk. Cowok itu pun melepaskan genggaman tangannya di tangan Jani. Ia tersenyum kecil dan berhenti melangkah. "Iya, maaf. Gue enggak bermaksud buat kekang lo sama sekali."

Jani menatap tangannya yang kini bebas. Rasa hangat itu pun pergi terbawa arus ramainya manusia di sini. Rasanya sedikit berbeda. Getaran aneh itu mulai menjalari dadanya, hingga memaksa masuk ke dalam hati.

Rasanya seperti ada sesuatu yang menyenangkan, hangat dan menenangkan. Hatinya berdesir pelan, denyut kebahagiaan mulai merambat memenuhi rongga kekosongan.

"Gimana kalo kita main ke rumah hantu?"

Jani mengerutkan dahi mendengar penawaran itu. Rumah hantu? Sudah lama sekali dirinya tidak bermain ke tempat mengerikan itu, adrenalinnya merasa tertantang. Detik selanjutnya, Jani tertawa cukup keras.

"Gue gak mau liat lo ngompol di celana. Udah SMA, pake seragam pula, nanti malu diliatin banyak orang."

Fabri mendengkus kecil. Manik kuning kehijauannya bergerak memutar. Tanpa menunggu lama, ia menarik tangan gadis itu untuk mengikuti ke mana langkahnya pergi.

Jani tidak tahu, jika sekarang, beberapa sengatan bahagia itu sedang memenuhi dadanya. Ia tidak tahu, dan Fabri pun tidak mengerti dengan perasaannya. Cowok itu tak bisa menjelaskan lebih detail mengenai apa yang dirasakannya, karena jujur, Fabri belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.

Mendengar gadis itu tertawa membuat sesuatu dalam dirinya bergejolak, perasaannya mengembang, ia nyaman di situasi seperti ini, situasi yang belum pernah Fabri sentuh sebelumnya.

Apalagi sekarang, saat tangannya bertaut dengan tangan Jani. Rasanya bibir Fabri tak pernah ingin berhenti melengkungkan senyum. Sudut bibirnya terus saja tertarik ke atas, membentuk pola indah di wajah tampannya.

"Lo mau ngajak gue beli es krim?" tanya Jani sambil melirik sebuah stand berisi aneka ragam es krim yang ditawarkan.

Lagi-lagi, Fabri terkekeh. "Lo pengin itu?" tanyanya tak pernah luput dari senyuman mautnya. "Ayo beli."

Jani langsung mengangguk. Baru kali ini ada seseorang yang begitu mementingkan dirinya. Gadis itu sampai ingin berteriak kegirangan. Fabri sangat baik, ia jadi merasa terharu. Ayahnya saja tidak pernah sebaik cowok itu, apalagi mengajaknya berkunjung ke tempat ramai, belum pernah sama sekali.

"Lo mau yang mana?"

Sampai di depan stand, Fabri menoleh menatap Jani, cowok itu tiba-tiba tersihir dengan tatapan gadis itu. Sinar matanya berwarna, memiliki aura lebih. Kali ini, ia bisa menemukan emosi lain di baliknya. Emosi yang tak pernah Jani tunjukan padanya selama keduanya bertemu.

Fabri terdiam, memandangi garis wajah Jani. Tatapan gadis itu seakan menguncinya. Mata hitam bulatnya menunjukan kebahagiaan yang sangat kentara. Sesuatu di dadanya kembali bereaksi. Ia tak bisa menjelaskannya. Ini, terlalu menyenangkan.

"Lo aja yang milih, nanti gue samaan."

Jani mendesis pelan. Gadis itu menyikut lengan Fabri keras. "Gue 'kan, enggak tau ada apa aja."

Cowok itu terkekeh geli. Menatap Jani yang menunjukkan ekspresi datar kembali.

Seoarang wanita muda berseragam hijau dan putih datang menghampiri. Ia tersenyum ramah menatap keduanya, wanita itu pun sempat terkagum lama memandangi wajah anak SMA di depannya ini, namun sorot itu langsung pudar saat menyadari bahwa di samping Fabri terdapat Jani yang tengah menatapnya serius.

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang