FABRI(ZIO) -8-

80 29 24
                                    

Hari ini, semua guru sedang mengadakan briefing, yang mana kelas pun akan free selama kegiatan tersebut berlangsung.

"Ck, ck, ck, baju lo dekil amat, sih!"

Cowok di hadapannya tampak tidak memedulikan ucapan itu, ia masih sibuk dengan ponselnya. Bahkan menganggap keberadaan Jani pun, cowok itu tidak.

"Ih, Bakteri! Don't be ignoring me, huhu. Jahat banget elo mah sama Princess teh, hiks." Jani mengusap bagian matanya pelan, berlagak menghapus air mata yang sedikit pun tidak tampak keluar.

Gadis itu masih saja menarik-narik ujung seragam cowok di sampingnya. Jani tahu, cowok secuek Bakti pun pasti masih memiliki rasa iba pada kaum tukang ngemis sepertinya.

"Apa, sih? Tethering lagi? Ck," tanya Bakti malas. "Udah ngatain gue dekil, nanti pasti mencak-mencak bilang lemot. Enggak, enggak, ah. Lo 'kan, mulutnya rese."

Jani mencebikkan bibirnya. Puppy eyes sudah ia pasang sedemikian rupa, berharap cowok di sampingnya akan luluh dan mau bersedekah padanya, hitung-hitung amal jariah, benar kan?

"Bakteriii, plis. Sekali aja, ya, ya," pinta Jani dengan nada memohon.

Bakti hanya mengerling malas dan berujar, "gue batasin, ya. Awas aja!" cowok itu menatap Jani sebentar. "Satu lagi, jangan panggil gue bak.te.ri!"

Jani hanya menunjukan deret gigi putihnya lebar. Jari tangannya terangkat membentuk huruf V.

Jani segera menyalakan Wi-Fi dan mengoneksikannya dengan milik Bakti. Ia mendecak saat membaca nama koneksi yang tersambung dengan miliknya 'Gak Modal, Anjir!'. Sontak saja tangan Jani bergerak untuk menoyor kepala cowok itu.

"Dasar kuman!"

Tak ada respons apa pun yang diberikan Bakti terhadap tindakannya barusan. Pantas saja, karena cowok itu sudah bergelung dengan headphone sambil asik menonton video di ponsel miliknya.

Bruk.

Sebuah gulungan kertas mendarat mulus di kepalanya. Jani langsung menoleh ke arah si pelempar, dan menemukan Benni dengan cengiran khasnya. Gadis itu langsung berjalan menghampiri rombongan cowok di barisan paling ujung sana tanpa bicara apa pun.

Langkah Jani cepat, matanya menatap Benni garang. Di sampingnya, terdapat Fabri dan Govi yang sedang tertawa, sementara Rifki sibuk dengan hafalan solawatnya.

"Woy, pekok lo! Kepala Princess sak— aw!"

Tiba-tiba kakinya terbentur dengan ujung kaki meja, yang menyebabkan tubuhnya terhuyung ke depan. Jani limbung dan lututnya siap menyentuh lantai.

Dalam hati, ia memaki kecerobohannya yang tidak melihat-lihat jalan yang ditapakinya. Jani pun sudah menutup mata saat tiba-tiba dunianya terasa diset slow motion, satu senti lagi lututnya akan membentur teras. Di detik itu pula, Jani sudah siap untuk berteriak.

"Kyaaa!"

Jani mengeratkan tutupan matanya. Gadis itu tak merasakan ngilu di lututnya, yang ada sebuah tangan merangkulnya dari samping dengan lembut.

"Stt, jangan teriak, lo—kita diliatin, tuh," bisik cowok itu di telinganya.

Beberapa detik, dunia Jani seakan terbang, namun ia sudah berhasil menguasai kesadarannya kembali dan langsung menjauhkan tubuhnya dari jangkauannya cowok itu.

"Kyaaa, minggir lo! Jangan cari-cari kesempatan, ya."

Jani menatap tajam cowok di sampingnya itu. Mengapa Fabri sudah berada di sampingnya? Kapan ia berpindah posisi? Pertanyaan itu pun terngiang di kepalanya saat ini.

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang