FABRI(ZIO) -29-

64 19 17
                                    

Fabri melangkah pelan memasuki kelas. Hari ini ia resmi terbebas dari hukumannya bersama Jani dan dua orang lainnya. Matanya langsung tertuju pada Jani, gadis itu sudah datang lebih awal darinya. Tumben sekali.

Fabri melirik Jani saat ia berjalan menuju kursinya. Gadis itu hanya menundukkan kepala, seperti tidak menyadari kehadirannya. Tanpa banyak bicara, cowok itu menarik kursi di samping Jani, membuat gadis itu menoleh, menatapnya.

"Fabri," ucap gadis itu pelan.

Fabri duduk di samping Jani. Suasana kelas masih terbilang sepi, hanya ada lima orang termasuk keduanya di dalam kelas.

Tangannya menggapai wajah Jani, ingin melihat ekspresi gadis itu yang seakan-akan tak ingin melihatnya. "Lo kenapa?"

Wajah Jani pucat. Ada lingkar hitam yang membingkai matanya. Sorotnya tampak sendu, bahunya memerosot ke bawah. Fabri menatapnya sedikit iba, apa gadis itu mengalami sesuatu di luar pengawasannya?

Jani melepaskan tangan Fabri yang masih memegang pipinya. Gadis itu tersenyum simpul, seolah dengan melakukan hal itu, Fabri akan melupakan wajah pucatnya.

"Gue enggak pa-pa." Jani melirik kursi di belakangnya. "Balik gih ke meja lo, udah banyak orang di sini."

Satu persatu teman kelasnya datang. Kehadiran Bakti membuat Fabri melirik cowok itu datar. Aura permusuhan terlihat jelas dari mata Bakti, namun cowok itu terlalu pandai menyembunyikan semuanya dari khalayak umum.

Tidak ada yang menyadari jika Bakti sudah mengepalkan tangannya sedari tadi. Hanya Fabri yang terlalu peka dengan keadaan sekitar, membuat cowok itu menatap Bakti tajam.

Jani berbalik menghadap Bakti. Tatapannya suram, tidak bergairah sama sekali. "Bakteri, ada tugas, gak?"

Fabri melihat pergerakan Jani dalam diam. Mengapa gadis itu bertanya pada Bakti, tidak kah Jani menyadari jika Fabri tengah duduk di sisinya?

Bakti menatap Jani sekilas, tatapannya beralih menatap Fabri. Kilatan amarah sudah memenuhi sorot dingin itu, membuat Jani memperhatikan keduanya bingung.

"Bakteriii, ada tugas, enggak?"

Bakti mengedikkan bahu. Cowok itu membuang wajah malas. Tidak ingin menatap wajah sedih Jani. Rasanya sulit dan menyakitkan. "Gue juga diskors, enggak tau."

Jani menepuk dahinya pelan. Gadis itu lupa, jika Bakti pun terkena hukuman yang sama dengannya. Tanpa mengatakan sepatah kata, Jani membalikkan tubuh kembali menghadap depan.

Fabri terkekeh kecil melihat raut sebal Jani. Beberapa kali gadis itu kedapatan mendengkus kesal, memaki kebodohannya yang sudah kelewat akut.

"Lo enggak pa-pa, Jan?"

Jani menatapnya sambil menggelengkan kepala. Fabri yakin, ada sesuatu yang tengah disembunyikan Jani darinya.

Jani menggeleng. Gadis itu tersenyum kecil melihat wajah serius Fabri yang terlihat bertanya-tanya akan kondisinya. Terlihat lucu dan menggemaskan. "Gue enggak pa-pa, Fabri. Gue sehat, bugar, dan bersahaja."

Fabri mendekatkan wajahnya ke telinga Jani, berbisik kecil di sana, membuat keduanya terlihat sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan.

"Lo enggak bisa sembunyiin apa pun dari gue."

Cowok itu menjauhkan wajahnya dari Jani, membuat gadis itu bergidik ngeri dan membelalakkan mata saat kedua sahabatnya sudah berdiri di depan mejanya sambil menatap Jani horor.

"Lo ... lo sama Fabri?" tanya Anya masih dengan perasaan syoknya.

Jani menggeleng sambil mengibaskan tangannya cepat. Perasaan takut mulai menjalari tubuhnya. Bagaimana jika nanti kedua sahabatnya berpikiran aneh dengan hal yang barusan Fabri lakukan padanya?

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang