FABRI(ZIO) -30

71 20 15
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. <3

Hey, updatenya cepet kan, kan, kan? 💙

Maaf aku bikin head note ya, soalnya mau ngasih tau aja, kalo part ini ada sedikit kata kasar—tanpa sensor. So, kalo kurang berkenan, gak usah dibaca aja ya bagian itunya.

Then, happy reading guys, Guten Morgen!

***

"Jani!"

Langkah gadis itu terhenti saat seseorang memanggilnya. Jani berbalik, mendapati Bakti tengah berjalan ke arahnya. Dengan terpaksa, Jani melengkungkan senyum untuk menyambut kehadiran cowok itu.

Banyak siswa berjalan ke arah gerbang. Bel pulang telah berbunyi sepuluh menit lalu. Koridor pun dibanjiri puluhan siswa yang rela mengantre demi bisa segera sampai di rumah.

"Ada waktu luang?" tanya Bakti setibanya di hadapan Jani.

"Mau ngapain lo?"

Bakti menghela napas. Cowok itu membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Tanpa ba-bi-bu, Bakti menarik Jani ke arah yang berlawanan. Beberapa kali pula gadis itu memberontak, namun tetap tidak dipedulikan olehnya.

"Bakteri, lepas, ih!"

Bakti seakan menulikan telinga dan sengaja membisukan mulutnya. Jani mendecak kesal, tangannya berusaha melepaskan cekalan cowok itu, namun sulit. Tenaga Bakti bukan tandingannya, dan Jani tak ingin menyerah.

Gadis itu mengentakkan tangannya kuat-kuat, berharap bisa lepas dari cowok itu, namun tetap gagal.

"Bakti, gue takut."

Bakti berhenti melangkah. Cowok itu berbalik dan menatap Jani tajam. Tatapannya terlalu menyeramkan, hingga membuat gadis itu memundurkan tubuhnya perlahan.

"Bakti."

"Kita perlu bicara, jangan banyak protes!"

Kalimat cowok itu bersifat telak, hingga Jani tak dapat mendebatnya kembali. Dengan perasaan waswas, Jani hanya diam, mengikuti langkah lebar Bakti yang membawanya entah ke mana.

Langkah keduanya terhenti tepat di depan perpustakaan. Jani menatap punggung Bakti yang berdiri tegap di depannya. Cowok itu tetap terlihat keren meskipun dari belakang. Jani tak bisa memungkiri jika pesona Bakti memang kuat.

Cowok itu berbalik, menatapnya intens. "Kita ngobrol di dalam, belum dikunci juga."

Jani mengerjap beberapa kali mendengar suara bariton Bakti. Gadis itu pun mengangguk, tak ada pilihan lain selain mengiyakan segala ucapan Bakti. Hanya itu kunci satu-satunya untuk bisa segera lolos dari cengkraman cowok itu.

Bakti menggiringnya menuju sebuah meja panjang. Beberapa tumpukan buku tersimpan sembarang di tengah meja, mungkin petugas perpustakaan lupa membereskannya, Jani tidak tahu.

"Jadi?" tanyanya setelah mendudukan tubuhnya di kursi empuk itu.

Bakti diam. Jani bisa melihat, jika cowok itu sedang berusaha merangkai kata yang tepat untuk diutarakan padanya. Namun belum tentu, daya analisis gadis itu tidak terlalu baik.

"Gue gak ada niat buat jahatin lo."

Kalimat pembukaan itu berhasil membuat Jani menatap Bakti dalam. Cowok itu beberapa kali menghela napas, tampak gelisah dengan kalimat yang akan dilontarkannya.

"Lo ngomong apaan, sih?" tanya Jani bingung. Ia tidak mengerti dengan cowok di sampingnya ini. Tindakannya sangat aneh, tidak seperti Bakti yang ia kenal kemarin-kemarin.

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang