FABRI(ZIO) -17-

64 19 17
                                    

Apa yang kalian pikirkan tentang diskors selama tiga hari? Sulit. Itu lah kata yang saat ini memenuhi pikirannya. Jani menggeleng tak percaya. Apa-apaan hukum sekolahnya ini, Jani tidak merasa salah, mengapa dirinya ikut terlibat, ada apa dengan dunia?!

Jani, Bakti, dan Randy kompak diskors tiga hari, sementara Fabri? Cowok itu dibebaskan dengan alasan murid baru. Sontak saja itu membuat emosi Jani naik perlahan.

Tidak adil. Di sini, jelas-jelas dirinya merupakan korban. Berawal dari hukuman Bu Wina, Jani memang mengaku salah, namun pada aksi perkelahian itu, ia merasa tidak terlibat sebagai pelaku. Tentu saja Bakti dan Randy yang bersalah. Fabri pun sama, cowok itu adalah penyebab lahirnya kegaduhan tadi.

"Ini enggak adil, Pak." Randy berdiri. Menunjuk Pak Arya dengan spontan.

Randy telah kembali. Beberapa lukanya telah diobati dan ditutup oleh perban. Cowok itu langsung duduk saat menyadari tindakannya barusan.

"Keputusan kami sudah bulat. Banyak sekali pertimbangan yang kami pikirkan, dan kami pikir, itu lah keputusan finalnya," ucap Pak Arya santai.

Jani menatap Randy yang tengah diliputi oleh kekalutan. Cowok itu menatap Fabri tidak suka. Tangannya terkepal. "Alasan itu enggak masuk akal, Pak. Dia tetep salah. Oke, saya mengaku salah, tapi masalah saya itu ada pada dia. Akan sangat tidak adil jika Bapak hanya menghukum kami bertiga."

Bakti mengembuskan napas, tak ingin mendebat sesuatu yang akan berakhir sia-sia. Ia tahu, sekuat apa pun argumen yang diberikan Randy, cowok itu tetap tidak akan bisa mengubah keputusan tersebut.

Jani menatap Fabri, cowok itu hanya diam. Sesekali menoleh ke arahnya, memperlihatkan susunan gigi rapinya. Yang membuatnya semakin emosi adalah, Fabri sama sekali tak mengeluarkan suara. Cowok itu hanya diam dengan tangan yang masih terus menggenggam jarinya. Saat Jani berniat untuk lepas pun, pegangan itu semakin diperkuat. Menyebalkan.

"Kami tahu, tapi di sini, kamu yang memancing keributan. Jika kamu tidak melakukan hal-hal aneh, perkelahian tadi tidak akan terjadi, dan Bakti pun tidak akan menjadi pelaku tindakan pemukulan itu, serta Anjani tidak akan menjadi alasan Bakti." Pak Arya menatap keempatnya bergantian. "Sampai di sini, jelas?"

Wajah Randy memerah, menahan amarah. Cowok itu sudah menambahkan dua orang pengacau yang masuk dalam daftar hitamnya. Fabrizio Cornell Alexander dan Bakti Raditya.

"Izin menyanggah, Pak."

Fabri mengangkat tangan. Ia sedikit menoleh menatap Jani, gadis itu masih menunduk, tak bisa berkata-kata. Ia pun tersenyum menatap dua guru itu. "Apa yang Bapak paparkan itu memang benar adanya. Tapi, Randy melakukan itu semua karena ada keterlibatan saya di dalamnya. Ini masalah pribadi kami, tapi dia tidak mengenal situasi. Dia berniat memancing emosi saya lewat Jani, tapi Bakti yang bereaksi. Saya kira, tidak adil jika Bapak tidak melimpahkan hukuman yang sama kepada saya, karena jelas, saya pun salah."

Pak Arya tampak tidak percaya dengan menuturan Fabri tadi. Baru kali ini ia menemukan seorang murid yang ingin diberi hukuman di saat orang lain merasa senang terbebas dari sanksi.

Setelah menimbang-nimbang bersama Pak Wisnu, Pak Arya pun mengangguk. Ia menatap Keempatnya bergantian. Cukup lama, hingga keputusan akhir ditetapkan.

"Baik lah, keputusannya sudah kami tetapkan, kalian berempat diskors selama tiga hari dan kasus ini akan kami masukan dalam daftar poin pengurangan nilai. Kalian bisa pergi."

Mendengar itu, Jani hanya mengembuskan napas, ia pasrah. Saat Fabri menggiringnya keluar pun, gadis itu tak menolak sama sekali.

Ia berpikir, bagaimana reaksi ayahnya nanti saat mengetahui dirinya diskors seperti ini? Apa ayah akan memarahinya lagi? Jani yakin, ia akan menjadi korban kemarahan ayahnya kembali.

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang