FABRI(ZIO) -23-

65 18 10
                                    

Zio tengah menunggu informasi terkini dari orang kepercayaannya. Cowok itu duduk di meja kerjanya, menatap setumpuk berkas yang tertata rapi dalam map.

Ia memijat dahi, pikirannya sedang kacau. Jani berhasil menguasai seluruh fokusnya, ditambah penyelidikannya yang masih belum menemui titik terang.

Kepalanya terasa berdenyut sakit. Zio kembali membuka berkas-berkas tersebut dan membaca rekap hasil data yang diperolehnya. Ia pun membuka jurnalnya, banyak fakta menarik yang ia tulis terkait kasus penyelidikannya di sana, termasuk teka-teki seoarang gadis bernama Rennisa Anjani.

"Sialan!"

Makian itu ia tujukan pada dirinya sendiri. Dirinya merasa jika kasus ini memiliki terlalu banyak misteri, tidak seperti kasus-kasus yang pernah ia tangani sebelumnya. Zio pun terpaksa harus memperpanjang cuti kuliahnya demi pekerjaan ini.

Cowok itu menghela napas. Ia mengeluarkan ponsel, berniat untuk menghubungi Harley, namun sebelum menekan ikon hijau di sana, sebuah panggilan langsung masuk ke dalamnya, membuat Zio buru-buru mengangkat.

"Halo!"

"..."

"Ada apa, Ley?"

"..."

Zio merasa tertarik dengan informasi yang Harley berikan itu, tanpa bisa-basi, ia pun langsung mematikan sambungan telepon dan bergegas menuju alamat yang sudah sangat ia hafal di luar kepala.

***

"Jadi begini, Pak, kami ingin memberikan sebuah bukti yang mungkin tak pernah Bapak duga sebelumnya."

Zio menghela napas. Ia menatap Harley tajam, di samping pria berusia awal tiga puluhan itu berdiri dua orang pria yang hanya tersenyum simpul menatapnya. Mereka berkumpul di depan rumah Jani. Harley pun sudah memastikan kondisi kediaman Hermawan tersebut aman, dalam artian pergerakannya tak akan dicurigai oleh siapa pun.

"Cukup Zio, panggil saja Zio."

Harley tersenyum kecil. Pria itu menoleh ke arah kanannya, di mana seorang pria bertopi dengan tampilan serba hitam mengeluarkan sebuah alat perekam suara. "Anda bisa jadikan ini bukti kuat."

Zio menatap benda itu, ia mengambilnya dan mengangguk paham. "Suara siapa?"

"Asisten rumah tangga keluarga ini."

Cowok itu menatap pria di hadapannya yang tampak ingin melanjutkan kalimatnya. Zio mengalihkan pandangan. Tatapannya terfokus pada gerbang tinggi yang menjulang itu. Ia memikirkan keadaan Jani, setelah melihat kejadian tempo hari, hatinya terus mendadak risau.

"Saya bisa menjamin keaslian rekamannya. Saya juga sudah memastikan, jika wanita itu berkata benar sesuai fakta yang ada."

Zio mengangguk. Cowok itu menerka-nerka, mungkin saja ada alasan kuat yang membuat Jani menangis seperti di rumah hantu kemarin lalu, tapi apa? Tak ada kemungkinan paling besar di antara kemungkinan-kemungkinan lainnya.

"Bu Sakira—istri Pak Hermawan telah wafat enam tahun lalu. Sebuah penembakan brutal membuat nyawanya terenggut dengan begitu sadis."

Zio menoleh, menatap Harley tak percaya. Yang ia ketahui dari publik, istri Hermawan memang telah tiada, namun tak ada kejelasan lain tentang kronologis kejadiannya. Beritanya pun sangat tertutup, dan Zio baru menyadarinya sekarang.

Harley tersenyum kecil. Ia membuka catatan kecil yang selalu ia bawa ke mana pun. Di dalamnya terdapat poin-poin penting yang ditulis secara manual menggunakan tangan. Pria itu pun membaca kata kuncinya dan kembali menjelaskan.

"Penembakan tersebut dilakukan oleh sekelompok orang berpakaian hitam. Pengepungan dilakukan pada siang hari. Pelancaran aksi dilakukan pada sore hari, tepatnya petang menjelang malam."

Zio mendengarkan dalam diam. Otaknya terus berpikir dan menyambungkan beberapa penggalan kejadian yang pernah ia lewati bersama Jani. Zio yakin, terdapat banyak hubungan rumit terhadap sikap dan perilaku gadis itu dengan masa lalunya yang menyedihkan. "Siapa pelakunya?"

Harley menutup catatan kecilnya. Pria itu menggeleng. "Kami masih menyelidikinya."

Pria itu menoleh ke arah kiri, kemudian pria di sampingnya itu menunjukan beberapa foto hasil jempretan kamera ponsel. Harley langsung menerimanya dan menyodorkan lembaran-lembaran kecil itu kepada Zio.

"Di lantai atas terdapat ruangan kerja Pak Hermawan, di sebelah kirinya, terdapat beberapa ornamen kayu yang terpajang rapi."

Zio mengamati satu per satu gambar yang cukup menarik minatnya. Cowok itu mengangguk seraya memasukan seluruh foto itu ke dalam saku celananya.

"Kerja bagus, Ley!"

Harley terkekeh pelan, pria itu pun berdeham sejenak, mengatur napasnya perlahan. "Saya mengajak Anda kemari karena saya ingin imajinasi Anda bekerja dengan jelas, tidak sekadar membayangkan yang tidak pasti."

"Beberapa hari lalu, saya sengaja menunggu waktu yang tepat untuk menyamar menjadi seorang pengendara ojek. Kebetulan seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah itu sedang menunggu angkutan umum untuk pergi berbelanja. Saya pun menawarkan diri untuk mengantarnya dan dengan semringah wanita itu menyetujui tawaran saya." ada jeda sedikit sebelum Harley kembali berujar, "saya pun berhasil mengorek informasi dasar tentang Pak Hermawan dari wanita tersebut. Saat itu, ia meminta saya untuk memasangkan regulator gas, karena semua asisten yang bekerja di sana sedang sibuk, saya pun berinisiatif untuk mengambil beberapa gambar yang sekiranya dibutuhkan sebagai bukti kuat di pengadilan nanti."

Terdengar helaan napas berat Zio. Sekarang, cowok itu sudah yakin, jika kasus ini memiliki subkasus yang harus dipecahkan satu-satu. Kepalanya terasa akan pecah sekarang juga.

"Kejutannya, putri Hermawan Harijaya masih hidup, dan ia tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik."

Ucapan itu sukses membuat Zio menatap Harley tajam. Cowok itu tidak mengerti dengan maksud ucapannya, apa-apaan?!

Harley yang seakan paham dengan kebingungan Zio pun langsung berkata, "selama ini, Pak Hermawan telah menyembunyikan keberadaan putrinya dengan mengubah statusnya menjadi meninggal dunia. Saya tidak tahu pasti dengan alasan di baliknya, namun saya pikir, ada maksud terselubung yang pria itu sembunyikan dari khalayak publik."

Zio terdiam. Ia berusaha mencerna segala kalimat yang masuk ke dalam indra pendengarnya. Cowok itu memikirkan perasaan Jani, bagaimana sulitnya menjalani hidup saat dunia tidak berpihak padanya. Cowok itu memejamkan mata, miris mengetahui fakta tersebut.

Harley tersenyum menatap Zio sopan. Pria itu sedikit membungkuk, diikuti oleh dua orang di sampingnya. "Hanya itu yang dapat saya sampaikan. Kami undur diri dan terima kasih atas segala perhatian yang Anda berikan, permisi."

Ketiga tubuh tegap itu pun berjalan menjauh dari sana. Zio mengacak rambutnya frustrasi. Ada sedikit rasa sesal dalam hatinya, ia menyesal telah mengambil kasus ini. Terlebih, korban yang teramat dirugikan adalah gadis yang sudah berhasil mencuri seluruh atensinya.

"Rumit!"

Cowok itu mengepalkan tangan. Matanya menajam, ia harus segera mencari tahu inti masalah dari kasusnya itu, secepatnya.

"Zio."

Panggilan itu sukses membuat tubuh Zio membeku di tempatnya. Cowok itu menoleh, menatap Jani yang tengah memicingkan mata, menatapnya penuh selidik. "Lagi ngapain lo di sini?"

***

Hai.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. {°}

Gimana kabar temen-temen semua? Semoga selalu sehat, ya. Maaf makin ke sini, update makin gak tentu. Kemarin itu abis sibuk pulang-pergi RS, beneran gak punya waktu buat nyempetin buka cerita ini. Maaf ya, maaf banget. :(

Oh, iya, ada yang dapat THR? :D

Salam hangat,
intansaadah123

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang