FABRI(ZIO) -4-

113 35 15
                                    

Gadis itu segera menepi saat dirasa rintik hujan mulai membasahi seragamnya. Jarak tempuh masih cukup jauh, sekitar dua ratus meter dari tempatnya berdiri.

Kendaraan masih banyak berlalu-lalang, beberapa angkutan umum pun berhenti untuk menurunkan pemumpangnya di tempat pemberhentian, seperti sekarang ini, beberapa orang turun dari dalam sana, tak lama, mobil itu pun berlalu.

Seorang wanita berhijab berdiri di sebelah Jani. Beberapa kantong plastik tampak tersimpan rapi di sampingnya. Mungkin wanita itu baru pulang berbelanja.

Gadis itu tersenyum saat wanita tadi menatapnya. Senyum yang sedikit dipaksakan. Bagi Jani, berhadapan dengan orang baru itu sangat mengerikan. Ia sangat sulit untuk membaur dengan orang asing yang tak pernah dilihat sebelumnya.

"Lagi nunggu apa, Dek?"

Jani langsung terdiam. Tangannya meremas atasan seragamnya. Pikiran buruk mulai menggerayangi otaknya. Mungkin saja orang di sampingnya itu adalah seorang kriminal yang sedang mencari mangsa, bisa saja, kan?

"Um ... anu, nunggu te-temen."

Wanita itu tersenyum, kemudian mengangguk. "Temen apa temen, nih?" godanya sambil menunjukan deretan gigi rapinya.

Ebuset, ini emak-emak lemes amat ya, mulutnya. Jauh-jauh, gih. Gue gak suka!

Jani hanya tersenyum kecil. Berusaha tidak menunjukan sikap ketidaksukaannya. Ia pun mengalihkan pandangan, beberapa ojek online tampak masih berlalu-lalang, sibuk dengan orderannya. Ia merutuki dirinya sendiri, mengapa tidak pesan jasa antar jemput itu saja, ada baiknya juga, ia tak perlu ke tempat itu mungkin, langsung pulang dan tidur adalah surga dunia baginya.

Jani mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah aplikasi berlogo hijau di sana. Namun gerakannya terhenti kala suara wanita tadi kembali mengisi indra pendengarnya.

"Dulu, saya suka banget boncengan sama pacar saya. Sekarang sih, udah jadi mantan, emang enggak jodoh mungkin, hehe."

Jani menoleh, menatap wanita di sampingnya datar. Memangnya siapa yang memintanya bercerita, berbagi pengalaman dengannya? Tidak ada, kan? Pikirnya.

"Sekarang kami sudah punya keluarga masing-masing, dia sudah punya lima anak, saya juga sudah punya e—"

"Berhenti, berhenti!"

Gadis itu terpaksa memberhentikan seorang pengendara motor yang kebetulan mengenakan celana berwarna sama dengan roknya. Tubuhnya terlapisi jaket kulit hitam dan wajahnya tertutup helm full face.

Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja, Jani merasa sudah terlalu lama berbincang dengan orang asing, dan itu membuatnya merasa semakin tidak nyaman.

"Maaf, Bu, pacar saya sudah jemput, duluan, ya," pamitnya pada wanita itu.

Jani segera naik ke atas motor besar tersebut dan menepuk pundak sang pengemudi setelah semuanya siap. Terlihat, wanita berhijab tadi tersenyum jahil padanya.

Motor pun melaju. Sial! Jani lagi-lagi harus merutuki kebodohannya. Terbebas dengan satu orang asing, mengapa dirinya harus menjebakkan diri di tengah-tengah orang asing kembali.

Gadis itu menepuk-nepuk bahu si pengendara. "Eh, berhenti-berhenti! Gue turun di sini aja."

Holly shit! Matanya sakit terciprat oleh arus hujan. Terlebih, tak ada respon apa pun yang diberikan oleh si pengemudi. Rasa takut mulai menyelimutinya kembali. Bermacam pikiran buruk sudah bersarang di otaknya.

"Plis, berhenti. Turunin gue di sini, ya ampun."

Orang itu masih tak acuh terhadap ucapannya. Jani hanya bisa menatap jalanan dengan tatapan nanar, bagaimana jika nanti dirinya diculik dan disekap di gudang atau bangunan tua? Tidak, tidak, itu tidak boleh terjadi.

FABRI(ZIO) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang