Aidan berdiri disamping motornya, menunggu Sea keluar. 10 menit kemudian, ia melihat Sea berlari kecil kearah pagar, membukakan pintu untuknya.
"Sorry lama," ucap Sea. Aidan menyerahkan helmnya. Kali ini, ia sudah menyiapkan 2 helm untuknya dan Sea.
Daripada gue kutuan pake helm si Ditto.
"Orang tua lo ada dirumah?" tanya Aidan. Sea mengangguk. "Boleh pamitan?" tanya Aidan lagi.
"Oh," gumam Sea lalu mengangguk. Ia membuka pintu pagarnya lagi, mengisyaratkan Aidan untuk masuk. Aidan mengikuti langkah kaki Sea menuju kedalam rumahnya.
Dan disinilah ia sekarang. Diruang tamu sederhana milik keluarga Sea, dengan beberapa sofa besar berwarna putih dan meja kecil ditengahnya. Ruangan ini tidak terlalu besar, namun sangat nyaman untuk sekedar bercengkrama. Beberapa bean bag warna-warni terlihat di sudut ruangan ini.
Diluar dugaan Aidan, tidak hanya orang tua Sea yang ada disana, tapi juga kedua Kakaknya. Sebasta dan Samudra. Mereka berdua menatap Aidan intens, meneliti Aidan dari atas sampai bawah. Mereka bahkan terlihat lebih galak daripada Ayah Sea.
"Lo kelas berapa?" tanya Samudra.
"Dua belas," jawab Aidan. Ia bisa merasakan Samudra menatapnya tak suka. Yah, memang wajah Aidan bukan tipe wajah orang baik. Tapi wajah Samudra pun tak kalah beringas.
Ia teringat kata-kata Windy sebelum berangkat tadi pagi.
"Jangan lupa kamu pamitan sama orang tuanya. Biasanya mereka bakal lebih cepet luluh."
Ini hasilnya. Dihadapannya, ia melihat 4 orang yang menatapnya berbeda. 2 orang menatapnya dengan tatapan datar dan waspada, 2 orang lagi menatapnya "sedikit" ramah. Disebelah Aidan, ada Sea yang mulai mengerti situasi yang sedang terjadi.
"Pa, Ma, Sea sama Kak Aidan mau berangkat dulu, keburu telat," ujar Sea setelah beberapa pertanyaan dilontarkan pada Aidan. Aidan merasa lega. Ia bangkit bersama Sea, ia berpamitan kepada kedua orang tua dan dua Kakak Sea.
"Kakak nggak nyaman, ya?" tanya Sea merasa bersalah. Aidan menggeleng cepat, berbohong. "Udah, ayo berangkat."
Aidan melajukan motornya cepat menuju sekolah mereka.
Sepertinya, ia harus berusaha lebih keras untuk meluluhkan hati keluarga Sea.
***
"Menurut lo, si Aidan itu gimana, Kak?"
"Maksudnya?" tanya Sebasta.
Samudra mengangkat bahunya. "Gue nggak yakin dia baik, Kak. Dan waktu gue ngeliat si Aidan, gue ngeliat dia."
Rahang Sebasta mengeras seketika. Ia tahu siapa itu dia. Sebasta tak lupa. Dan Sebasta tak akan pernah lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEANDRA ✓
Teen FictionDi hari pertamanya, Sea harus dipertemukan dengan sosok Aidan, laki-laki dingin yang katanya tak tersentuh. Tak hanya itu, ia lagi-lagi dikejutkan dengan Aidan yang tiba-tiba menembaknya di hari pertama mereka bertemu! Hingga suatu hari, sebuah ra...