"Hah, Bian satu organisasi sama Sea?"
Ditto menatap Aidan tak percaya. Aidan mengangguk pelan, matanya masih fokus pada bola yang ada di tangannya. Sekarang, Aidan dan Ditto sedang bermain basket di lapangan luas yang ada di halaman belakang rumah Aidan.
Aidan mendribble bolanya pelan. "Gue juga nggak ngerti apa tujuan dia. Kemarin, dia ngajak Sea buat pulang bareng. Untung gue nungguin Sea," ujarnya. Aidan mengambil posisi, membidik ring di hadapannya, lalu melemparkan bola itu. Shoot!
"Kalau boleh jujur, Dan, gue kangen banget kita yang dulu," kata Ditto. Ia mengambil bola itu, lalu mendribblenya. "Gue kangen banget jaman kita sering nyolong tahu isi di warung deket sekolah."
Aidan tak menjawab. Ia tentu juga rindu masa-masa itu. Masa dimana mereka mendapat omelan panjang dari pemilik warung yang terkenal galak. Ia juga rindu masa dimana mereka selalu nongkrong di atap sekolah. Masa dimana mereka kabur dari sekolah dengan memanjat pagar belakang.
Tapi apa daya, semua sudah tidak sama lagi. Ada hal yang tak bisa dikembalikan lagi. Semua sudah berubah, mereka sudah memilih jalannya masing-masing.
Aidan dan Ditto melangkahkan kaki menuju gazebo, merebahkan diri disana. Setiap mereka teringat akan hal itu, raut wajah mereka akan berubah sedih. Terutama Ditto.
Ditto tidak melakukan apa-apa. Ia hanya menyaksikan semuanya berubah begitu cepat. Mereka yang awalnya bahagia, berubah menjadi amarah. Ia ingat bagaimana dirinya harus memisahkan Aidan dan Bian saat itu.
"Gue minta maaf, To," gumam Aidan. "Mungkin nggak seharusnya gue-"
"Ya udah lah," potong Ditto. "Toh juga, Karin nggak akan balik lagi. Yang jadi fokus lo tuh harusnya si Sea."
Aidan menatap langit-langit gazebo. Ia memang merasa Bian memiliki maksud jahat pada Sea. Ia tidak benar-benar mencintai Sea. Ia hanya ingin melihat Aidan terluka.
"KAAKK, GUE PULANGGG!"
Ditto- yang seharusnya tidak dipanggil, langsung terduduk tegak mendengar suara pujaan hatinya. Ia berjalan menuju kedalam rumah, disusul Aidan.
Namun malang, pemandangan tak enak langsung terlihat oleh Ditto.
"Eh, Bang Ditto," sapa Adara. Tangannya menggandeng tangan seorang laki-laki tinggi, bermata cerah yang tersenyum ramah pada Ditto dan Aidan.
"Kenalin, ini Putra, Kak, Bang."
Putra mengulurkan tangannya, menyapa kedua laki-laki dihadapannya. "Putra."
Aidan membalas uluran tangan itu. "Aidan."
Sedangkan Ditto? Ia membalas uluran tangan Putra asal, lalu menatap Aidan. "Gue pulang, Dan," ujarnya sebal. Ia menatap sekali lagi Putra dari atas sampai bawah, lalu melengos. "Gantengan juga gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEANDRA ✓
ספרות נוערDi hari pertamanya, Sea harus dipertemukan dengan sosok Aidan, laki-laki dingin yang katanya tak tersentuh. Tak hanya itu, ia lagi-lagi dikejutkan dengan Aidan yang tiba-tiba menembaknya di hari pertama mereka bertemu! Hingga suatu hari, sebuah ra...