Di hari pertamanya, Sea harus dipertemukan dengan sosok Aidan, laki-laki dingin yang katanya tak tersentuh.
Tak hanya itu, ia lagi-lagi dikejutkan dengan Aidan yang tiba-tiba menembaknya di hari pertama mereka bertemu!
Hingga suatu hari, sebuah ra...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sea tak percaya apa yang dilihatnya. Aidan berciuman dengan perempuan lain, di tempat pertama mereka bertemu.
"Sea..." panggil Aidan lirih, sekaligus terkejut. Sea bergeming. Ia menatap Aidan nanar. Hatinya sakit, tapi bahkan setetes air mata pun tak keluar dari kedua pelupuk matanya.
Aidan melangkah mendekat, membuat Sea otomatis melangkah mundur. Satu langkah maju, untuk satu langkah mundur.
"Sayang, ini nggak kayak yang-"
"Nggak usah panggil aku sayang," potong Sea. Suaranya serak.
"Biar aku jela-"
"Kita putus aja," potong Sea lagi. Tanpa basa-basi, Sea balik badan, melangkah pergi. Semakin lama, langkahnya semakin cepat. Ia tak tahu kemana kakinya melangkah. Ia membelah kerumunan, berlari keluar dari sekolah. Yang ada padanya, hanya kamera yang tergantung di lehernya, juga ponsel di kantung celananya.
Bibir Sea bergetar. Napasnya tak teratur. Ia mengeluarkan ponselnya, mencari satu nama yang terlintas di kepalanya.
Ia menempelkan ponsel itu di telinga, menunggu orang di seberang sana mengangkat. Tak lama, terdengar suara yang diharapkannya.
"Kak Basta..."
***
"Iya Nad, tolong bawain tas Sea, ya? Kakak bawa Sea pulang sekarang."
Sebasta menutup sambungan teleponnya. Ia menatap Sea yang menangis dalam diam. Hatinya bergemuruh. Sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya.
Apa karena Aidan?
Sebasta tak berani bertanya. Satu tangannya membelai rambut Sea lembut, sementara tangan lainnya ia gunakan untuk mengendalikan kemudi.