EXTRA PART

6.7K 412 12
                                    

7 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

7 tahun kemudian...

Aidan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tak ia pedulikan bunyi klakson yang memekakkan telinga dari kendaraan lain, serta sumpah serapah yang mungkin dilontarkan para pengendara yang ia salip.

Wajah laki-laki itu begitu panik. Lima belas menit yang lalu, saat ia sedang rapat, Adara menghubunginya, mengatakan kalau Sea— istrinya yang ia nikahi satu tahun yang lalu, akan melahirkan. Tanpa pikir panjang, Aidan langsung meninggalkan rapat, dan menyerahkan sisanya pada Ivan, sekretarisnya yang mungkin sekarang sedang uring-uringan menghadapi client cerewet.

"Shit, minggir bisa nggak, sih? Urgent ini!" gerutu Aidan, saat sebuah truk besar menghalangi jalannya. Begitu ada kesempatan untuk menyalip, laki-laki itu langsung menginjak gasnya dalam-dalam. Yang ada di otaknya saat ini adalah, ia harus sampai di rumah sakit tepat waktu.

Tak butuh waktu lama hingga mobil Aidan terparkir rapi di rumah sakit. Laki-laki dua puluh delapan tahun itu langsung berlari menuju lift. Adara sudah memberitahu di mana mereka berada lewat chat, sehingga Aidan tak perlu membuang waktu untuk bertanya lagi.

"Sea mana, Ma?" tanya Aidan. Windy, Denaya, dan Adara langsung menoleh.

"Ada di dalam," jawab Windy. "Duduk dulu, nanti tunggu dokter keluar."

"Mereka baik-baik aja, kan?" tanya Aidan lagi. Ia begitu panik sekarang. Takut kalau terjadi sesuatu pada Sea dan kedua bayi kembarnya.

"Mereka nggak papa," kali ini, Denaya yang bersuara. "Mungkin sebentar lagi, kamu bakal dipanggil buat masuk."

Dan benar saja, lima menit kemudian, dokter Tari, dokter kandungan yang membantu Sea sejak pertama hamil, keluar dari ruang bersalin. "Pak Aidan, silahkan masuk. Bu Seandra membutuhkan anda."

Aidan menatap Windy dan Denaya bergantian. Kedua wanita paruh baya itu mengangguk, meyakinkan Aidan untuk masuk. Aidan melangkah cepat menuju ruang bersalin, dan mendapati sang istri terbaring di atas brankar. Wajah Sea terlihat pucat, sesekali ia meringis kesakitan.

"Hei, Sayang. Aku di sini," Aidan mengecup pelipis Sea, tangannya menggenggam tangan mungil Sea yang terasa dingin. Dalam hati, ia terus berdoa agar istri dan anak-anaknya selamat. Bohong kalau Aidan tidak takut.

"Aidan, sa...kit..." Sea sampai menitikkan air mata saking sakitnya. Ia meremas tangan Aidan. Laki-laki itu sama sekali tak keberatan, meski ia harus merasakan sakit sekalipun.

Suara dokter Tari kembali terdengar, mengatakan bahwa proses persalinan akan dimulai. Ia menuntun Sea untuk mengejan, membuat jantung Aidan berdetak berkali-kali lebih cepat dari ritme normalnya. Melihat wajah kesakitan Sea, membuatnya ikut sakit juga.

Aidan terus membisikkan kata-kata penyemangat tepat di telinga sang istri, berharap hal itu dapat memberikan kekuatan tambahan bagi Sea untuk melahirkan kedua buah hati mereka ke dunia. Beberapa kali Sea menjambak rambutnya, mencubit, meremas tangannya, menyakiti bagian tubuh Aidan manapun yang dapat ia raih. Hingga tak lama, terdengar suara tangisan bayi yang begitu keras.

SEANDRA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang