Beri jejak jika bertemu TYPO.
Happy reading ^^
.
.
.
.
.Dua bulan lebih lamanya setelah kepergian Sakura. Hari ini, Sasuke harus melanjutkan pertemuannya untuk kerjasama lima perusahaan ternama. Tanpa terkecuali Sasuke, lelaki itu turut hadir di sana. Rapat mereka diadakan di kantor pusat Shimura Company.
Rapat itu baru saja selesai beberapa menit yang lalu. Kelima pria itu belum pergi dari tempat. Merasa harus melakukan sesuatu, Sasuke akhirnya berdiri dari sana. Ia mengabaikan obrolan yang mereka buat.
"Apa istrimu sudah pulang?" tanya seseorang. Sasuke menghentikan langkahnya, berbalik menatap seorang lelaki berambut merah yang pada rapat tadi memimpin mereka.
Jika bukan karena ia adalah rekan bisnisnya, mungkin Sasuke akan memukulnya sekarang juga. Uchiha satu itu tak akan pernah melupakan apa yang telah terjadi pada istrinya. Seorang bajingan berwajah bayi yang seenaknya sendiri mencium istrinya. Mencium wanita yang beberapa pekan lalu mulai ia cintai. Yah. Setidaknya itulah yang Sasuke pikirkan.
"Kau bicara apa?" desis Sasuke dengan dinginnya.
"Bicara mengenai dokter muda cantik yang menyelamatkan nyawaku," jawab lelaki itu, Sasori.
Sasuke tak menggubris. Ia melanjutkan langkahnya, keluar dari ruangan itu. Hening sekarang. Tak lama, lelaki berambut merah yang lain berdiri, membuat suara kecil pada gesekan kursi dengan lantai.
"Kurasa ruang rapat bukan tempat yang tepat untuk bersaing mendapatkan seorang wanita," ucapnya kemudian. "Shitsureishimasu¹."
Pria itu, Kazekage Gaara, akhirnya meninggalkan ruang rapat juga. Meninggalkan beberapa orang yang terdiam di sana. Tak lama, Naruto turut menyusul keluar ruangan. Menyisakan Sai dan Sasori.
"Kau pikir dia akan menyerah?" tanya Sai tiba-tiba.
"Hm?" bingung Sasori.
"Uchiha sepertinya tak akan mudah menyerah. Apalagi tentang orang yang dicintainya," ucap Sai.
Sasori tersenyum tipis. "Kupikir juga begitu," jawabnya kemudian.
Lelaki berambut merah itu menghela napas panjang. "Rasanya menggelikan menggoda seseorang yang berhati dingin sepertinya," ucapnya kemudian.
"Kurasa kau juga berhati dingin," balas Sai dengan senyuman khasnya.
"Kau sendiri begitu. Buktinya membuat seseorang tak berdaya karena berusaha menghancurkan kita berlima."
"Memangnya siapa yang menginginkan kehancuran mendadak disaat mereka sedang naik daun?" tanya Sai kemudian.
Ia berlalu dari sana. Meninggalkan Sasori yang tersenyum penuh arti. Lelaki itu terlihat berbahaya sekarang.
🌸🍅🌸
Sasuke diam di ranjangnya. Merebahkan diri, setelah sore tadi ia usai berpikir keras dalam rapatnya dengan aliansi lima perusahaan besar itu. Onyx itu menatap langit-langit kamar.
Ia memikirkan beberapa perubahan yang terlihat semenjak kepergian istrinya. Ketika Sai yang sudah berusaha memperbaiki keadaan sebelum keputusan yang Sakura buat terjadi. Lelaki pemilik Shimura Company itu tak lagi sering berbasa-basi dengannya saat bertemu.
Juga tentang Naruto yang bahkan selalu melayangkan tatapan kecewanya saat bertemu. Lalu yang paling membuatnya tersiksa, ketika keluarga berbalik bersikap dingin padanya. Padahal selama ini ia yang selalu bersikap seperti itu.
Bayang-bayang kesehariannya yang dulu terlintas. Ketika Sakura menyambutnya pulang, ketika ia menyiapkan air hangat untuknya mandi setelah lelah dari pekerjaan. Padahal, sebelum menikah dengan Sakura, ia tak pernah mandi dengan air hangat.
Lalu saat Sakura merona melihatnya hanya dengan handuk yang membalut tubuhnya sebatas pusar hingga lutut. Ketika maniknya menemukan Emerald itu. Sasuke tersenyum getir ketika baru menyadari betapa meneduhkannya manik indah sang istri.
"Aku merindukanmu, Sakura"
Sasuke tak akan menyangkal kalimat yang ia gumamkan barusan. Ia baru merasa bahwa dirinya menginginkan hal-hal yang biasanya ia lihat dan ia lakukan bersama istrinya untuk terulang lagi. Ia tahu arti rindu, dari pria pemilik bar yang tak ia tanyakan namanya waktu itu.
Apa merindukan seseorang memang se-menyakitkan ini? Lalu biasanya harus bagaimana seseorang yang sedang kerinduan? Sasuke tak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya sendiri.
Satu hal yang pasti, ia merasa kosong. Seperti ada lubang di dalam dadanya yang ia tak tahu apa itu, dan harus ia tutupi dengan apa. Sekonyong-konyong saja berbagai umpatan yang pernah ia lontarkan untuk Sakura berputar di otaknya. Ia merasakan sakit yang luar biasa dalam dirinya. Sesuatu yang membuatnya merasa hampa. Membuatnya merasa diujung jarum raksasa yang siap menjatuhkan dirinya di lautan luas.
Ketakutan luar biasa menjalar di seluruh nadinya. Ia takut benar-benar akan kehilangan istrinya. Ia takut bagaimana mendapatkan kembali apa yang sudah menjadi miliknya. Sakura bukanlah barang yang ia sadar tak bisa dibelinya di mana pun. Hanya perasaan yang kata orang-orang bisa menyatukanmu dengan orang lain.
"Kudengar sebuah pepatah. 'Ketika seorang istri pergi dan suaminya merasakan dadanya teramat sakit, berarti memang benar dia adalah tulang rusuknya.'"
Ah! Ucapan Sai benar rupanya. Sama dengan yang ia alami, bukan? Ia merasa dadanya sakit atas kepergian Sakura. Benarkah Sakura tulang rusuknya? Wanita yang sungguh ia inginkan sekarang?
Sasuke tak mampu menjawab teka-tekinya sendiri. Yang pasti, ia merasakan sesuatu yang sering disinggung Ino saat masih sekolah dulu. Penyesalan.
Setetes air mata sukses keluar dari sarangnya. Ia menangis, menyembunyikan wajahnya di bantal yang selalu Sakura gunakan untuk tidur. Seolah tak ingin siapa pun melihat air matanya. Padahal, kamarnya terkunci rapat. Ia menggumamkan sesuatu di sana.
"Aku mencintaimu, Sakura."
.
.
.¹ Shitsureishimasu : permisi.
777 words hehe 😅
End! Ending!!
Ini mah Bad Ending ya kan?
Arigatou buat semua yang sudah mau baca fanfic gak jelas bin jelek saya hehe ^^
Bagian yang paling kusukai sendiri adalah Shimura Sai, chapter 21 wkwk
Ada yang sama??
🐔🐔🐔🐔🐔
Salam hangat,
Kaze_Natsu
KAMU SEDANG MEMBACA
Yosougai [SasuSaku] ✔
Fanfiction[SELESAI] //Yosougai - Naruto Fanfic [REVISI BERTAHAP]// "Izinkan kami berpisah," ucap Sakura. Semua yang ada di ruangan itu menghentikan aktivitas mereka, tanpa terkecuali sang suami. "Apa ... dia serius?" tanya lelaki itu dalam hati. . . . Perasaa...