"Udah dong Kak, jangan nangis terus."
Sore itu, Sakura tiba-tiba saja menyuruhnya untuk datang ke apartemennya. Begitu Minju datang, Sakura sudah menangis. Entah apa yang terjadi, Sakura masih belum bercerita.
"Kenapa nangis, Kak? Cerita dong, berhenti dulu nangisnya."
Dengan napas yang sesenggukan, Sakura mencoba menghentikan tangisnya. Ia mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan punggung tangan. Tetapi Minju dengan cepat menyodorkan tisu sehingga Sakura berhenti mengelap dengan tangannya.
"Makasih," ujarnya sambil menghapus air mata dengan tisu.
Minju menatap Sakura tidak enak. Ia memang terlalu penasaran hingga meminta Sakura menghentikan tangisnya dulu. Mungkin seharusnya ia memberi waktu pada Sakura untuk melepaskan tangisnya, baru bicara dengannya saat sudah siap.
"Nggak apa-apa, Kak. Atur dulu aja napasnya," ujar Minju saat melihat Sakura yang belum siap untuk bicara.
"Kayaknya aku bikin kesalahan deh," Sakura akhirnya bersuara walau masih parau.
"Kesalahan apa, Kak?"
Sakura kini benar-benar mengatur napasnya sebelum berbicara. "Kayaknya aku terlalu mengusik kehidupannya Kak Wooseok. Tadi Kak Wooseok keliatan marah banget. Memang aku kesannya ngatur-ngatur dia, ya?"
Dahi Minju berkerut. Sebenarnya ia tidak mengerti maksud perkataan Sakura. Memangnya apa yang sudah Sakura lakukan hingga membuat Wooseok marah?
"Salah Kakak apa lagi, sih? Bukannya Kakak sama Kak Wooseok udah baikan? Kok sekarang jadi berantem lagi?"
Sakura mengambil bantal sofa yang berada di sampingnya lalu memeluknya. "Tadi aku habis ketemu Kak Wooseok, terus aku nawarin Kak Wooseok buat main drama bareng aku. Tapi mungkin salah aku karena ngajak di saat Kak Wooseok lagi masa istirahat, apalagi Kak Wooseok udah lama nggak main drama kayak gini, kan?"
Mendengar penjelasan Sakura, Minju menghela napas. Ia akhirnya paham betul mengapa Wooseok bisa marah pada Sakura. Bahkan, Minju pernah berada di posisi Sakura. Ia pernah sekali menawarkan drama straight pada Wooseok, di saat karirnya sebagai aktor terlaris boys love baru naik daun. Saat itu Wooseok langsung menolaknya mentah-mentah bahkan ia sempat berhar-hari tidak bicara dengan Minju yang notabene adalah manajernya.
"Apa Kak Wooseok beneran gay ya, Kak? Soalnya dulu juga pernah aku tawarin main drama biasa, dia juga nggak mau."
Sakura menggeleng. "Enggak, Minju. Kamu lupa apa? Aku kan udah denger tentang masa lalu Kak Wooseok, dan Kak Wooseok tuh bukan orang kayak gitu." Sakura mengubah posisi duduknya. "Aku yakin banget kalau Kak Wooseok itu sebenernya trauma sama masa lalunya. Dia kayak masih belum berani untuk coba main drama kayak gini karena di masa lalu dia pernah diremehkan sama orang."
Kali ini Minju mengangguk mantap. Setelah menganalisis dari jawaban Sakura, Minju sudah tahu pasti alasan kenapa Wooseok marah. Tiga tahun menjadi manajer Kim Wooseok membuat Minju lambat laun dapat memahami karakter lelaki itu. Dan aktor papan atas itu paling tidak suka bila ada yang menghakiminya soal dirinya, apalagi ada orang yang berhasil memahami dirinya dengan tepat lebih dari dirinya sendiri. Dan sepertinya Sakura telah melakukan kesalahan ini.
"Kak, Kakak maksa Kak Wooseok, ya? Kak Wooseok itu paling nggak suka dipaksa. Kalau sekalinya dia bilang enggak, ya enggak."
"Iya sih, tadi dia keliatan nggak suka gitu pas aku bujuk. Padahal kan aku cuma membujuk, bukan maksa," Sakura membela dirinya.
Ting Tong.
Sakura dan Minju menoleh ke arah pintu secara bersamaan. Selama Sakura menjadi artis, belum pernah ada yang mengunjungi apartemen Sakura selain manajernya, Minju dan Lee Dongwook. Mungkin beberapa pengantar makanan, tapi sepertinya itu tidak bisa dihitung berkunjung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bothered ✓
RomanceLayaknya ratu sihir yang membenci snow white karena kecantikannya, Wooseok pun begitu pada Sakura. Ini tentang siapa yang menjadi nomor satu, nomor yang selalu diduduki Wooseok. Namun mendadak semuanya berubah ketika Sakura muncul di kehidupannya. ©...