"Lo udah gila, ya?" tanya Kim Wooseok. Matanya menatap tajam Sakura yang tampak terkejut melihat dirinya. Tapi Wooseok tidak peduli. Ia hanya tidak habis pikir, bagaimana bisa Sakura masuk ke gedung apartemennya yang jelas-jelas sudah dipenuhi wartawan, terlebih lagi seorang diri, tanpa penyamaran yang cukup. Ia tahu Sakura masih rookie, tapi menurutnya ini sangat nekat, terlepas dari pengalamannya sebagai artis.
"Ma-maaf, Kak."
Wooseok menghela napas. "Gue nggak minta permintaan maaf lo."
"Ah, iya Kak."
"Ngapain lo ke sini?"
Bingung. Sakura tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimana mungkin ia bilang pada Wooseok kalau ia khawatir dan ingin melihat keadaan lelaki ini? Tidak. Tapi Sakura benar-benar tidak tahu jawaban apa yang harus ia berikan.
"Aku mau nengok Kakak," jawab Sakura pada akhirnya.
Dahi Wooseok berkerut, tidak percaya dengan jawaban Sakura. "Nengok gue?"
Sakura mengerjap beberapa kali, ia tidak heran bila Wooseok sulit mempercayai jawabannya, seharusnya memang ia tidak to the point.
"Oh, gini Kak, tadinya aku nemenin Minju yang mau nengok Kakak. Tapi tadi mendadak Minju nggak bisa karena mamanya kecelakaan. Jadi aku ngewakilin Minju buat nengok Kak Wooseok, gitu, hehe," jelas Sakura.
Wooseok nampaknya tidak terlalu tertarik dengan alasan Sakura yang entah dapat dipercaya atau tidak. Ia pun tidak membalas lagi perkataan Sakura dan langsung menaiki tangga darurat. Sakura yang kebingungan pun akhirnya memilih untuk mengekor pada Wooseok.
Ketika mereka sampai di lantai dua, Wooseok membuka pintu darurat tersebut hingga mereka masuk ke koridor utama gedung. Wooseok berjalan menuju lift dan langsung memencet tombol. Sementara Sakura berdiri di sampingnya, keduanya diam tanpa sepatah katapun keluar. Koridor tampak sangat sepi, Wooseok membuka maskernya, begitu pun Sakura.
Pintu lift terbuka dan mereka berdua masuk ke dalamnya. Kosong, hanya ada mereka berdua di dalamnya. Baik Wooseok maupun Sakura, tidak ada yang berniat untuk melakukan percakapan sama sekali. Awalnya begitu, hingga pandangan Sakura teralih pada peluh yang mengalir dari pelipis Wooseok hingga sampai ke pipi dan dagunya. Kenapa lelaki itu berkeringat banyak sekali? Padahal mereka tidak berlari jauh. Bahkan keringat Sakura saja sudah hilang. Kekhawatiran pun mulai muncul di benak Sakura.
"Kakak nggak apa-apa, kan?"
Tangan Sakura kini mencoba meraih pelipis Wooseok namun dengan cepat Wooseok menahan tangannya. "Mau apa lo?"
Sakura agak terkejut karena pergelangan tangannya ditahan oleh cengkraman Wooseok, ia menelan salivanya dengan susah payah, "Keringat Kakak banyak banget, Kakak nggak apa-apa?"
Mendengar hal itu, Wooseok langsung melepaskan cengkramannya dari tangan Sakura lalu segera mengelap keringatnya yang memang mengalir sudah sampai dagunya dengan punggung tangannya. Sakura tentu tidak tinggal diam, ia mengeluarkan sapu tangannya dari dalam tas lalu menyerahkannya pada Wooseok.
"Pakai ini aja, Kak, lap keringatnya."
Sambil menerimanya, Wooseok menatap nanar sapu tangan yang diberikan Sakura. Kenapa gadis ini terus bersikap baik padanya? Karena dia adalah penggemarnya? Apa semua penggemar akan melakukan hal yang sama dengan Sakura saat ini? Padahal Wooseok sudah jelas-jelas dan bahkan berkali-kali menunjukkan kebenciannya pada Sakura, tapi kenapa gadis ini justru semakin mendekatinya? Atau hanya perasaannya saja?
Pada akhirnya, Wooseok menggunakan sapu tangan pemberian Sakura itu untuk mengelap peluhnya. Mengelapnya dengan punggung tangan justru hanya membuatnya menyebar ke tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bothered ✓
RomantizmLayaknya ratu sihir yang membenci snow white karena kecantikannya, Wooseok pun begitu pada Sakura. Ini tentang siapa yang menjadi nomor satu, nomor yang selalu diduduki Wooseok. Namun mendadak semuanya berubah ketika Sakura muncul di kehidupannya. ©...