27

2.2K 209 67
                                    

Berita itu membuat jantung Yujin berdenyut kencang. Minju hamil, Minju mengandung anaknya. Mereka akan punya bayi bersama. Tadi Yujin langsung menyetir mobilnya setengah mengebut ke arah asrama Minju. Dia tidak sabar bertemu Minju, memastikan istrinya baik-baik saja, dan calon anaknya juga sehat di kandungan istrinya.

Apapun yang akan terjadi, dia akan mempertahankan pernikahan ini. Bayi itu semakin memperkuat alasannya untuk berjuang mendapatkan Minju kembali. Semoga Minju setidaknya mau memberinya kesempatan.

Hati-hati dia memarkir mobilnya di depan asrama. Beberapa mahasiswa yang lalu lalang di jalan menoleh ke arahnya, beberapa yang lain bahkan sampai tidak mampu mengalihkan pandangannya. Asrama itu memang dekat dengan kampus ternama di kota ini, sehingga banyak mahasiswa yang lewat dengan berbagai urusannya. Yujin memang layak untuk dilihat dua kali. Ketampanannya sangat eksotis dan menyolok, sehingga menarik perhatian orang. Hari ini dia mengenakan celana jeans santai dan kemeja senada dan memakai rompi rajutan yang membungkus dengan indah badannya. Dadanya yang bidang tercetak dengan jantan di sana, rambutnya yang agak basah karena buru-buru sehabis mandi, membuatnya tampak semakin eksotis. Lelaki itu benar-benar tampan.

Tetapi dia adalah lelaki tampan yang gugup. Langkahnya ragu sekaligus bersemangat. Seluruh kata-kata terjalin campur aduk di benaknya. Dia harus bisa meyakinkan Minju supaya kembali kepadanya. Ketika Yujin sampai ke depan pintu asrama, dia hendak mengetuk. Tetapi pintu langsung terbuka dari dalam, menampakkan wajah Irene Ahjumma yang pucat pasi.

"Minju pergi. Dia tidak ada di mana-mana, aku tidak tahu kapan dia pergi. Dia meninggalkan surat ini." Mata irene Ahjumma membelalak panik. "Ya Tuhan, Yujin. Sepertinya dia mendengar percakapan kita tadi pagi dan marah karena menemukan satu kebohongan lagi."

Kepala Yujin seperti dihantam dengan keras menerima kabar itu, dia menerima surat itu dari Irene Ahjumma dan membacanya. Wajahnya memucat membaca pesan singkat yang ditulis di atas kertas sederhana tersebut.


Kau tidak akan bisa mengatur-atur kehidupanku lagi, Yujin. Aku akan pergi jauh, dan kau tak akan bisa menemukanku lagi.


.















.















.



Minju mengetuk pintu rumah Yuri, dan menunggu dengan cemas. Beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam dan pintu dibuka.

"Minju?" Yuri menatap Minju dan tersenyum lebar. "Kenapa kau tidak mengabari kalau kau mau datang? Aku bisa memasakkan makanan istimewa untukmu..."

"Yuri." Ekspresi wajah Minju yang begitu serius membuat senyum Yuri memudar dan menatap Minju dengan bingung. "Berjanjilah kepadaku kau tidak akan mengatakan pada Yujin kalau aku ada di sini."

"Ada apa, Minju?" Yuri melihat kepada Minju. "Apa yang terjadi kepadamu?"

"Berjanjilah dulu..."

Yuri melihat betapa seriusnya Minju. Dia menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Baiklah, aku berjanji. Ayo, masuklah dulu, aku akan membuatkan minuman untukmu."

Minju mengikuti Yuri masuk ke dalam rumah. Yuri membuatkan teh untuknya dan mengajaknya duduk di ruang keluarga. Sepertinya bayinya sedang tidur karena suasana rumah sangat sepi.

"Suamiku sedang keluar kota. Tugas kantor, dia baru pulang seminggu lagi. Jadi aku hanya berdua di sini dengan si kecil." Yuri menuangkan teh ke cangkir Minju. "Ini, minumlah dulu."

Minju menerima cangkir itu dan menyesapnya, merasakan keharuman mint dan melati yang menyegarkan. Yuri menatapnya dengan cemas.

"Apa kau sedang bertengkar dengan Yujin?"

REASON (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang