14

3.3K 197 76
                                    

Ketika kembali, Yujin langsung menggandeng Minju mengajaknya ke pantai pribadinya.

"Kau akan senang melihat bagian pantai yang ini." Yujin mengajak Minju menuruni tangga putih melingkar yang ternyata ada di bawah balkon mereka, dan merekapun turun di sebuah anjungan pantai pribadi yang dikelilingi tembok dan tanaman untuk menjaga privasi.

"Aku sering berbaring di pantai, dan merenung di sini sendirian, tidak ada yang bisa melihat kita dari sini. Satu-satunya akses adalah dari tangga di balkon kamar kita. Dan tidak ada yang berani kemari kalau tidak kuperintahkan." Yujin mengedipkan matanya pada Minju. "Di sini benar-benar privasi untuk kita."

Pipi Minju memerah menyadari arti di balik kata-kata Yujin itu. Privasi untuk mereka. Apakah privasi untuk bercinta? Minju menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran aneh di benaknya. Yujin dan aura sensualnya sepertinya telah mempengaruhi Minju sedemikian rupa.

Lelaki itu menggandeng Minju ke sisi pantai yang sejuk di bawah tanaman palem dan kelapa. Tempat mereka rupanya telah disiapkan, ada sebuah gazebo kecil yang nyaman di sana, beralaskan karpet lembut berwarna cokelat muda dan bantal-bantal hitam eksotis yang berserakan di sana. Gazebo itu berhiaskan tirai-tirai putih yang menjuntai, tampak begitu indah tertiup angin pantai.

Satu sisi gazebo itu terbuka, langsung mengarah ke pemandangan pantai nan luas dan indah dengan warna langit yang mulai jingga, pertanda matahari hampir tenggelam. Lampu kecil di pilar gazebo menyala dengan sinar kuning yang hangat, seakan disiapkan untuk pasangan yang akan melalui malam sambil menatap bintang-bintang di langit.

Yujin mengajak Minju ke gazebo dan duduk di karpetnya yang empuk, bahkan makananpun sudah disiapkan di sana, seperti magic. Kue-kue kecil yang menggiurkan tersaji di nampan perak yang berkilauan. Dan dua botol anggur disiapkan di ember perak kecil yang berisi es, serta dua gelas minuman dingin berwarna orange segar. Ini benar-benar tempat yang menyenangkan untuk duduk sambil memandang matahari tenggelam.

Yujin merangkul Minju, dan mereka termenung menatap ke arah matahari tenggelam dalam keheningan. Menyaksikan cakrawala perlahan menelan bulatan yang bersinar orange kemerahan itu. Hingga akhirnya hanya tersisa seberkas cahaya jingga di batas cakrawala.

Suasananya begitu sakral dan intim hingga Minju takut merusaknya. Dia melirik ke arah Yujin, dan melihat siluet lelaki itu. Yujin benar-benar tampan, dan lelaki itu adalah suaminya. Minju merasakan perasaan hangat membanjirinya. Dia merasa begitu dekat dengan Yujin, seakan sudah mengenal lama, seakan Yujin mengerti apapun yang dia inginkan. Mungkin mereka memang ditakdirkan bersama.

"Minju." Suara Yujin terdengar serak, dan dari jarak dekat, di bawah sorot lampu temaram, Minju bisa melihat mata Yujin memancarkan gairah. "Kau sudah bisa?"

Ah. Lelaki ini begitu sopan, begitu baik dan perhatian. Bahkan dalam gairahnya Yujin sempat menanyakan kesiapan tubuh Minju untuk bercinta. Minju sungguh tersenyum. Dia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Yujin penuh arti.

Yujin membalas senyum itu, lalu dengan lembut menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Minju lembut. Minju membalas kecupan itu. Membiarkan Yujin merasakan kelembutan bibirnya. Lelaki itu lalu melepas ciumannya dan mereka bertatapan. Senyum Yujin malam itu tidak akan pernah Minju lupakan, senyum itu begitu lembut, begitu penuh haru, dan entah kenapa membuat dada Minju sesak oleh suatu perasaan yang tidak dapat digambarkannya.

Jemari Minju bergerak ragu dan menyentuh pipi Yujin, lelaki itu menempelkan pipinya di sana dan memejamkan matanya, jarinya meraih jari Minju dan mengarahkannya ke bibirnya. Yujin lalu mengecup telapak tangan Minju dengan lembut. Mereka bertatapan dengan tatapan yang hanya bisa dimengerti oleh satu sama lain, dan kemudian bibir mereka menyatu dalam sebuah ciuman lembut.

REASON (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang