9

2.4K 235 64
                                    

Jinyoung benar-benar datang sore itu. Tampak sangat tampan dengan sweater hijau tuanya dan celana hitam yang membungkus ketat kaki panjangnya. Tetapi Minju tidak bisa merasa tertarik lagi.

Bayangan Jinyoung bercumbu dengan penuh gairah dengan perempuan itu membuatnya merasa mual. Karena itulah dia berdiri agak jauh dari Jinyoung di teras asrama. Menatap Jinyoung dengan dingin.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi." Gumamnya pelan, berusaha tenang.

Jinyoung disisi lain menatap Minju dengan penuh penyesalan.

"Aku minta maaf, Minju. Aku tahu mungkin kau merasa jijik dan muak padaku. Di awal malam aku memintamu menjadi kekasihku dan mengatakan mencintaimu, tetapi kemudian kau menemukanku sedang berbuat mesum dengan perempuan lain." Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. "Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Aku juga jijik dan muak pada diriku sendiri."

Minju hanya diam. Tidak bergeming. Bahkan melihat Jinyoung yang tampak begitu menyesal dan frustasi tidak membuat rasa ibanya muncul. Entah kenapa, dia sudah seperti mati rasa pada lelaki itu.

"Aku ingin kau mempertimbangkanku kembali. Kemarin aku khilaf dan aku tidak tahu kenapa aku melakukannya. Sihyun, perempuan itu memang perempuan gampangan yang suka merayu lelaki manapun. Entah kenapa malam itu aku menjadi targetnya. Aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa menolak. Mungkin karena aku sedikit mabuk, mungkin juga karena hal lain. Entahlah, Minju. Yang pasti aku tidak pernah sengaja berniat mengkhianatimu, Minju. Kuharap kau mengerti bahwa itu hanya kekhilafan dan aku tidak akan melakukannya lagi"

Bagaimana dia bisa yakin bahwa Jinyoung tidak akan melakukannya lagi? Beberapa saat kemudian lelaki itu mengatakan mencintainya, tetapi beberapa saat kemudian dia mencumbu wanita lain. Minju tidak bisa menerima Jinyoung lagi, dengan alasan apapun. Perasaan apapun yang pernah ada di dalam hatinya sekarang sudah mati.

"Maafkan aku, Jinyoung." Minju menatap Jinyoung dengan sedih. "Aku sungguh tidak bisa."

"Bahkan kalau aku berlutut di kakimu dan memohon satu kesempatan lagi?" Jinyoung menatap Minju penuh harap.

"Jangan lakukan. Itu tidak akan berhasil." Minju menghela nafas panjang. "Perasaanku sudah mati."

Jinyoung menatap Minju dengan tajam. "Apakah karena Yu Zhen Ahn sajangnim?"

Minju terperanjat. Tak menduga akan menerima pertanyaan seperti itu. "Apa maksudmu?"

"Zhen Ahn sajangnim." Suara Jinyoung terdengar tajam. "Aku kemari semalam, dan menungguimu sampai pagi di mobil, di depan asrama. Tetapi kau tidak pulang. Apakah kau bermalam dengannya, Minju? Apa dia berhasil merayumu dan membuatmu tidak bisa menerimaku lagi?"

"Kau bicara apa, Jinyoung."

"Aku tahu ada yang aneh dari ini semua. Sihyun, sahabat Zhen Ahn sajangnim yang sebelumnya tidak pernah melirikku, tiba-tiba merayuku dengan panasnya di pesta Zhen Ahn sajangnim. Dan kebetulan juga kau dan Zhen Ahn sajangnim yang menemukan kami. Lalu tiba-tiba kau bermalam dengan Zhen Ahn sajangnim."

Jinyoung tiba-tiba mendekat, lalu mencengkram tangan Minju dan membawanya ke depan wajahnya. "Dan kau mengenakan cincin ini! Apakah ini dari Zhen Ahn sajangnim? Benarkah, Minju?"

"Lepas, Jinyoung! Sakit!" Minju meringis, berusaha melepaskan cengkraman Jinyoung. Cengkraman itu begitu kuat hingga membuatnya nyeri. Rupanya Jinyoung terlalu terbawa emosinya.

"Lepaskan dia."

Suara tegas dan berwibawa itu membuat Jinyoung tersadar dan melepaskan tangan Minju. Mereka menoleh bersamaan dan mendapati Irene Ahjumma berdiri disana.

REASON (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang