Sejak kecil aku tidak pernah mempunyai bakat atau skill tertentu. Aku tidak pernah mendapat juara kelas atau memenangkan lomba apa pun. Aku menjalani hariku mengikuti arus, dan peraturan di sekitarku. Tidak ada kisah cinta masa sekolah atau kenakalan remaja yang banyak dilakukan teman-temanku.
Di sekolah, aku juga bukan tipe orang yang biasa diingat oleh guru. Tempat dudukku selalu terletak di baris tengah, bagian pinggir dekat tembok. Aku juga nggak pandai bergaul. Selama aku sekolah, jumlah temanku bisa dihitung dengan jari.
Aku masuk jurusan IPA di SMA juga berdasarkan saran dari orang tuaku. Aku tidak pernah punya pendapat untuk menyangkal. Ketika lulus SMA, aku tidak tahu harus kuliah apa dan di mana. Semua yang kujalani sekarang, murni keinginan orang tuaku. Dan yang lebih menyedihkan, aku belum punya rencana apa pun untuk hidupku ke depannya.
Setiap kali orang tuaku bertanya tentang apa yang akan kulakukan setelah ini, aku tidak tahu harus menjawab apa. Akhirnya orang tuaku mencarikan alternatif lain, dan membantuku menyusun rencana masa depanku, yang sayangnya tidak kusukai.
Kehidupan robotku berjalan semakin gila selama aku kuliah. Masa semester satuku terasa sangat sulit dan membuatku nyaris gila. Aku sangat kesulitan beradaptasi dengan semua perubahan ini, ditambah deretan mata kuliah yang tidak kupahami sama sekali.
Semuanya mulai membaik ketika aku semester 2. Saat itulah, secercah semangat kuliahku muncul, karena aku mulai menyukai seseorang.
Di semester 2 ini, dia menjadi asisten praktikumku. Ketika pertama kali melihatnya, aku sudah bisa menilai kalau orang ini pastinya pintar. Tapi aku tidak menyangka kalau dia sepintar ini. Dia menjadi asisten pada mata kuliah yang terbilang sulit menurutku. Mata kuliah itu adalah Struktur Perkembangan Hewan. Praktikum Struktur Perkembangan Hewan ini isinya adalah membelah-belah hewan dimulai dari hewan yang strukturnya paling sederhana seperti ikan, sampai yang paling kompleks yaitu mamalia.
Dulu aku pikir praktikum membelah hewan-hewan begini hanya ada di fakultas kedokteran yang terkenal dengan membelah tikus atau mencit. Rupanya, praktikum belah membelah itu juga harus kuhadapi di semester 2. Bayangkan bagaimana stresnya aku, ketika merasa salah jurusan dan keteteran mengikuti semua mata kuliah yang ada, malah dihadapkan dengan praktikum menjijikkan ini.
Pada pertemuan pertama, isinya hanya perkenalan para asisten yang akan membimbing kami selama praktikum, dan pembentukan kelompok. Masing-masing kelompok akan dibimbing oleh satu asisten.
Ketika sedang perkenalan, salah satu asisten mengatakan, "Sebenarnya total ada 12 asisten. Yang satu, berhalangan hadir karena ada urusan mendadak. Namanya Abinanda Juniar Adhipranata."
Berhubung aku tidak tahu nama lengkapnya, aku jadi tidak peduli dengan si Abinanda ini.
Ketika pertama kali bertemu dengan dia, aku hanya tahu kalau namanya itu Ben. Aku bahkan tidak tahu dia jurusan apa. Hanya karena dia sering nongkrong dengan Mas Brian, aku langsung menyimpulkan kalau dia satu jurusan atau mungkin satu kelas dengan Mas Brian.
Pada praktikum selanjutnya dia ikut masuk ke ruang lab, membuat kami bingung, dan mengira kalau Mas Ben salah masuk ruangan. Kemudian, dia memperkenalkan diri dengan menyebut nama lengkapnya, dan teman-temanku langsung heboh menyoraki Karen.
Dari situ aku baru tahu kalau itu nama lengkapnya. Sebenarnya aku juga heran kenapa dia dipanggil Ben, padahal nama lengkapnya tidak memiliki unsur 'Ben' sama sekali.
Hari pertama dia menjadi asisten praktikum, aku langsung kagum dengan kemampuannya mengajar. Dia benar-benar menghafal seluruh organ dalam berbagai jenis hewan mulai dari ikan sampai mamalia. Semua organ itu dihafalkan dalam nama latin, beserta manfaatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thoughts Unsaid
Подростковая литератураKetika menyukai kakak tingkatnya di kampus secara diam-diam, Daryn nggak pernah berharap perasaannya akan terbalas. Dia sudah puas mengagumi sosok itu dari kejauhan tanpa ingin mengenalnya secara langsung. Namun akibat kecerobohan tantenya, Daryn te...