"DARYYYN!"
Langkahku langsung terhenti begitu mendengar teriakan dari belakang, beserta langkah terburu seseorang yang mengejarku. Di sebelahku, Safa mengerutkan keningnya bingung, melihat Alesia dan Karen yang heboh memanggil-manggil namaku.
"Ngapain sih mereka, heboh banget!" gumam Safa.
Begitu sampai di hadapanku, keduanya tidak langsung mengatakan apa maksudnya berteriak-teriak heboh begitu. Melainkan sedikit menunduk untuk menormalkan nafasnya yang ngos-ngosan.
"Udah Rin, ngaku aja! Sekarang lo nggak bisa mangkir-mangkir lagi! Gue udah tau semuanya!" seru Karen berapi-api.
Melihat bagaimana tatapannya mengarah padaku, aku langsung bisa memahami ke mana arah pembicaraan Karen ini. Dengan gestur setenang mungkin, aku mengajak mereka untuk jalan ke kantin. "Ngobrol di kantin aja yuk! Nggak asyik banget ngobrol sambil berdiri di lobby begini!"
"Gue juga udah tau, Rin! Gue nggak nyangka banget sih, ternyata elo selama ini diam-diam menghanyutkan ya!" Alesia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum penuh arti.
"Kemarin gue udah dapet infonya, dari sumber terpercaya! Jadi lo nggak bisa ngeles lagi!" Sambil berjalan beriringan, Karen terus mencerocos. Seolah topik yang ingin mereka bicarakan ini tidak bisa ditunda sampai kami semua duduk di kantin.
"Bener kan, kecurigaan gue! Sebenernya dari beberapa minggu kemarin tuh gue udah curiga tau sama mereka berdua! Soalnya auranya tuh beda! Lo ngerti kan, Ren, aura orang yang lagi jatuh cinta gimana?" Alesia menimpali kalimat Karen.
"Heh! Apaan sih, ini? Kalian ngomongin apa?! Perasaan tiap di kampus gue selalu bareng sama Daryn. Kenapa gue nggak tau apa-apa sendiri sih?!" omel Safa dengan pelototan tajam ke arahku, Alesia dan Karen bergantian.
Dengan gerakan tangan, aku memberi kode pada mereka untuk melanjutkan pembicaraan di kantin. Ketiganya benar-benar tidak sabaran, dan langsung menuntut penjelasan padaku, begitu kami duduk di salah satu meja paling pojok. Bahkan mereka tidak mengijinkan aku untuk pesan minuman dulu.
"Mau gue yang ngasih tau Safa, apa elo aja nih?" tanya Karen dengan kedua alis naik-turun menggoda.
"Mending lo ceritain dari awal aja, gimana Rin?! Secara runtut dan jelas, nggak boleh ada yang ditutup-tutupin!" tuntut Alesia.
"Loh, katanya kamu udah dapet sumber terpercaya? Yaudah. Kenapa masih tanya-tanya aku?!" balasku masih dengan gestur sesantai mungkin.
Selama ini aku sudah sangat terlatih untuk menutupi segala macam ekspresi yang kupunya. Makanya selama ini perasaanku pada Mas Ben bisa tertutupi dengan baik. Hanya saja, keahlianku ini tidak bisa digunakan ketika aku berhadapan dengan Mas Ben sendiri. Entah kenapa, rasanya setiap kali aku bersama dengan dia, aku tidak bisa menutupi apapun darinya.
"Gimana, gimana? Mending kasih tau ke gue dulu deh, judul dari topik ini tuh apa? Biar gue nggak clueless banget nih!" tukas Safa sambil mendengus kesal.
"Belakangan ini tuh gue tuh sering ikutan nongkrong bareng Mbak Nadia. Nah kadang tuh Mbak Nadia sering ngajak temen-temennya. Beberapa kali Mas Ben tuh sempet ikutan, pas awal-awal dulu. Tapi beberapa minggu belakangan, dia jarang ikutan. Terus jadi dighibahin sama temen-temennya!" cerita Alesia.
Safa langsung menyela. "Bentar deh, gue kan nanya judulnya! Bukannya nyuruh lo ngasih prolog duluan!"
"Jadi, gosipnya Daryn sama Mas Ben itu udah jadian." Karen mengambil alih jawaban Alesia. "Gosipnya sih begitu. Tapi..."
Aku dan Safa hanya diam, menunggu Karen melanjutkan kalimatnya. Namun dia malah meringis lebar, "Nggak deh, ntar aja gue omonginnya. Mending lo duluan aja sih, Rin, yang klarifikasi. Baru gue jelasin versi yang gue denger."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thoughts Unsaid
Teen FictionKetika menyukai kakak tingkatnya di kampus secara diam-diam, Daryn nggak pernah berharap perasaannya akan terbalas. Dia sudah puas mengagumi sosok itu dari kejauhan tanpa ingin mengenalnya secara langsung. Namun akibat kecerobohan tantenya, Daryn te...