Page 8 • Abinanda

53.2K 6K 155
                                    

"Semalem lo begadang lagi?" Kania menatap gue sambil geleng-geleng kepala.

Sebagai jawabannya, gue hanya menggerakan alis naik turun untuk mengiyakan. Tanpa perlu jawaban gamblang, Kania sudah khatam banget dalam urusan ini.

Gue bisa menebak kalau setelah ini dia pasti langsung ceramah tentang bahayanya begadang. Sampai gue hafal sama semua ocehan dia. Sebenarnya gue heran kenapa Kania selalu bisa menebak jam tidur gue yang nggak pernah beraturan, padahal gue nggak pernah cerita padanya.

Namun sampai lima menit kemudian, Kania tetap diam, tidak menampakkan tanda-tanda ingin ceramah seperti biasa. Membuat gue bingung dengan sesuatu yang tidak biasa ini.

"Gue udah tau ya, pasti sekarang lo lagi menebak kalau gue bakal ceramah soal begadang kan? Ngerti gue!" gerutuan Kania langsung membuat tawa gue pecah.

Saking seringnya gue berinteraksi dengan dia, secara nggak langsung kita jadi bisa menghafal gelagat masing-masing. Bahkan gue sering mengobrol sana Kania hanya dengan Bahasa isyarat. Cukup dengan mengedipkan mata, Kania bisa langsung paham apa maksud gue, atau apa yang gue inginkan.

Sialnya, itu semua malah bikin orang-orang mengira gue pacaran sama Kania. Padahal Kania sudah punya pacar yang sedang kuliah S2 di luar Jawa. Dan gue nggak pernah punya perasaan apa pun sama dia. Jadi mitos yang bilang kalau persahabatan antar cewek dan cowok itu mustahil, jelas salah banget. Nyatanya, hubungan gue dan Kania murni bersahabat.

"Ada masalah apa lagi?" tanya Kania.

Mungkin satu-satunya orang yang tahu banyak soal kehidupan gue itu cuma Kania. Bahkan Brian aja nggak pernah gue kasih tau detail. Males juga sih cerita ke Brian. Bukannya didengerin malah ditinggal tidur. Berhubung Kania memang pendengar setia, jadi ya cuman dia yang mau dengerin cerita gue.

Makanya ketika banyak gosip berhembus soal hubungan gue sama Kania, gue menanggapinya dengan santai. Lagian saat ini gue juga nggak punya gebetan yang sedang gue incar. Jadi nggak masalah kalau sementara ini gue digosipkan pacaran dengan Kania, daripada mereka semua meledeki kejomloan gue yang sudah hampir dua tahun.

"Eh, bentar dong, Ben. Gue angkat telepon Rendra dulu!" Tanpa menunggu persetujuan gue, Kania langsung menempelkan ponselnya ke telinga dan berjalan menjauh.

Berhubung semalam gue tidak bisa tidur, sekarang gue jadi ngantuk banget dan pengin cepet pulang aja. Padahal sebelumnya Kania mengajak gue nongkrong di coffee shop sebentar sekalian membahas skripsinya.

Melihat Kania yang sedang sibuk mengobrol dengan pacarnya di telepon, gue langsung mengirim chat padanya, "Nongkrongnya besok aja. Tiba-tiba gue kebelet boker."

Kemudian gue langsung berjalan menuju parkiran tempat gue biasa memarkirkan motor. Baru saja gue ingin menyalakan motor, ponsel gue bergetar. Gue menghentikan langkah, merogoh saku untuk mengeluarkan ponsel.

Mas Bara : Mampir Janji Suci dong, Ben. Sabina lagi pgn Cheese Red Velvet. Gue Avocatto Chocolate. thx

Rasanya gue pengin mencak-mencak. Memangnya mereka nggak kenal teknologi yang namanya ojek online? Kenapa harus selalu merepotkan gue? Kalau begini, gue jadi malas pulang ke rumah sekarang. Lagian, kalau gue membelikan pesanan dia, belum tentu juga uangnya bakal diganti. Meskipun gue sering mendapat uang jajan tambahan dari dia, uang gue belum sebanyak itu, sampai gue bisa mentraktir dia seenak jidatnya.

Baru saja gue ingin mengetikkan sederet umpatan padanya, sebuah notifikasi masuk. Kali ini bukan notifikasi pesan, melainkan dari salah satu e-money.

Bank BCA mengirimkan dana sebesar 750.000

Seketika amarah yang menggumpal di otak gue langsung menguap. Bergantikan dengan pujian pada Mas Bara yang tumben baik banget sama gue. Kalau bayarannya begini, gue sih rela jadi driver ojek online pribadinya.

Thoughts Unsaid Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang