Sebenernya agak kesel karena vote-nya dikit banget. Masa tiap bab harus diingetin dulu buat vote sih?
***
Wajahnya langsung sumringah ketika motorku berhenti tepat di depan pagar rumahnya yang terbuka lebar. Sepertinya dia sudah menungguku sejak tadi dengan duduk di bangku teras sambil menenteng helm full face-nya. Refleks tawaku menguar ketika langkahnya semakin mendekatiku.
"Kamu yakin mau pakai helm itu?" Tanyaku sebelum dia memakai helmnya.
Ekspresinya berubah linglung. Dia menunduk pada helm di tangannya, dengan kedua alis saling bertautan, seolah tidak menemukan keanehan dari helm itu.
"Aneh banget, Mas! Masa naik motor matic, tapi helmnya full face!" Selorohku.
"Siapa yang bilang aneh?" Sahutnya enteng. Lalu tanpa memedulikan komentarku, dia langsung memakai helmnya.
"Nggak sulit kan, cari rumahku?" Tanyanya lagi, sambil bersiap naik ke boncenganku.
"Loh, ini aku yang nyetir sampai ke Gacoan?!" Aku mengabaikan pertanyaannya, ketika dia benar-benar naik ke boncenganku.
Tampaknya dia sama sekali tidak terganggu dengan raut wajahku yang sangat keberatan dengan keberadaannya di boncengan motorku. Padahal tadi aku sudah bersiap ingin turun dari motor, membiarkan dia yang menyetir motornya. "Kan tadi kamu yang bilang mau jemput aku."
"Ya maksudku, tetep kamu yang nyetir, dan aku yang dibonceng kamuuu!"
"Emang kenapa sih? Kamu nggak pernah boncengin cowok? Wah, aku sangat tersanjung, jadi cowok pertama yang kamu bonceng!" Nada suaranya dibuat-buat, sengaja ingin meledekku.
Aku berusaha menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Butuh beberapa saat untuk memahami apa maksudnya. Kenapa Mas Ben aneh banget sih? Bukankah kebanyakan cowok selalu punya gengsi yang tinggi dalam hal semacam ini? Seharusnya kalau Mas Ben adalah cowok normal, dia akan mengambil alih motorku, sehingga aku yang berada dalam boncengannya. Bukannya malah terbalik begini!
"Mau berangkat kapan nih? Aku udah keburu laper banget!" Gerutunya.
"Kamu jangan aneh-aneh lho, Mas!" Peringatku sambil menyalakan motor.
"Aneh-aneh gimana?" Lalu tiba-tiba saja hal yang aku takutkan terjadi. Dengan santainya dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggangku. "Gini maksudnya?"
Refleks aku langsung mematikan motorku lagi, dan memutar kepala untuk menatapnya. "Mas!"
Tawanya melebar. "Iya, iyaaa... enggak! Udah cepetan jalan!" Dia sudah melepaskan tangannya dari pinggangku, namun efek yang kudapatkan dari gerakannya yang tiba-tiba itu berhasil membuatku jantungan. Butuh waktu agak lama untuk menenangkan kinerja jantungku supaya normal kembali.
Setelah berhasil menenangkan diri, aku mulai melajukan motorku membelah jalanan. Dalam hati aku masih tidak menyangka Mas Ben sungguh-sungguh berada dalam boncenganku. Bagiku ini adalah hal paling aneh yang pernah kulakukan bersama cowok.
Sepanjang perjalanan, aku merasakan banyak mata yang memandangiku. Terutama saat kami berhenti di lampu merah. Pasti mereka tengah menertawakan Mas Ben yang bisa-bisanya naik motor matic dengan helm full face. Sudah begitu, dia dibonceng oleh cewek lagi! Aku heran kenapa dia tidak merasa malu atau bagaimana.
Ah sial, jelas saja dia tidak perlu malu. Kan wajahnya tertutup sempurna dengan helm itu. Dan aku yang harus menanggung rasa malu itu.
Butuh waktu lima belas menit untuk kami sampai di warung Mie Gacoan yang kumaksud. Begitu sampai, tatapan tukang parkir dan beberapa supir ojek online juga mengarah pada kami dengan heran. Kulihat Mas Ben turun dari motor dengan santai, tanpa beban sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thoughts Unsaid
Teen FictionKetika menyukai kakak tingkatnya di kampus secara diam-diam, Daryn nggak pernah berharap perasaannya akan terbalas. Dia sudah puas mengagumi sosok itu dari kejauhan tanpa ingin mengenalnya secara langsung. Namun akibat kecerobohan tantenya, Daryn te...