Sudah berlalu dua bulan sejak aku jadian dengan Mas Ben. Hubungan kami berjalan biasa-biasa saja. Ya, meski bagi orang yang sedang jatuh cinta, setiap halnya selalu terasa luar biasa dan sangat mendebarkan. Namun semakin hari aku mulai terbiasa dengan seluruh aktivitasku yang kini bersinggungan dengannya. Meski tidak secara langsung, tapi lama kelamaan komunikasi kami menjadi lebih sering.
Hanya saja kesibukan Mas Ben membuat kami tidak bisa sering-sering bertemu. Dalam dua minggu terakhir, kami hanya bisa bertemu dua kali seminggu. Kalau sedang sibuk banget, dia suka tidak memegang ponselnya, dan baru akan menghubungiku setelah kesibukannya selesai. Mengingat minggu-minggu ini juga sudah saatnya responsi. Mungkin dia sedang menyiapkan responsi.
Bagi yang belum tahu, responsi itu semacam ujian setelah praktikum. Isinya terdiri dari ujian lisan, ujian tulis, dan ujian praktek mengenai seluruh materi praktikum yang sudah diajarkan. Sebenarnya belakangan ini aku juga sibuk belajar untuk itu, mengingat responsi ini sangat sulit. Apalagi di fakultasku minimal nilai praktikum itu B. Kalau C, harus mengulangi praktikum tahun depan.
Untungnya aku dan Mas Ben sama-sama tahu kalau kami punya kesibukan masing-masing. Tanpa perlu diminta, aku langsung paham dan nggak pernah menuntut macam-macam padanya. Bahkan dua hari penuh dia tidak mengabariku saja, aku tidak pernah protes. Malah gemas karena biasanya setelah dua atau tiga hari tidak chatting, dia akan menerorku dengan banyak pesan, dan ngomel-ngomel sendiri karena kangen banget.
Hari ini saatnya aku responsi Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bagiku dibanding mata kuliah soal hewan, bab tumbuhan ini jauh lebih mudah. Namun tetap saja, otakku yang pas-pasan ini tetap tidak bisa menyerap semua materinya dengan baik. Jadi aku harus mulai fokus belajar, supaya setidaknya aku bisa lolos dari praktikum ini dengan nilai B.
"Sumpah dari tadi kalian tuh berisik banget sih?! Belajar woy... belajaaar!" Tegur Safa pada Alesia dan Karen yang sejak tadi bercanda di depanku diselingi tawa lebar.
Tentu saja teguran Safa tidak mempengaruhi Karen dan Alesia. Kini keduanya malah merapatkan duduknya padaku, dengan tampang penuh kepo.
"By the way, besok pas Mas Ben sempro lo udah nyiapin mau ngasih dia apa?" Alesia menyengir lebar saat menanyakan itu. Membuatku bisa menebak kalau dia punya niat terselubung dari kalimatnya. "Gue ikutan dong, Rin, kalau lo mau samperin Mas Ben habis sempro. Di sana kan pasti ada Mas Brian. Ntar kita ke sana bareng ya? Gue mau kasih kado buat Mbak Kania, sih. Terus agak modus-modus dikitlah, ke Mas Brian."
Kedua bola mataku mengerjap. Binar mata Alesia saat mengucapkan itu membuatku tertegun sejenak. Seminar prososal? Tiba-tiba saja seluruh syaraf di otakku berhenti berfungsi.
"Loh, Mas Ben udah mau sempro?! Gila cepet banget!" Sahut Safa dengan tampang penuh takjub.
"Semalem gue lihat di story Whatsapp-nya Mbak Nadia. Mereka keren banget gitu sih, bisa sempro rombongan gitu. Literally pepatah yang bilang, masuk bareng lulus bareng." Karen ikut nimbrung dengan sama antusiasnya.
Teman-temanku mulai heboh membahas Mas Brian yang tertinggal teman-temannya sempro dan sebagainya. Sementara aku masih terlalu shock dengan kabar tersebut. Sejak tadi aku sibuk mengingat-ingat apakah sebelumnya dia sempat membahas sempro denganku atau tidak.
Dan jawabannya adalah tidak. Makanya aku benar-benar clueless, dan kaget.
"Jadinya lo mau kasih apa, Rin? Gue sih kemarin udah pesan bouquet make up gitu buat Mbak Kania sama Mbak Nadia. Ntar kalau Mas Brian sempro, baru dah tuh gue pusing mau kasih apa!" Alesia terkekeh sendiri. Namun kekehan Alesia tidak bertahan lama ketika dia menyadari wajahku yang tengah kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thoughts Unsaid
Teen FictionKetika menyukai kakak tingkatnya di kampus secara diam-diam, Daryn nggak pernah berharap perasaannya akan terbalas. Dia sudah puas mengagumi sosok itu dari kejauhan tanpa ingin mengenalnya secara langsung. Namun akibat kecerobohan tantenya, Daryn te...